9

275 14 0
                                    


"Ko, nonton basket yuk?" Ajak Dira.

"Tiketnya emang berapaan? Jam berapa?" beberapa pertanyaan terlontar begitu saja membuat Dira hanya melongo.

"7 ribu doang Ko, jam 5an lah. Mau yaa?" Ajaknya lagi.

"Yaelah Dir, gapunya duit gue, lagian sore banget sih mana boleh deh gue." Ucapku jujur.

Tiba – tiba tangan lelaki yang ku kenal berada tepat didepan mataku. Dia mengulurkan secarik kertas berukuran kecil.

"Nih" ujarnya membuat aku menoleh untuk memastikan bahwa ini benar tangan lelaki itu.

"Nonton gua tanding ya? Final nih." Sambung Bevan lagi. Aku menerima tiket yang diberikan Bevan, membuat Dira dan beberapa pasang mata menatap kami.

"Gak dibolehin Van." Ucapku lesu.

Bevan kemudian tersenyum miring lalu meminta nomor ponsel ibuku.

"Buat apa sih?" tanyaku penasaran sambil memberinya nomor ponsel ibuku.

"Halo Tante, iya ini saya temannya Keiko... saya Bevan Tante." Ucap Bevan sukses membuat aku dan Dira kaget.

"Jadi gini Tante, saya mau minta izin dari Tante... Keiko nya boleh pulang sore gak Tan? Eh iya Tan, soalnya saya ada pertandingan basket gitu deh trus saya minta Keiko nonton saya, final gitu sih Tan, boleh gak Tan?" tanya Bevan kepada mamaku.

"Iya Tan tenang aja nanti sebelum pulang saya ajak makan dulu, oh gampang Tan pulangnya dianter saya kok." Tak lama senyum Bevan mengembang.

"Iya Tan pasti saya jagain, makasih banyak ya Tan."

Bevan telah selesai menelpon mamaku. Dia mendapatkan izin dengan mudah dari mama. Bevan sukses membuat aku kaget.

"Tuh boleh kata mama tapi pulangnya gue yang anter ya? Kita makan dulu, takut maag lu kambuh." Ucap Bevan lembut.

Apa katanya 'mama'? sejak kapan? Bevan ya ampun. Pipiku memanas seketika akibat ucapannya. Aku menjawab pertanyaan Bevan hanya dengan anggukan dan senyuman. Membuat lelaki jangkung itu berteriak 'Yes' dan melompat – lompat.

Fallen dengan segera menempeleng kepala lelaki itu begitu sadar semua orang di koridor memusatkan perhatiannya kepada kami. Pipi Bevan memerah membuktikan bahwa ia sedang merasa malu. Dira yang melihat tingkah kami hanya tertawa kecil. Memang pemandangan yang aneh bukan, seorang Bevan dan seorang Keiko bisa akrab seperti ini.

***

Aku turun dari mobil bersama Dira, setelah dia menjemputku dari rumah tentunya karena hari ini aku membawa mobil juga. Aku hanya mengenakan kaos berwarna hitam bertuliskan 'Black is my happy color' dan celana jeans biru tua yang sesuai dengan dresscode penonton dari sekolahku. Rambutku hanya aku kuncir kuda seperti biasa.

Aku dan Dira berjalan beriringan masuk kedalam gelanggang olahraga. Riuh suara penonton memenuhi indera pendengaranku.

Tidak lama kemudian, Bevan datang bersama Fallen menghampiri aku dan Dira.

"Dateng juga lu" seru Bevan sambil mencubit pipiku. Yang dicubit hanya mengaduh kesakitan.

"Ekhm" suara batuk Dira dibuat – buat.

"Serasa dunia milik berdua ya." Kali ini Fallen ikut meledek aku dan Bevan.

Aku dan Bevan hanya tertawa kecil.

"Van, lo udah dipanggil tuh." Seru Fallen sambil menunjuk kearah pelatih Bevan.

"Yaelah, gue kesana yaa." Ucap Bevan pada kami bertiga.

Something Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang