Chapter 8

688 94 17
                                    

Vote and comment please 😚

°•○●○•°

Marah, kesal, sedih. 3 kata yang  menggambarkan perasaan Aluna kali ini. Aluna marah kue yang ia buat justru dengan mudahnya Haidar buang, Aluna kesal karena salah mengira Haidar sudah lebih baik Kepadanya. Aluna sedih karena niat baiknya membuat kue, justru ditolak dengan mentah-mentah oleh Haidar.

"Haidar bangsat!" Umpat Aluna, ia menggertakan gigi gerahamnya sambil menyeka air mata yang entah mengapa keluar dengan tiba-tiba.

"Dia gak tau apa! Gue udah capek-capek juga buat tu choco lava ampe tengah malem, malah dibuang ama dia anying emang nih!" Disepanjang jalan menuju kelasnya, tidak henti-hentinya Aluna mengumpat kasar pada Haidar. Membuat siapapun yang melihat seolah-olah berkata
itu-orang-ngapain-lagi-marah-gak-jelas-gitu?

Menyadari tatapan-tatapan aneh dari semua orang, Aluna mempercepat langkahnya dan menundukan sedikit kepala. Setibanya di kelas, Aluna langsung mendudukan diri di bangkunya.

Merasakan adanya keadaan Aluna disebelahnya, Lara menoleh ke arah Aluna, didapatinya Aluna dengan muka merah serta mata yang sembab seperti habis menangis. Menyadari keadaan Aluna yang sedang tidak baik, Lara pun berniat menghibur Aluna.

"Lun? Aluna kenapa? Habis nangis ya?" Tanya Lara, Aluna menoleh, "gue nggak papa kok Lar, mata gue cuma kelilipan." Aluna mengucek kedua matanya, lalu tertawa sumbang.
Lara tau, temannya ini sedang berbohong. Mungkin Aluna lagi gak mau di ganggu, pikirnya.

Teeeeet...teeeeet

Bunyi bell masuk berkumandang sangatlah keras di seantero sekolah.

Mr. Joko--guru Bahasa Inggris di sekolahnya-- dengan cepat memasuki kelas Aluna, menaruh beberapa tumpuk buku di atas meja guru, dan memulai pelajaran bahasa Inggris yang menurut Aluna sangatlah membosankan.

===========

Bell istirahat berbunyi, para siswa yang tadinya bosan mendengarkan serangkaian celoteh Mr. Joko, berbondong-bondong keluar kelas, menuju ke kantin sekolah.

"Lun, kantin yuk!" Ajak Athaya dan Lara berbarengan, Aluna menggeleng lemah. "Nggak deh, gue lagi bawa bekel." Tolak Aluna halus, Athaya dan Lara pun mengangguk mengerti, kemudian pergi ke kantin.

Berbeda dengan suasana kantin yang sekarang sedang ramai-ramainya, suasana kelas justru sangatlah sepi, sesepi kuburan. Hanya ada para siswa kutu buku, siswa yang sedang berhemat, siswa yang membawa bekal dari rumah, seperti dirinya kali ini.

Aluna mengambil kotak bekalnya dari dalam tas, dia membuka tutupnya dan menatap choco lava cakenya itu lekat-lekat.

Emang sebegitu gak menariknya kah kue yang gue bikin ini? Batinnya bertanya-tanya. Ia segera mengambil sendoknya dan memakannya.

Merasa ada seseorang yang duduk di bangku sebelahnya, Aluna menoleh dan mendapati Maura yang tengah tersenyum lebar padanya.

"Waah! Ada choco lava, buatan lo lun? Kayaknya enak nih." Ucap Maura, ia tiba-tiba merebut sendok yang berada di pegangan Aluna. Dan menyendokkan choco lava tersebut ke mulutnya.

"Iya, buatan gue Ra. BTW, kok tumben lo ke kelas gue?" Aluna kembali merebut sendoknya dari tangan Maura dan menyendokkannya.
"Enaaak gilaaa! Ajarin gue yaa kapan-kapan! Gue lagi kangen sama lo." Ucap Maura, ia merengkuh tubuh Aluna sesaat kemudian melepaskannya, Maura menatap wajah Aluna dalam.

"Lun, lo abis nangis ya?" Tanya Maura dengan tangan kanannya yang menunjuk mata Aluna.
"Emang masih keliatan ya?" Bukannya menjawab, Aluna justru bertanya balik.

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang