PROLOG
***
Mulmedia : Sheila Alexander
***
Nama gue Sheila Alexander. Anak tunggal dari pengusaha terkenal, Abraham Alexander dan model yang juga cukup terkenal di berbagai jenis majalah, Agustine Alice. Gue sekolah di SMA Indrapura. Sekolah yang cukup terkenal dan gue sekarang duduk kelas sepuluh.
Gue bukan tipikal cewek yang rajin atau pintar, tapi seenggaknya gue nggak lemot-lemot amat. Gue juga bukan cewek yang suka dengan namanya riasan, dandan, baju panjang-panjang, sama sepatu tinggi-tinggi. Itu bukan dunia gue. Gue lebih suka pakai celana pensil, kaos longgar atau nggak jaket. Bahkan, kalau sekolah boleh ngizini pakai celana, pasti gue dengan sigap ngelakuin itu semua dengan sepenuh hati.
Hah, hidup gue nggak seenak kata orang. Oke, papa gue sibuk sama urusannya yang sering meeting-meeting yang menurut gue nggak jelas itu. Mama juga tidak jauh dengan papa. Suka sama dunianya sendiri tanpa peduliin gue. Mereka egois.
Hem, gue dikenal sebagai tukang rusuh di sekolah. Bahkan gue diberi julukan ‘bad girl’. Yah, gue sih lebih milih nggak acuh. Karena, sikap kepedulian gue itu minus banget. Gue orangnya nggak liar amat kok, gue masih nurut sama aturan yang namanya ngerjain tugas. Walaupun gue pemalas, tapi terkadang gue ada kok belajar. Percaya deh.
Gue punya sahabat sejak SMP, dia itu lumayan cantik, cerewet, pintar, sama dia itu cewek banget. Makanya, anak-anak di sekolah sering liatin kami berdua dengan tatapan sinis, but, i’m enjoy. Oia, namanya Olive Victoria. Olive juga terkenal karena ia pernah mengikuti Olimpiade Sains dan menang. Huh, memang ada garis perbedaan yang sangat jauh di antara kami.
Coba gue, gue terkenal karena bad-nya. Sedangkan Olive karena kepintaran dan kebaikannya. Hem, gue juga pernah tuh, nantang kakak kelas gegara bikin Olive nangis. Satu lagi sifat Olive, dia itu polos, polos banget. Oke, balik ke cerita. Jadi, gue datangi tuh cowok sok kecakepan. Gue tangtang dia balap, dan akhirnya gue menang. Sejak itu, tuh manusia segan sama gue. Percaya nggak lu?
Gue juga punya musuh di sekolah, yaitu senior gue sendiri dan dia seorang ketua OSIS di sekolah. Namanya Adam Raihan. Cowok manis tapi nggak tampan, kok. Terus katanya pintar, dingin, dan bagi gue itu adalah opini umum. Huh, emang kalau dia dingin kayak kutub, dia bakalan terlihat keren apa? Hah, muka tembok gitu aja sok.
Oke, ini entah hari keberapa gue ke sekolah. Gue menulusuri koridor sekolah dengan sepatu roda gue. Karena, hari masih pagi banget, jadi koridor belum dipenuhi dengan manusia-manusia yang berguna.
Awalnya, gue masih dengan kecepatan normal dengan sepatu roda yang gue pakai. Sangkin keasyikannya, gue nambah deh kecepatannya. Melebihi kecepatan tornado. Yang ini nggak usah dipercaya.
‘Huuh, segarnya pagi ini’ gumam gue pelan.
Dan tiba-tiba, seorang cowok melintas dengan tampang sok keren. Awalnya gue mau ngerem, tapi masalah kembali muncul. Sepatu gue nggak bisa direm. Dan ini sangat bahagia, eh bahaya.
“WEEEI, AWAAAS LUU!” Teriak gue karena jarak di antara kami hanya tinggal empat meter lagi. Seakan tuli, ia tidak menggubris teriakan gue.
“SEPATU RODA GUE NGGAK BISA DI REM, MINGGIR LO COWOK!!!” Teriak gue sekali lagi.
Bukannya menghindar, cowok itu hanya mematung dan menaikan sebelah alisnya.
Dan, BRUUUK.
Hal yang diperkirakan terjadi pun akhirnya menimpa gue. Gue ngerasa gue lagi berbaring di dada tuh cowok. Dadanya emang lebar, jadi dengan kepala yang sedikit sakit, gue mencoba membuka mata gue.
Tiga detik berlalu, gue baru sepenuhnya sadar. Gue buru-buru bangun dan segera melepaskan sepatu roda gue. Cowok itu langsung berdiri dan menanggalkan headset-nya, yang ternyata itu penyebabnya tuli.
Setelah gue lepas benda yang mengimpit kaki gue, gue langsung berdiri di hadapannya dengan wajah kesal sekesalnya.
“Lo tuh jadi orang tuli apa? Gue udah capek-capek teriak juga!!” Hardik gue langsung. Namun, tuh cowok hanya menyunggingkan senyuman miringnya.
“Bukannya minta maaf malah marah,” kata cowok itu dengan datar.
‘Sumpah, ada cangkul nggak sih. Biar gue gorok nih cowok,’ batin gue muak dan ngawur.
“Lo yang salah bodoh, orang udah ngasih isyarat biar minggir, malah bengong kayak cindai. Pake sok senyum pulak lagi, modus lo ya. Hah, ini namanya ketua OSIS yang bijaksana itu. Yang pandai modusin anak cewek. Iya?” Ujar gue masih dengan nada marah.
Cowok itu hanya tersenyum kecut dan memperhatikan gue dengan tatapan iba. Emang gue pengemis apa?
“Pakai bilang gue bodoh pulak lagi. Minggir, gue mau lewat,” katanya dengan ekspresi cool-nya.
Dengan sigap, gue pegang lengan cowok itu dengan kuat. Entah apa penyebab gue ngalangin tuh cowok jalan, tapi gue pegang aja tuh lengan.
“Auuw,” pekik cowok itu yang membuat gue sedikit terkejut. Gue langsung menyatukan alis dan menatap wajahnya yang kesakitan.
“Lo kenapa?” Tanya gue sedikit khawatir dan melepaskan tangan gue dari lengannya.
“Nggak usah pegang-pegang,” ucap cowok itu selanjutnya dan berlalu seperti angin.
Gue hanya menatap punggungnya yang perlahan menghilang. Gue mematung di tempat gue sendiri dengan mulut yang sedikit menganga. Gue diam dan pikiran gue melayang.
Lima detik selanjutnya, gue natap ke arah tempat kami jatuh tadi. Ada batu agak besar di sana. Sontak, gue menjatuhkan sepatu roda yang gue genggam sedari tadi. Wajah gue berubah menjadi pucat seketika.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Girl Romance
Teen FictionSheila hidup dalam keluarga yang ia rasakan tidak humoris. Papa dan Mama Sheila sering kali bertikai, yang menyebabkannya dediksi. Hingga suatu hari, perusahaan yang dijalani Papa Sheila terancam bangkrut dan membutuhkan modal yang sangat besar. Su...