Bagian Tiga Puluh Satu
***
Adam menepikan mobil hitam yang dibawanya. Setelah beberapa menit dalam perjalanan, Adam membawa Sheila ke salah satu taman yang berada di sudut kota. Taman itu lumayan luas, membuat Adam bisa memilih tempat yang nyaman untuk keduanya.
Dulu, Adam pertama kali dibawa ke sini bersama Joni dan Kevin. Maka dari itu, sekarang taman ini menjadi tempat kesukaan Adam. Sekalian untuk mengenang masa-masa dirinya bersama Joni.
Adam keluar duluan dari mobilnya. Kemudian disusul oleh Sheila.
Ada jalanan aspal yang luas dan sisi kiri dan kanannya di kelilingi pohon berukuran sedang. Biasanya ini dijadikan tempat untuk maraton pagi atau sekedar lari santai oleh masyarakat sekitar. Dan sekarang, hanya ada beberapa orang yang lalu-lalang yang ada di taman ini.
Adam memilih untuk berjalan duluan membuat Sheila mau tidak mau harus mengekorinya dari belakang. Adam masih terus berjalan tanpa memperdulikan Sheila di belakang. Bahkan, untuk meliriknya dari ekor mata Adam, Adam tidak melakukannya. Sheila hanya tersenyum kecut dari belakang, sambil terus mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Adam pada David.
Sudah sepuluh menit mereka berdua terus berjalan tanpa ada yang membuka suara. Kaki Sheila sudah lelah untuk terus mengikuti Adam dari belakang.
Sheila memilih berhenti.
Saat jarak antara dirinya dengan Adam sudah bisa dikatakan tidak dekat lagi, Sheila mendesah keras.
"ADAM!" Panggil Sheila dengan nada suara yang ditinggikannya. Supaya Adam bisa dengar. Begitu pikirnya.
Mendengar namanya dipanggil, Adam menghentikan langkahnya tanpa berbalik. Ia masih terus memunggungi Sheila. Sheila kesal. Sheila juga bingung harus melakukan apa selanjutnya.
Sheila menarik udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya. Sheila memberanikan diri untuk berjalan ke arah Adam.
Sedikit berlari untuk mempercepat waktu, Sheila langsung memeluk Adam dari belakang. Sheila mengeratkan lengannya di pinggang Adam dan menyandarkan kepalanya di punggung Adam. Ini adalah hal yang paling mendebarkan bagi Sheila. Jantungnya masih tidak bisa diajak kompromi agar tidak berdetak lebih cepat.
"I know. What's wrong me? I really know. Gue benar-benar nggak tau, apa yang harus gue lakuin sekarang. Gue.. gue sadar atas kesalahan yang pernah gue lakuin. Gue mau dengar dari lo secara langsung. Apa lo bakal maafin gue?" Seru Sheila dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi.
Sedangkan Adam, hanya diam tidak memberi jawaban.
"Oke. Lo masih bisa marah sama gue. Lo masih bisa sesukan lo buat benci sama gue. Lo boleh ngelakuin itu semua. Tapi.." Ucapan Sheila terhenti karena ia sudah menangis pelan di punggung Adam. "Tapi sekarang gue benar-benar jatuh cinta sama lo." Tambah Sheila.
"Kasih gue kesempatan lagi, Dam. Buat mencintai lo, buat bersama lo, dan buat segalanya, Dam." Sheila semakin menangis, membuat Adam pelan-pelan mulai luluh. Ia benar-benar tidak kuat jika harus membiarkan Sheila, gadis yang juga dicintainya, menangis seperti ini.
Adam membalikan badannya dan menatap Sheila yang sudah menunduk. Adam tersenyum sambil mengangkat dagu Sheila. Sheila akhirnya mendongak.
'Jangan dilihatin. Gue jelek kalo lagi nangis,' batin Sheila histeris dalam hatinya.
Adam mengusap air mata Sheila yang jatuh dengan jarinya. "Don't cry," ucap Adam lembut.
"Apapun hal yang udah terjadi sama kita, kita harus lupain apa yang membuat kita terluka. Jangan berusaha mengingat atau mengenangnya." Kata Adam membuat Sheila tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Girl Romance
Ficção AdolescenteSheila hidup dalam keluarga yang ia rasakan tidak humoris. Papa dan Mama Sheila sering kali bertikai, yang menyebabkannya dediksi. Hingga suatu hari, perusahaan yang dijalani Papa Sheila terancam bangkrut dan membutuhkan modal yang sangat besar. Su...