[0] Adam Raihan

15.2K 648 14
                                    

PROLOG

***

Mulmedia : Adam Raihan

***

“Pagi Ma, Pa, hmmm, Kak David,” ucap gue menyapa semua keluarga gue. Walaupun diakhir kalimat, gue menggunakan nada datar. Gue langsung mengambil posisi duduk tepat di depan saudara laki-laki gue, David Raihan.

“Pagi Dam,” balas mama dan papa gue serentak.

“Waaah, adek gue nyapa juga akhirnya,” ucap Kak David semringah.

“Biasa aja kali,” kata gue sambil mengoles selai cokelat pada roti gue.

“Ck, dasar adek tembok,” gumam David pelan, namun gue masih mendengarnya.

“Gue dengar,”

“Hehehe,” David menyengir dan menggaruk tengkuknya.

Nama gue Adam Raihan, anak bungsu dari Perusahaan Smist Group Feriano. Mama gue enggak kerja, ia hanya wanita paruh baya yang suka merawat bunga-bunga di taman. Gue sekolah di SMA Indrapura kelas 11. Gue punya kakak yang super alay, tapi ada jaimnya. Kak David sudah menjalani perusahaan bersama papa. Karena, umur Kak David sudah bisa untuk menjalankan dunia bisnis. Lagi pula, kak David baru lulus tahun ini.

Gue cukup beruntung, sebab, seenggaknya mama gue nggak jadi wanita karir, dan ini adalah Perfect Family. Gue juga punya empat sahabat di sekolah. Yang pertama Kevin Reynard. Anak sulung dari Rey Corporation. Joni Frans, anak pemilik Butik yang cukup terkenal di tingkat Internasional, Misyel dan Michel, Si Kembar anak pemilik Hotel GreenLand.

Gue dikenal sebagai cowok pintar, tampan, rajin dan beberapa sifat lainnya. Namun, bagi gue, gue bukan lah orang yang seperti itu. Gue hanya cowok pemilik sikap dingin dan cuek. Sudah, itu saja. Mereka saja yang selalu melebih-lebihkan. Soal siapa yang tak tergila-gila dengan gue, gue jadi ingat adek kelas yang menyebalkan itu. Namanya Sheila Alexander. Cewek tomboy, tukang rusuh, menyebalkan dan tak punya sopan-santun.

Sifatnya yang seperti itu, membuat gue sering kali naik darah. Karena, gue anti yang namanya cewek yang nggak punya tatakrama dan sopan-santun. Hah, jika gue perjelas secara detail, pasti nggak ada habisnya.

“Woi, ngelamun aja lu,” kata kak David sambil menginjak kaki kanan gue. Gue hanya menatapnya horor dan kemudian menghela napas.

“Lo kenapa sih? Ada masalah?” Tanya Kak David sok khawatir. Gue hanya menggeleng dan melemparkan pertanyaannya ke angkasa. Gue melahap roti terakhir gue dan segera pamit.

“Ma, Pa, Adam berangkat,” pinta gue sambil beranjak dari tempat duduk. Gue mengambil tas sandang gue dari sofa, menuju garasi, lalu melaju ke sekolah.

Sekolah masih sepi, gue berniat memakai headset dan memutar lagu-lagu kesukaan gue. Jaket yang gue kenakan setidaknya dapat menghindari gue dari sejuknya udara.

Keasyikan dengan alunan lagu dari ponsel, gue melirik gadis sedang bersepatu roda mendekati gue dengan kecepatan tinggi. Awalnya gue acuh, palingan ia mau nyapa atau bicara sama gue. Namun, dari ekspresinya, ia seperti menyuruh gue untuk minggir.

Lagi-lagi gue hanya cuek, sampai gue dan dia terjatuh ke lantai keramik koridor. Dan parahnya, lengan gue terkena batu besar, gue meringis pelan, dan memberi waktu supaya gadis di atas gue segera menyingkir.

Tak lama, akhirnya gadis itu bangkit dan membuka sepatu roda dari kakinya.

“Lo tuh jadi orang tuli apa? Gue udah capek-capek teriak juga!!” Hardiknya langsung. Namun, gue hanya menyunggingkan senyuman miring.

“Bukannya minta maaf malah marah,” kata gue dengan datar.

“Lo yang salah bodoh, orang udah ngasih isyarat biar minggir, malah bengong kayak cindai. Pake sok senyum pulak lagi, modus lo ya. Hah, ini namanya ketua OSIS yang bijaksana itu. Yang pandai modusin anak cewek. Iya?” Ujarnya masih dengan nada marah. Gue  hanya tersenyum kecut dan memperhatikannya.

“Pakai bilang gue bodoh pulak lagi. Minggir, gue mau lewat,” kata gue dengan ekspresi seperti biasa.

Dengan sigap, gadis itu memegang lengan gue dengan kuat. Entah apa penyebabnya.

“Auuw,” pekik gue spontan. Gadis itu menyentuh lengan gue yang terkena batu tadi.

“Lo kenapa?” Tanyanya sedikit khawatir dan melepaskan tangannya dari lengan gue. Gue bisa liat dari raut wajahnya kalau dia benar-benar cemas.

“Nggak usah pegang-pegang,” ucap gue dan berlalu seperti angin.

Dalam hati gue, gue ngerasa kesal yang mendalam. Lengan gue pasti terkilir atau berdarah. Dan apapun itu, setidaknya, pagi ini gue nyelamatin gadis bandel itu sekaligun cewek teraneh yang pernah Tuhan ciptakan.

***

My Bad Girl RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang