10

233 12 3
                                    

*Keiko prov*

Badanku remuk. Beruntung hari ini adalah hari Minggu. Rasanya aku pegal – pegal akibat kemarin. Tapi, tak apalah jika semuanya terbayar dengan indah kemarin.

"Kei, udah bangun sayang?" seru mama. Aku hanya mengangguk.

"Tadi malam Bevan kesini, dia yang gengdong kamu kesini. Katanya gak tega kalau bangunin kamu. Dia anaknya baik banget ya Kei?" tutur mama.

Aku kaget mendengarnya. Aku baru ingat bahwa semalam aku tertidur dimobil Bevan. Sebegitunya kah Bevan yang tak mau menggangguku? Tanpa sadar aku tersenyum membayangkannya.

***

Minggu sore. Waktu yang selalu aku tunggu. Entah kenapa aku sangat suka bila hari Mingguku, aku habiskan ditaman.

Seperti biasa, aku duduk diayunan hijau dan membaca novel. Tanpa perlu waktu yang lama, aku sudah hanyut bersama bacaan novel. Hingga, satu bulir air menetes mengenai bukuku. Aku buru – buru menutup bukuku dan melihat ke awan. Pantas saja mendung, pikirku.

Aku segera berlalu ke sebuah saung kecil yang disediakan oleh taman ini. Tak lama hujan deras turun dengan cepat. Suara deruman motor yang kukenal mulai memasuki indera pendengaranku. Motor iu berhenti disisi taman. Si pengendara segera berlari ke arah saung tempatku berteduh.

Ya, lelaki itu Bevan.

"Van?" seruku memastikan lelaki itu adalah Bevan.

"Eh Kei, rutinitas ya?" tanyanya dan menghasilkan anggukan dariku.

Bevan kemudian duduk disampingku. Matanya terlihat kosong. Dia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Van? Mau cerita?" tanyaku.

"Gimana kalau tiba – tiba orang yang lu sayang pergi ninggalin lu?" Bevan bertanya sambil menatap kedua mataku.

Secara tidak langsung ada rasa yang aneh dalam diri ini. Apa katanya? Orang yang dia sayang? Tuhan, aku pikir selama ini? Oke, Keiko tenang Keiko tenang.

"Emangnya kenapa Van?" tanyaku.

Terdengar hembusan nafas dari Bevan.

"Orang tua gue Kei, mereka mau pindah ke Sulawesi."

Lega. Entahlah sekarang aku merasa bodoh karena telah berpikir yang macam – macam. Lagipula, aku tidak perlu merasa cemas aku dan Bevan kan hanya berteman.

"Van, are you okay?" tanyaku meski aku tau jawabannya.

"Gak ada orang yang baik – baik aja pas mereka ditinggal sama orang yang mereka sayang Kei." Suara Bevan tedengar bergetar.

"Van, denger yah kadang, lu harus ngelepas beban. Lu tau? Kadang langit pun melepas beban disaat mereka gak mampu lagi buat nahan. Same with you , Van." Ujarku.

Bevan menatapku lembut. Meskipun demikian, aku tetap bisa menangkap aura kesedihan yang dipancarkannya.

Tangan Bevan menyentuh tangan milikku. Aku hanya diam tanpa membalas genggamannya.

"Izinin sekali aja Kei." Pintanya.

Aku mengizinkannya. Entah kenapa aku tak bisa menolaknya. Matanya membuat aku ingin terus berada didekatnya. Aku membalas genggamannya, berusaha mentrasfer kehangatan yang aku punya.

Bevan bersandar dibahuku. Matanya mulai basah. Aku mengeratkan genggaman kami dan membiarkan kepala Bevan bersandar pada bahuku.

Dua menit berlalu.

Bevan kembali dengan posisi awalnya. Aku melepas genggaman kami. Ku rasa dia sudah mulai membaik.

"Makasih Kei." Ujarnya tulus. Aku hanya tersenyum.

"Kei, kemaren mama nanyain kamu. Katanya dia pengen kenal sama kamu." Ucapnya membuatku kaget.

"Serius Van? Kok bisa?" tanyaku tak percaya.

"Ya serius lah Kei, besok ada janji?" tanya Bevan.

"Besok ya? Enggak tuh Van." Ucapku yakin.

"Nah bagus, besok kan kita pulang cepet gara – gara guru rapat, jadiii besok kamu kerumah ya?" tawarnya.

"Please Kei, mama nanyain kamu, setidaknya kalian harus ketemu sebelum dia pindah." Ucap Bevan memohon dan aku mengganggukan kepalaku.

Entahmengapa aku tak bisa menolak ajakannya. Mama Bevan nanyain aku? Mama Bevanngajak ketemu? Ah rasanya aku ingin terbang saat mengetahui hal itu.curb

Something Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang