[3]

10K 499 1
                                    

BAGIAN TIGA

Aku sedang berusaha menepis sesuatu. Dengan bodohnya, aku membuat sandiwara palsu tanpa memperdulikan hatiku dan kenyataan kalau sebenarnya aku mulai menyukaimu.

***

Siang itu terik. Matahari memberikan cahaya yang memanas. Sheila dan Olive duduk-duduk di taman belakang sekolah sambil mengibaskan tangannya ke udara. Tatapannya mulai mencari pemandangan yang enak untuk dilihat.

Sekolah mulai menyepi, sedangkan mereka berdua memilih untuk bersantai sejenak untuk menenangkan pikiran. Karena pelajaran terakhir sekolah tadi adalah matematika, maka dari itu, pikiran Sheila dan Olive mulai memanas seperti matahari.

“Shel, lo masih serius dengan ucapan lo?” Tanya Olive disepersekian detik dengan tatapan masih tidak yakin.

“Gue nggak punya pilihan,” jawab Sheila seadanya.

“Terus, kalau nanti akhirnya lo suka kayak mana?”

“Nggak bakal. Udahlah Liv, gue bosan bahas dia mulu,” keluh Sheila sambil memijat pelipisnya yang terasa penat.

“Oke, gue minta maaf. Hem, jadi lo kayak mana dekati Kak Adam?

“Lo lihat aja besok. Karena, mulai besok gue bakal ngelakuinnya!” Ucap Sheila sambil tersenyum miring.

***

Suara bel masuk menggema di sekolah Indrapura. Murid-murid berburu masuk ke kelasnya masing-masing. Adam, Joni dan Kevin pun begitu. Saat mereka tiba di kelasnya, Misyel dan Michel datang setelah beberapa detik terlewati.

“Hai Dam,” sapa Misyel yang hanya dibalas angguka dan senyuman tipis oleh Adam.

“Jon, lo mau nggak nemeni gue?” tanya Michel menghadap belakang.

Memang, Misyel dan Michel duduk dibarisan nomor dua dan paling depan. Sedangkan Joni dan Adam sebangku di belakang Misyel dan Michel, dan Kevin duduk dengan Andre, ketua kelas.

“Kemana?” tanya Joni antusias.

“Ke Toko Buku. Gue mau beli novel baru. Mau ya, Jon.” kata Michel sambil mendekapkan telapak tangannya memohon.

“Iya, nanti pas pulang sekolah, ya!” Jawab Joni dengan senyuman simpul.

“Yah, jadi gue pulang sendiri?” Misyel berkata sambil mengerutkan keningnya.

“Kan ada Adam,” ucap Joni santai.

“Dam, lo mau nggak antarin gue pulang?” tanya Misyel bersungut-sungut. Adam hanya menatapnya datar.

“Dam?” panggil Misyel.

“Lihat aja nanti,” akhirnya Adam menjawabnya, walaupun tak pasti.

“Oke.” Misyel memamerkan jari jempolnya ke udara.

***

Bel istirahat berbunyi. Sheila dan Olive menuju ke kantin sekolah. Mereka memesan dua es teh dan sepiring somay yang diberi saus kacang, seperti biasanya.
Mereka pun memilih untuk makan di meja pojokan. Karena, suasanya agak nyaman dan mengurangi keributan yang dilakukan para Siswa.

Dari kejauhan, Adam dan kawan-kawannya juga ikutan membeli makanan. Mata Adam dan Sheila sempat bertabrakan, namun, keduanya hanya memasang wajah datar.
Adam dan kawan-kawannya duduk tak jauh dari posisi Sheila. Hanya terpisah dengan dengan tiga meja yang ada dihadapannya, atau kurang lebih hanya berjarak lima meter.

Misyel dari tempatnya mulai tersenyum jahat mengarah Sheila. Awalnya Sheila membalas senyuman itu dengan tatapan sinis, namun semakin lama, hatinya tak tahan. Ia pun berencana melakukan aksi pertamanya.

Sheila pun bangkit dari tempat duduknya. Ia meninggalkan Olive dan menyuruhnya untuk memperhatikan sikapnya kali ini. Sheila berjalan perlahan menuju meja Adam. Dan mungkin itu adalah bagian dari aksinya, Sheila jatuh tepat di samping Adam.

Orang yang berada di meja Adam sedikit terkejut melihat Sang Badgirl jatuh di kantin. Adam tidak langsung menolongnya, ia menatap Sheila yang malang. Dan dua detik kemudian, kantin yang penuh dengan orang, langsung tertawa melihat Sheila.

Sheila ditertawakan habis-habisan oleh semua orang, termasuk Misyel. Misyel menganggap ini adalah senjata receh.

Untuk detik selanjutnya, Adam masih diam tak berkutik. Sheila meringis agak kesakitan dan Olive hanya menatapnya dari kejauhan. Tanpa segan, Kevin beranjak dari kursinya dan segera mengangkat badan Sheila.

Saat Kevin ingin membawa Sheila ke UKS, tawa yang tadinya pecah pelan-pelan mulai meredup. Kevin membopong Sheila tanpa rasa ragu. Adam hanya menatap kedua punggung itu yang mulai menjauh.

Kenapa?’ batin Adam kemudian.

***

“Makasih ya, Kak.” ucap Sheila saat Kevin meletakkannya di kasur.

“Kaki lo nggak kenapa-kenapa?” Tanya Kevin dengan nada sedikit khawatir yang diiringi senyuman tipis.

“Hem, kayaknya cuma keseleo, Kak.” Jawab Sheila dan memerhatikan kakinya yang sedikit sakit.

“Tunggu dulu, biar gue ambil balsem.”

Kevin segera mencari keberadaan cream itu di kotak P3K.

Kok gue jadi kalem gini?’ batin Sheila bingung. “Eh, iya, Kak.” jawab Sheila pelan.
Sesaat, Kevin membawa obat cariannya dan segera mengoleskan ke kaki Sheila. Ia memberi pejitan pelan dengan wajah yang masih sedikit khawatir.

Apa maksudnya?

Pikiran Sheila melayang. Rasa malu yang mendalam setelah kejadian tadi merebak ke relung hatinya. Ini bukanlah sebuah lelucon. Ini adalah sebuah tragedi mengenaskan. Seharusnya, Sheila memikirkan dengan sangat matang tentang rencananya. Ini bukanlah hal yang baik. Sheila bodoh.

“Udah, lo nggak usah takut. Lo nggak bakal diejek sama mereka, kok. Lo kan kecelakaan,” ucap Kevin yang seakan bisa membaca pikiran Sheila.

“Dan lo nggak usah ngira gue perhatian sama lo, gue cuma mau beramal,” tambah Kevin sambil terkekeh sendiri.

Sumpah, nggak nanya, kak.’ batin Sheila mendengus.

“Shel, lo nggak apa-apa kan?” Tiba-tiba di ambang pintu, Olive berdiri dengan wajah yang sedikit khawatir.

“Dia nggak kenapa-kenapa, gue pergi dulu,” seru Kevin dan berlalu.

Olive masuk dan memperhatikan kaki Sheila yang terluka.

“Gue nggak apa-apa. Kok lo telat datangnya?” Tanya Sheila datar.

“Yang terpenting lo nggak apa-apa. SheL, lo masih mau lanjut?” Tanya Olive balik.

Sheila tidak memberi jawaban. Ia hanya menatap nanar kakinya, memikirkan hal yang lebih buruk akan terjadi padanya, jika ia tetap melakukannya.

“Sheila?” Panggil Olive.

“Gue nggak tau juga,” jawab Sheila pasrah dan menutup matanya.

***

My Bad Girl RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang