Bagian dua puluh sembilan
***
Sudah genap satu minggu setelah kepergian Joni untuk selamanya. Suasana haru dan dukacita masih menyelimuti SMA Indrapru. Terutama Bu Novi yang sangat merindukan muridnya yang satu itu.
Adam, Kevin, dan Michel juga saling menguatkan satu sama lain. Di saat seperti ini, memang dukungan dan semangat yang dibutuhkan.
Misyel belum juga sekolah sejak kejadian itu. Bahkan, kata Bu Rosa mengatakan bahwa Misyel sudah mengurus surat kepindahannya.
Saat Sheila bertanya beberapa waktu yang lalu, Michel mengatakan kalau Misyel akan pindah ke luar negri. Tepatnya di kota Instabul, Turki.
Awalnya, keluarga Misyel menolaknya. Namun, Misyel meyakinkan keluarganya bahwa ia akan baik-baik saja. Dan Misyel berjanji akan merubah kepribadiannya menjadi lebih baik. Setelah keluarga Misyel memikirkan dengan matang, akhirnya mereka setuju.
Bahkan, kembarannya juga harus merelakan Misyel untuk pergi. Dan berharap ini adalah keputusan yang baik.
Dan sekarang, di sinilah Misyel.
Sedang duduk di tepi kasur sambil menatap paspor yang berada di atas nakas samping tempat tidur. Misyel terus berusaha membulatkan keinginannya untuk pergi. Tapi, tiba-tiba Misyel teringat sesuatu.
Ia teringat masalahnya dengan Adam dan Sheila.
Saat itu juga, Misyel merogoh sakunya untuk mengambil benda persegi yang berwarna abu-abu. Dengan cepat, Misyel mengetik pesan untuk Sheila.
To : Sheila
Shel. Gue mau ketemu sama lo. Di kafe dekat sekolah. Sekarang juga.
Misyel mulai bersiap-siap untuk ke kafe tersebut.
***
Langit begitu cerah sore ini. Misyel menghirup banyak-banyak udara yang segar dan menghembuskannya pelan-pelan. Sheila sudah membalas pesannya dan ia setuju. Akhirnya, setelah lima menit duduk di salah satu kursi kosong di kafe, Sheila muncul dari pintu masuk kafe. Senyum Misyel merekah seketika.
Sheila mengambil posisi duduk di hadapan Misyel. Sejenak, alis mata Sheila menyatu.
"Gue udah pesan lemontea." Kata Misyel membuka suaranya.
"Lo mau bicara apa?" Tanya Sheila the point.
Misyel tertawa renyah. "Sikap jutek lo belum berubah juga ya?" Ujar Misyel yang membuat Sheila tersenyum samar. "oke, gue langsung aja deh. Soalnya gue buru-buru juga," sambung Misyel.
"Pertama.. gue mau minta maaf sama lo. Udah buat lo menderita karena gue. Udah mainin perasaan lo ke Adam dan sebaliknya. Gue harap, gue belum terlambat buat ucapin kata maaf.." Misyel berbicara tulus dari hatinya. Sheila mendengarkan Misyel dengan serius.
"Katanya lo bakal pindah? Bener?" Tanya Sheila.
Misyel mengangguk. "Makanya gue ngajak ketemu sama lo. Gue nggak mau pergi kalau ternyata gue masih ada dosa sama teman gue. Ha..ha..ha.." Jawab Misyel.
"Hmm.. oke." Sheila menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang daun telinganya.
"Shel? Gue mau nanya sesuatu?" Misyel berkata membuat Sheila menghentikan aksi meminumnya.
"Nanya aja. Gak apa-apa."
"Lo ada perasaan sama Adam?"
Pertanyaan itu langsung membuat kedua bola mata Sheila membulat. Pertanyaan yang bahkan tidak pernah tahu jawabannya.
Sheila menggeleng pelan. "Gue enggak tau. Perasaan apa yang lagi gue rasain ke Adam." Jawab Sheila memberi jeda. "Tapi, gue selalu berusaha buat tetap ada di sampingnya. Semampu yang gue bisa, gue bakal selalu siap untuk dia." Sheila mengatakannya dari lubuk hatinya yang terdalam.
Misyel tersenyum. "Berarti lo cinta sama Adam." Misyel memberikan simpulannya. "Ya udah, kejar kalau masih cinta." Ucap Misyel.
"Hahaha.." Sheila tertawa. "Buat apa ngejar cinta bertepuk sebelah tangan? Mau cari luka? Ya gue belum siap buat luka itu." Ucap Sheila setengah becanda.
"Hm.. ya semoga kalian cepat baikan. Semua punya jalannya masing-masing kok." Misyel menepuk punggung tangan Sheila. "gue pergi dulu ya. Soalnya malam nanti gue mau berangkat." Pamit Misyel kemudian.
"Oh.. hati-hati ya Kak." Ucap Sheila. Misyel terkejut saat Sheila menyebutkan kata Kak padanya.
"Kak?" Ulang Misyel.
"Ih.. kan gak ada salahnya." Sheila mengerucutkan bibirnya dan membuat Misyel semakin terkekeh.
"Hehe.. ya udah deh."
Misyel dan Sheila saat itu saling berpelukan. Sheila mengucapkan beberapa hal yang membuat Misyel hanya mengangguk kepalanya. Sampai akhirnya, Misyel benar-benar pergi meninggalkan Sheila yang masih ingin tetap duduk di kafe.
***
Misyel sudah berada di depan pintu rumah Adam. Misyel menghela napas beratnya dan langsung menekan tombol bel rumah Adam. Satu menit Misyel menunggu, akhirnya Adam membuka pintu.
Awalnya Adam terkejut. Namun dengan cepat, Adam tersenyum pada Misyel.
"Eh.. Hai Misyel." Sapa Adam. "masuk dulu yok," ajak Adam. Namun Misyel menggeleng dengan cepat.
"Nggak usah Dam. Gue juga buru-buru." Tolak Misyel secara halus. Adam akhirnya mencoba untuk mengerti.
Adam menggunakan celana selutut dan kaus selengan membuat Misyel menatap Adam begitu lekat. Ini adalah pria yang pernah Misyel cintai, namun Adam tidak bisa membalasnya. Misyel tidak bisa menahannya lagi. Ia menghambur ke dalam pelukan Adam.
Adam terkejut.
"Sebentar aja. Gue cuma mau di dekapan lo sebentar saja." Kata Misyel memohon. Adam pun menerimanya. Menganggap, bahwa pelukannya dengan Misyel sebagai pelukan seorang teman terdekatnya.
"Gue bakal pergi ke luar negri nanti malam. Jadi gue mau sempatin dulu ke sini," ucap Misyel yang masih berada di dekapan Adam.
"Gue mau minta maaf, udah jadiin lo permainan gue. Gue nggak sengaja," Misyel sudah menangis pelan di sana. Adam menepuk-nepuk punggung Misyel.
"Lo mau kan maafin gue?" Tanya Misyel.
Adam mengangguk dan tersenyum. "Iya. Gue maafin. Jadi lo berhenti nangis ya?"
Misyel melepaskan pelukannya dari Adam dan mengusap air matanya. "Dam, Sheila masih sayang sama lo. Lo harus perjuangin dia. Jangan sampai lo sia-siain dia. Dia nggak pernah seburuk yang pernah gue kira. Gue yang terlalu cepat buat menilai dia. Jadi, mulai sekarang, gue mohon sama lo, kejar Sheila. Sekarang Sheila benar-benar butuh lo." Kata Misyel serius.
Adam tertegun sejenak, berusaha mencerna perkataan Misyel yang baru saja dilontarkannya.
"Jangan pernah sia-siain cewek yang sayang sama lo Dam. Cukup satu wanita, dan itu gue." Ucap Misyel mengingatkan Adam. Di detik selanjutnya Adam tersenyum.
"Iya." Jawab Adam singkat dan tersenyum pada Misyel.
"Ya udah. Gue pergi ya Dam. Gue pasti sering-sering kabarin lo deh." Kata Misyel.
"Oke. Take care my best friend."
Misyel akhirnya berjalan menjauhi perkarangan rumah Adam dan hati yang lega. Setidaknya, separuh beban yang dipikulnya sudah berkurang sekarang. "Selamat tinggal semuanya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Girl Romance
Teen FictionSheila hidup dalam keluarga yang ia rasakan tidak humoris. Papa dan Mama Sheila sering kali bertikai, yang menyebabkannya dediksi. Hingga suatu hari, perusahaan yang dijalani Papa Sheila terancam bangkrut dan membutuhkan modal yang sangat besar. Su...