Chapter 14

692 69 78
                                    

Wooyy
Vommentnya bisa kalii


Aluna terbangun di pagi hari, matanya mengerjap beberapa kali, memfokuskan pandangannya yang sedikit memudar.

Aluna pun bangun dari tidur nya, mencoba duduk di atas kasur. Tapi seketika kepalanya berputar, pusing.
Bunyi alarm yang Aluna pakai juga tidak henti-hentinya mengeluarkan suara bising, membuat kepala Aluna bertambah pusing.

Aluna mematikan alarm nya, lalu kembali berbaring, tidur. Baru juga memejamkan matanya, Bunda berseru dari luar kamar, menyuruh Aluna untuk bergegas berangkat ke sekolah. Mengingat hari ini, hari senin.

Bunda berseru di luar kamar Aluna sambil mengetuk pintu kamar Aluna. "Aluna, bangun Lun. Udah siang nanti kamu terlambat."

"Aluna gak sekolah, Bun. Lagi gak enak badan," jawab Aluna sekedarnya, karena lemas untuk mengeluarkan banyak suara.

Bunda membuka pintu kamar Aluna, lalu duduk di tepian kasur Aluna, memegang dahi Aluna, membolak-balikan telapak tangannya itu.

"Demam tinggi. Lagian sih kemaren main hujan-hujanan, kena kan sekarang penyakitnya," Bunda mengoceh sambil mengelus ujung kepala Aluna dengan sayang.

Aluna hanya bisa mengangguk-nganggukan kepalanya, mau menjawab tapi ia terlalu lemas untuk menanggapi perkataan Bunda.

"Yaudah Bunda panggilin dukun dulu, ya," ucap Bunda membuat Aluna melotot kaget.

"Kok dukun sih, Bun. Bunda masih percaya kaya gitu-gituan?" Aluna bertanya dengan suara khas orang sakit.

Bunda terkekeh kecil. "Nggak lah, Lun. Orang sakit percaya aja ya, kalo lagi dibohongin."

"Lagian Bundanya kaya orang serius."

"Nggak lah, Lun. Bunda mau telpon tante Dara dulu suruh ke rumah, meriksa kamu. Yaudah kamu gak usah sekolah, nanti Bunda titip surat dokternya ke Arkan aja, ya," jawab Bunda lalu meninggalkan Aluna untuk istirahat.

Aluna dengan segera menutup kedua matanya, dan berisitrahat, mungkin untuk waktu yang cukup lama.

* * *

Ketukan pintu yang pelan membangunkan Aluna dari tidur nya. Orang yang mengetuk pintu kamar Aluna tadi meminta izin untuk masuk, Aluna mengiyakan permintaan tersebut.

Orang tadi masuk, Aluna sangat mengenal siapa orang itu, itu Tante Dara, Adik dari Ayahnya.

Tante Dara duduk di tepian kasur Aluna, lalu menyapa Aluna hangat. "Kamu bisa sakit juga, Lun. Tante kira kamu gak bisa sakit." Tante Dara membuka suara.

Aluna hanya terkekeh menanggapi ucapan Tante Dara, jujur saja untuk duduk saja rasa pusing di kepalanya bertambah bagaimana berbicara banyak-banyak.

Tante dara mengeluarkan stetoskop dari tasnya, lalu memeriksa detak jantung Aluna, selesai memeriksa detak jantung Aluna, Tante Dara memeriksa tekanan darah Aluna, dan terakhir memeriksa suhu badan Aluna.

"Kamu demam tinggi, Na. kamu habis ngapain emang nya, kok bisa sampe demam tingi?" Tante Dara bertanya tidak sabaran.

Aluna tersenyum. "Cuman hujan-hujanan doang, Tan."

Tante Dara mendecak kecil sambil menggelengkan kepalanya. "Lagian main hujan-hujanan, udah tau cuacanya lagi gak baik. Yaudah ini obatnya, yang ini diminum sebelum makan, yang ini sesudah makan, ya, Lun."

Aluna mengangguk.

"Yaudah, Tante langsung balik ya, ada pasien juga lagi nunggu, cepet sembuh ya, Na," pamit Tante Dara mengelus ujung kepala Aluna, lalu pergi.

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang