[20]

2.3K 121 0
                                    

BAGIAN DUA PULUH

***

Sheila duduk termenung di teras rumahnya. Pelipisnya terasa penat, sesekali tangan Sheila memijat bagian itu. Selain duduk sambil melamun, ia sedang menunggu Olive, sahabat karibnya. Karena, beberapa menit yang lalu Olive memberitahu bahwa ia akan mengantar Sheila ke Bandara.

Matanya juga sembab karena tangisnnya benar-benar pecah saat Adam meninggalkannya. Bibir kecil Sheila juga masih sedikit bergetar dan wajahnya memerah.

Olive turun dari taksi yang ditumpanginya dan langsung berlari memasuki perkarangan rumah Sheila. Olive begitu khawatir saat melihat keadaan Sheila yang memburuk.

Pasti terjadi sesuatu. Batin Olive menerka.

“Shel, lo nggak apa-apa?” Olive memegang kedua pundak Sheila dan berusaha menatap iris Sheila. Sheila menggeleng ragu.

Olive tersenyum kecil dan membawa Sheila ke dalam pelukannya.

“Kita bisa berangkat sekarang?” tanya Sheila pelan dan Olive mengangguk dengan mantap.

***

Olive memeluk Sheila untuk ke tiga kalinya saat mereka sudah sampai di Bandara. Sebenarnya, mata Olive sudah berkaca-kaca sejak di taksi. Namun seberusaha mungkin Olive menahan air di pelupuk matanya agar tidak jatuh.

“Lo jaga diri ya. Jangan sampai lupa ngabarin gue, Shel.” kata Olive lembut. Sheila mengelus punggung Olive sambil mengangguk mengerti.

“Oh iya,” Olive melepaskan pelukannya. “pulang dari sana jangan lupa bawain gue oleh-oleh sama cogan ya. Gue bosan sendiri mulu,” ucap Olive membuat Sheila terkekeh.

“Oke.” Keduanya tertawa pelan.

“Sekarang gue pergi ya. Jangan pernah berusaha untuk mencari sahabat yang lebih baik dari gue. Gue bakal ngambek sama lo selamanya..” ujar Sheila dan berjalan meninggalkan Olive.

Olive masih tertawa dan mulai melambaikan tangannya ke udara, Sheila juga melakukan hal yang sama. Saat Sheila semakin jauh dan punggungnya tidak terlihat lagi, saat itu juga Olive kembali pulang ke rumahnya.

Can you forget me? Batin Adam dari kejauhan.

***

Sejak Adam menemui Sheila di rumahnya, Adam merasa salah sendiri telah mengatakan kata-kata menyakitkan untuk Sheila. Adam menepikan mobil yang dikendarainya dan berusaha meluapkan kekesalannya sebentar.

Sejauh apapun lo pergi atau seburuk apapun kelakuan lo, gue harap setidaknya sedikit saja lo akan ngerasa yang namanya menyesal.

Adam mengacak rambutnya frustasi. Napasnya pun tidak teratur. Adam akhirnya memilih untuk memutar kembali mobilnya. Dari jarak yang cukup jauh, namun kedua bola mata Adam masih bisa melihat objek Sheila walaupun tidak terlalu jelas.

Sheila tampak tak bersemangat dan mematung di tempat duduknya. Rasa sesak semakin memenuhi dadanya. Adam memutuskan bahwa ia akan tetap melihat Sheila sampai ke Bandara, walaupun dari kejauhan.

Tak lama, Adam melihat Olive berlari ke arah Sheila dan setelah ada percakapan singkat, Olive dan Sheila akhirnya memasuki taksi yang sama dan berangkat ke Bandara secara bersama.

Adam mengikutinya.

Suasana Bandara tidak terlalu ramai. Mungkin karena sekarang bukan waktunya libur panjang. Adam memakai kacamata hitam, topi, dan jaket agar jika Sheila berbalik ke belakang ia tidak mengenali Adam.

Adam di sana. Memperhatikan bagaimana senyum Sheila mengembang sambil memeluk Olive dengan hangat. Bagaimana sudut matanya berkerut sedikit dan tawanya masih bisa tercetak di bibirnya.

Setelah Sheila berlalu dengan koper di tangannya, dan punggung Sheila semakin tidak terlihat di pandangannya lagi, saat itu Adam membalikkan badannya dan pulang ke rumahnya dengan perasaan tidak tentu.

Can you forget me? Tanya Adam dalam hatinya.

***

Adam membuka kenop pintu kamarnya dan menutup pintunya kembali. Tak lupa ia menguncinya. Adam benar-benar tidak ingin diganggu hari ini dan besok. Mungkin sampai Sheila pulang.

Pertama, Adam melepaskan topi dan mengeluarkan kacamata yang berada di jaketnya, meletakkannya di atas lemari yang berukuran sepinggangnya. Setelah itu, jaketnya ia gantung sembarang di belakang pintu kamarnya.

Adam berjalan mendekati kasurnya. Lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang empuk itu. Adam menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Pikirannya kemudian terarah saat pertama kali ia mengenal Sheila.

Saat Sheila naik sepatu roda dan menabraknya. Saat Sheila mengembalikan jaket miliknya dan memberinya sandwich. Saat Sheila lebih dulu menyatai perasaannya. Saat Adam memberinya pelukan hangat dan mengenggam tangan Sheila. Dan saat Adam kecewa telah memberi kepercayaannya untuk Sheila.
Ini semua membuat Adam semakin terluka.

***

a.n :

bentar lagi aku bakal bawa cerita baru. hehe :)

My Bad Girl RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang