***
BAGIAN DUA BELAS
***
Bel tanda pelajaran telah usai telah berbunyi. Sheila meletakan beberapa buku di laci dan sisanya dibawa pulang. Begitupun Olive. Merasa semua telah selesai, perasaan Sheila berubah menjadi was-was dan khawatir.
“Pulang bareng yuk Liv?” ajak Sheila yang langsung dijawab anggukan dari Olive. Menunggu Olive bersiap-siap, Sheila hanya berdiri sambil mendekapkan kedua tangan ke dadanya.
“Yuk!” Olive mengapit lengan Sheila lalu berjalan keluar.
Di sepanjang koridor, Sheila sudah berusaha untuk menghilangkan kecemasannya, namun selalu gagal. Pandangan Sheila hanya kosong dan pikirannya bercabang-cabang.
“Sebentar,” ucap Sheila dan menghentikan langkah kakinya. Olive menyatukan alisnya ke arah Sheila sambil bertanya-tanya.
“Apa?”
“Gue, hm.. gue ke kamar dulu ya,” ujar Sheila sedikit gugup.
“Hem, mau gue temenin?” tawar Olive.
“Nggak usah, gue sendiri aja. Lo tunggu aja entaran ya,” tolak Sheila. “ehk, lo ikut aja deh,” ralatnya sambil cengengesan.
“Eh labil!” Olive memutar bola matanya dengan sedikit kesal.
Sheila dan Olive pun memutar badan untuk segera ke kamar mandi. Memang benar, saat ini Sheila sangat kebelet buang air. Dengan langkah yang sedikit cepat, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
“Tunggu sini aja ya,” ujar Olive.
“Oh, yaudah. Gue masuk duluan,” Sheila pun memasuki ruangan yang cukup besar itu. Kemudian menyelesaikan yang diinginkannya.
Setelah lega, Sheila berjalan ke arah cermin dengan ukuran yang lebar. Di sana, ia mendapatkan pantulan dirinya yang sangat menyedihkan. Raut wajahnya tidak pernah seceria dulu dan di saat bersama Adam. Senyuman lebarnya jarang sekali terbentuk di bibirnya. Perasaan dan emosinya selalu berubah-ubah. Segalanya serba salah.
Rambut panjangnya yang tergerai membuatnya tersenyum miring.
‘Sejak kapan gue suka sama model rambut kayak gini,’ batinnya sambil tertawa kecut.
Lalu, pandangannya ke arah pergelangan tangan dan bagian bawah kakinya.‘Dan dimana gelang-gelang yang selalu gue banggakan? Sekarang cuma ada jam tangan mungil. Dan sejak kapan juga kaus kaki sama sepatu gue serapi dan sebersih ini?’ lagi-lagi ia hanya berbicara akan penampilanya sendiri.
“Apa Kak Adam membawa perubahan yang baik bagi gue?” Tanya Sheila pada pantulannya sendiri di kaca sembari melihat cara ia berbicara.
Sheila menarik napas dan membuangnya dengan berat. Setidaknya, hal itu mengurangi sedikit demi sedikit perasaan cemasnya. Kemudian tersenyum simpul.
Saat Sheila berbalik arah, tak sengaja matanya menangkap sesuatu di samping westafel. Ia mengarahkan kembali ke benda yang ia lihat. Matanya langsung membulat setelah mendapati flasdisk di sana. Dengan cepat ia mengambil benda itu dan memperhatikannya secara detail.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Girl Romance
Teen FictionSheila hidup dalam keluarga yang ia rasakan tidak humoris. Papa dan Mama Sheila sering kali bertikai, yang menyebabkannya dediksi. Hingga suatu hari, perusahaan yang dijalani Papa Sheila terancam bangkrut dan membutuhkan modal yang sangat besar. Su...