Dua Puluh Empat

38 3 0
                                    

Hari ini aku memutuskan untuk nggak pergi berdua sama Adam. Aku mengajak teman-temanku dan Adam mengajak teman-temannya. Aku mengajak semua teman kelasku. Tapi yang ikut hanya aku, Sela, Raisa, Naura, dan Adin. Gara-gara missed comunication, aku dan Adam nggak ketemu sama sekali. Entah Adam pergi kemana. Pokoknya aku dan teman-teman pergi berbelanja.

Kami menarik Naura dari etalase toko yang harganya terlalu tinggi untuk kami. "Aku... aku bisa telpon mama kok... aku bisa beli kalau mama udah di sini," ucapnya sambil terus menatap etalase toko yang tadi. Tapi kami terus menariknya. Saat kau berbelanja dengan uangmu sendiri, kau harus membeli barang yang benar-benar akan kau pakai dan benar-benar kau sukai. Kau mengerti perjuangannya, bagaimana mendapatkan uang itu.
***

"Ngapain kita di sini?" tanyaku saat Naura menggiring kami ke dalam suatu optik. "Diam," sahut Naura sambil melihat-lihat kacamata yang ada di etalase. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya mbak penjaga optik. "Saya cari sunglasses," ucap Naura sambil tersenyum. Mbak itu menggiring Naura ke tempat kaca mata hitam.

"Kalian! Liat deh, ini bagus ya?" Naura memakai salah satu kaca mata hitam. Kelihatannya sangat besar, menutupi separuh wajah Naura. "Lagi diskon ih, harganya cuma satu juta!" ucap Naura dengan bersemangat. Ia berpose dengan kaca mata hitam. Aku berjalan mendekati etalase, mencari yang kelihatan jelek. "Ini cocok buat Naura," ucapku sambil menunjuk kacamata yang lensanya berbentuk telur. "Ih, kayak JT waktu dulu, nggak ma-u," ujar Naura. JT yang di maksud adalah Justin Timberlake. "Terserah," ucapku sambil berdiri. "Aku tunggu di toko sebelah ya," ucapku. Naura tidak menghiraukanku.

"Silahkan, kak," ucap mas penjaga tokonya dengan ramah. Aku tersenyum kepadanya dan berjalan ke arah gantungan tas yang harganya tidak terlalu mahal. Aku menyentuh bahan kulitnya. "Ini baru datang, Kak, kalau yang ini limited edition," ucap mas penjaga toko. Aku menyentuh bahan kulitnya lalu mengambil tas dari tangan penjaga toko dan mematut diri di depan cermin. Aku suka.

Adin datang untuk mencoba arloji. "Lin, liatin, ini bagus ya? Baru dateng," ucapnya sambil menunjukkan arloji ditangannya. Aku mengangguk. Beberapa saat kemudian, Sela, Raisa, dan Naura masuk ke toko. Naura memakai kacamata hitam barunya. Ia menyeringai kepadaku. "Bagus kan?" Naura menaik-turunkan alisnya. "Bagusan ini," aku menunjuk tas yang kupakai. "Iih," Naura melangkah kecil-kecil ke arahku dengan tergesa-gesa. "Ih aku pengen," ucapnya sambil meraba bahan kulitnya. Aku melepas selempang tas dan memberikannya kepada Naura yang menyambutnya dengan senang hati. Aku pun pergi melihat-lihat dompet. Aku butuh dompet baru.

"Eh kalian, sini deh!" ujar Raisa. Aku dan Sela berjalan ke arahnya. Naura hanya melirik sekilas dan Adin tidak bereaksi sama sekali. "Cepetan ih sini, ada Rosa!" teriak Raisa. "Rossa penyanyi?" Naura menurunkan kacamata hitamnya. "Bukan, Rosa pacarnya Adrian," sahut Raisa. Kami semua langsung berlari mendekatinya dan mengintip. Naura melempar tasnya. "Maaf, Mas!" teriak Naura. "Kak, arlojinya belum dibayar!" teriak mbak penjaga toko. "Tunggu sebentar, Mbak!" teriak Adin.

"Itu yang bilang kamu kucel, Sel?" tanya Adin. "Liatin ih rambutnya jelek," ucap Naura. "Keramasnya juga pake shampo mobil," celetuk Raisa. Kami tertawa pelan. Rambutnya kelihatan lebih buruk daripada yang kelihatan di foto. "Dia norak, masa bajunya warna itu tapi lipstiknya warna biru?" komentar Naura lagi. "Bajunya nggak banget ya," komentar Naura lagi. Bajunya nggak pantas disebut baju pokoknya. Nyaris nggak menutupi apa pun. Nggak pantas dideskripsikan. "Mau maunya ya, Adrian sama dia," ujar Adin. "Mungkin dia baik," ujarku, berusaha mencari sisi positif. "Baik?" Naura tertawa melecehkan.

"Dia datang!" ujar Raisa dengan panik. Kami buru-buru masuk ke toko lagi. "Mbak, aku ambil yang ini ya," ucap Adin sambil menunjuk arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya. Aku mengambil sebuah dompet dan mengatakan aku ingin membeli dompet itu. Naura kembali mematut dirinya di cermin. Raisa dan Sela pura-pura melihat-lihat tas saat Rosa masuk ke toko. "Aku mau yang ini dong," Rosa berkata kepada cowok di belakangnya sambil menunjuk sebuah tas. "Kalau buat kamu, apa sih yang nggak?" cowok di sebelahnya tersenyum. Rosa balas tersenyum. "Kok dia sama cowok lain sih? Bukannya dia jadian sama Adrian?" aku berbisik kepada Naura. Naura mengangkat bahu. Yang jelas, alis kami semua berkerut setelah melihat Rosa.

"Yang ini juga," Rosa menunjuk tas yang lain. "Yang itu juga," ia menunjuk tas yang dipakai Naura. "Sama yang itu," ia menunjuk tasnya Raisa. Raisa mengerutkan keningnya. "Ini?" Raisa bertanya sambil menunjuk tasnya. Rosa mengangguk. "Nggak dijual," ucap Raisa dengan ketus. Rosa langsung memalingkan wajahnya. Matanya menangkap Sela. "Sela?" ia bertanya dengan nada melecehkan. Kami semua langsung menoleh ke arahnya. "Akhirnya kita ketemu juga ya," Rosa tertawa melecehkan. "Ternyata kamu lebih kucel dari yang kelihatan di foto ya," tambah Rosa.

"Eh, kamu Rosa pacarnya Adrian kan?" aku menyeletuk. Aku menyindirnya, pacaran sama Adrian kok jalan sama cowok selain Adrian. "Iya, pacarnya," sahut Rosa sambil melirik Sela. Ia menekankan kata terakhir. Astaga. Ia tidak merasa tersindir sama sekali. "Terus ini siapa?" Sela menunjuk cowok di sebelah Rosa. "Pacar kedua? Selingkuhan?" Sela menyerang Rosa. Rosa mendengus. "Nggak usah sok tau, Muka Kucel!" Rosa mengerling. "Kamu nggak punya kaca?" tanya Sela. "Kamu norak banget," komentarku. "Liat deh, outfit warna oranye gini dan tiba-tiba kamu pake lipstik biru elektrik," Naura menambahkan dengan gemas. "B*tch, this is the latest trend," sahut Rosa. "Latest trend my *ss!" Adin berseru. "Kalau nggak tau tren jangan ngomong!" Rosa memelototinya.

"Eh, ngomong-ngomong kalian siapa ya, ikut campur urusan orang? Yang ada masalah tuh cuma dia, si muka kucel ini!" Rosa menunjuk Sela. Selama beberapa saat, amarahku sudah di ubun-ubun. Ingin sekali aku menghajarnya.

"Eh, katanya Adrian lagi di sini juga, dia baru dateng," ujar Raisa sambil pura-pura mengecek ponselnya. "Kamu mau reunian sama semua pacar kamu di sini?" sindir Naura sambil menurunkan kacamata hitamnya. Lagi. "Masih untung daripada kalian, nggak ada yang laku!" Rosa memelototi kami dengan marah. "Kita ke mal lain aja yuk, yang nggak ada orang resenya," ucap Rosa, pada akhirnya, sambil mengamit lengan cowok tersebut. Mereka berjalan keluar toko. Kami semua menghela nafas.

"Nyebelin banget ya, jadi orang," gumam Adin. "Kamu gapapa kan, Sel?" tanyaku. Sela mengangguk. Ia kelihatan kesal. Aku kembali ke kasir untuk membayar dompet yang barusan kubeli. Adin mengambil belanjaannya di kasir. Kami meminta maaf kepada personil toko gara-gara membuat keributan dan gara-gara membuat mereka kehilangan satu pelanggan. Setelah itu kami semua pergi untuk menghibur diri dengan es krim.

"Makan tuh Rosa," gumam Sela sambil menyendok es krimnya banyak-banyak. "Mampus Adrian, maneh diselingkuhin," gumam Sela lagi. "Mampus!" sahut aku, Raisa, Naura, dan Adin. "Hus! Cantik-cantik ngomongnya kasar!" kami menoleh ke arah asal suara. Seorang ibu muda memelototi kami sambil menutupi kedua telinga anaknya. Kami tersenyum malu lalu meminta maaf. Tapi dalam hati sih, kami berteriak, "mampus Adrian! Makan tuh Rosa!"
***

The Boy I MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang