Chapter 13

640 82 85
                                    


Sedih pas liat chap kemaren yg ngevote nggak lebih dari 10.

Jangan sider napa, seenggaknya ngehargain cerita orang dengan sekedar ngevote.

Kalian ngevote aja saya udah seneng banget. Bagi saya kalau semakin banyak yang ngevote tambah buat saya semangat bikin cerita ini.

Jadi vommentnya bisa kali.


>>

Mobil yang tengah Arkan kendarai dengan tiba-tiba berhenti. Aluna yang masih termangu menatap jalanan yang kini tengah diguyur hujan deras, sadar begitu Arkan melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Aluna.

"Lun, Aluna! Udah sampe nih," kata Arkan sambil tersenyum.

Aluna menolehkan kepalanya ke arah Arkan. "Hah, apaan Kan?" tanya Aluna.

"Kita udah sampe di depan rumah lo," jawab Arkan. Ia memencet tombol open seatbell, membalikan badannya, berusaha mengambil sesuatu di deretan jok kedua.

"Eh, udah sampe? Kok cepet banget deh Kan?" tanya Aluna lagi. Tangannya memencet tombol seatbell, setelahnya tangannya ia taruh di atas engsel pintu berniat membuka pintu mobil.

Arkan mencekal pergelangan tangan Aluna, memberhentikan kegiatan Aluna yang ingin membuka pintu.

"Duh Lun, kita itu masih satu komplek sama Haidar. Beda blok doang, dia blok A, kita blok D," jawab Arkan sambil tangan kanannnya menjulurkan sebuah jaket kulit berwarna hitam ke arah Aluna.

Aluna menunjuk ke arah jaket kulit yang dijulurkan oleh Arkan, lalu menatapnya dengan bingung. "Itu apa?"

Arkan menatap Aluna bingung. "Ini? Ini jaket, lo pake gih biar gak kehujanan. Gue gak ada payung, jadi pake jaket aja gapapa kan?"

Aluna menggelengkan kepalanya lemah, lalu menatap Arkan lagi. "Nggak usah Kan, gue kangen hujan-hujanan. BTW makasih loh."

Setelah menutup pintu mobil Arkan, Aluna buru-buru berlari memasuki gerbang rumahnya, mendekati teras rumah, lalu dengan asal melemparkan tasnya. Bukannya masuk ke dalam rumah, Aluna justru kembali ke halaman rumahnya melompat-lompat kegirangan, menginjak-injak kubangan air dengan sengaja, sambil sesekali berputar-putar dengan kedua tangan yang ia rentangkan.

Melakukan hal tersebut membuat Aluna menjadi mengingat seseorang, ya, dia Haidar.

Arkan membuka kaca jendela mobilnya, Arkan yang melihat tingkah lucu Aluna, tertawa kecil, kalau Arkan ingat-ingat lagi, Alunanya masih lah sama, masih sangat suka bermain hujan-hujanan. Tapi--

"Aluna! Jangan main hujan-hujanan, nanti lo sakit!" teriak Arkan dari dalam mobil.

Sedetik, Arkan keluar dari mobil Jeep berwarna hitamnya dengan tergesa-gesa, sambil salah satu tangannya membawa jaket kulit hitam yang tadi ia taruh di atas jok yang Aluna tempati tadi.

Arkan merentangkan jaket kulitnya dengan kedua tangan yang ia rentangkan lebar-lebar lalu berlari ke arah Aluna. Bak seperti payung yang bisa melindungi manusia dari rintik hujan, Arkan melindungi kepalanya dari hujan untuk melindungi kepala lainnya.

"Udah malem, jangan main hujan, gue takut lo sakit." kata Arkan kencang.

Suara teriakan Arkan tidak ada apa-apanya dengan suara miliaran rintik hujan yang kini bertambah deras. Jaket kulit milik Arkan juga kini sudah sangat basah, tidak bisa dipakai untuk melindungi kepalanya.

"HAH?" tanya Aluna, yang sepertinya tidak mendengar teriakan dari Arkan.

Arkan maju sekitaran 3 langkah mendekati Aluna, melempar asal jaket kulit yang kini sudah basah kuyup, dan mendekap Aluna ke dalam pelukannya.

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang