BAGIAN DUA PULUH TUJUH
***
Sheila sudah bersiap-siap untuk ke sekolah. Walau keadaannya sekarang benar-benar tidak baik, namun Sheila tetap memaksanya. Karena, ia pasti sudah banyak ketinggalan pelajaran dan Olive pasti akan khawatir akan keadaannya. Belum lagi, pesan dan panggilan telepon dari Olive yang berulang kali menghampiri ponsel Sheila.
Sheila mengambil tasnya dan menuruni anak tangga rumahnya. Saat itu juga, ia mendapatkan Abraham sudah duduk manis di meja makan sembari menyesap tehnya dengan koran yang berada di kedua tangannya dan Agustine sedang menuangkan nasi goreng buatannya ke piring.
Senyum Agustine merekah saat melihat Sheila sedang berdiri di pinggiran anak tangga. Di detik selanjutnya, Agustine memanggil Sheila dengan lembut yang membuat Sheila tadinya diam mematung, menoleh ke arah Agustine.
"Shel sini?"
"Eh... iya, Ma." Jawab Sheila cepat dan mulai mendekati meja makan itu.
"Kamu sarapan dulu baru berangkat sekolah," kata Agustine setelah Sheila mendaratkan bokoknya ke kursi meja makan. Sheila mengangguk patuh.
"Nanti papa yang ngantarin," seru Abraham tiba-tiba, membuat Sheila hampir tersedak saat meminum susu putih yang dibuat Agustine.
"Apa Pa?" Sheila tidak percaya dengan ucapan Abraham barusan.
"Nanti papa antar. Enggak salah kan?" Tanya Abraham dan Sheila menyatukan alisnya.
"Tapi Sheila kan udah besar. Kenapa harus diantar? Biasanya—"
Abraham menghela napasnya. "Iya, itu kan biasanya. Mulai sekarang, kita akan ulang dari awal. Kita sama-sama mulai dari nol." Potong Abraham.
Sheila terharu mendengarnya.
"Mama juga udah selesai dengan kontrak pekerjaan mama. Jadi, mulai sekarang mama akan jadi seorang Ibu yang Sheila inginkan." Ucap Agustine.
Sheila tidak bisa menahannya lagi. Ia langsung memeluk Agustine dengan hangat.
"Makasih Ma.." kata Sheila haru.
Walau Sheila sudah menunggu terlalu lama, akhirnya keluarga yang ia harapkan kembali lagi. Berharap tidak ada kata terlambat untuk kali ini.
***
Saat Sheila berjalan di sepanjang koridor, para siswi sibuk menatapnya dengan sinis dan berbisik-bisik membicarakan Sheila.
"Itu cewek badgirl yang udah jadikan Kak Adam taruhan kan?"
"Iih, dia udah balek dari luar negri? Gue pikir dia bakal netap di sana."
"Mana sih harga dirinya? Kok bisa dia dengan santai datang ke sekolah lagi?"
Dan bla-bla-bla. Anehnya, entah kenapa suara bisikan para siswi itu sampai terdengar oleh daun telinga Sheila. Suara mereka yang kekerasan saat berbisik atau pendengaran Sheila yang tajam?
Entahlah. Namun sekarang, tangan Sheila sudah siap untuk melayangkan tamparan pada siswi itu satu-satu. Tapi niatnya gagal saat Olive sudah berlari dari arah belakang ke arah Sheila dan berusaha berdiri sejajar dengan dirinya.
Saat berhasil, Olive langsung mengapit lengan Sheila dan napasnya tersengal-sengal.
"Pagi-pagi lo udah buat gue olahraga tau!" Dengus Olive sedikit kesal dan selebihnya becanda.
"Iiih.. gue nggak ada nyuruh ya?" Ucap Sheila sambil tersenyum samar-samar.
Olive akhirnya terkekeh sendiri. "Gimana perjalanan lo? Kenapa tadi malam gue nggak dapat respon dari pesan dan telepon gue?" Tanya Olive yang membuat Sheila memutar kedua bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Girl Romance
Teen FictionSheila hidup dalam keluarga yang ia rasakan tidak humoris. Papa dan Mama Sheila sering kali bertikai, yang menyebabkannya dediksi. Hingga suatu hari, perusahaan yang dijalani Papa Sheila terancam bangkrut dan membutuhkan modal yang sangat besar. Su...