Bagi ada yang tidak dimengerti bisa inline comment di sini bebas, karena gue tahu rasanya gak dimengerti kayak apa #eh.
JANE P.O.V
Hari ini adalah hari yang di tunggu-tunggu. Tanggal 15 Mei, hari pelaksanaan drama. Aku terburu-buru mengenakan kaus hitam dan celana jeans. Simple karena di sana aku akan pakai kostumkan?
"Sayang, udah siap? Angel udah nungguin tuh di luar!" Mama mengetuk pintu kamarku, sesuai janjinya, papa dan mama sudah pulang.
"Iya sebentar dulu." Aku mencek barang-barang yang akan kubawa.
Setelah yakin terbawa semua dalam tas jansportku, aku menguncir kuda rambutku dan segera turun ke bawah. Di bawah mama dan Angel sedang duduk dan mengobrol di ruang tamu sembari menungguku. Setelah melihat aku turun, mereka berdiri.
"Good luck ya sayang! Mama bangga sama kamu! Nanti mama nyusul ya, jam delapan malam kan?" Mama mencium pipiku.
"Iya ma, dateng ya." Aku berpamitan.
"Kita pergi dulu ya tan!" Angel ikut berpamitan pada mamaku.
Aku dan Angel beranjak dari rumahku. Kami sengaja pergi jam dua belas untuk bersiap.
"Angel, lo sadar gak sih? Akhir-akhir ini lo udah mencakup jadi sahabat sekaligus supir gue." Aku terkekeh setelah kami duduk manis di dalam mobil.
"Iya bener! Supir juga ada gajinya loh Jane! Semoga aja lo peka!" Angel mengedipkan sebelah matanya dan tancap gas meninggalkan rumahku.
Aku tertawa, "habisnya gak ada yang nganterin gue!"
"Hah? Apa? Gak salah denger gue? Noh, supir lo nganggur! Nonanya di anterin mulu ama gue!" Angel mengehela nafas.
Aku menggoyang-goyang bahunya sembari tertawa, "adududuh Angel, lo lucu banget sih!"
"Jane! Lo mau mati ya?" Angel menyentakan tanganku dari tangannya. Namun aku tidak bisa berhenti tertawa, "Jane, lo apaan sih? Gak selucu itu kali!"
Entah kenapa aku tidak bisa berhenti tertawa.
Tak lama kami sampai di sekolah yang sudah ramai dengan hiasan, orang-orang yang hendak membeli tiket dan wartawan-wartawan yang sedang meliput.
~~~
"Wah, queen bee cantik banget!" Belle memujiku saat melihat aku selesai berdandan dan menggunakan baju Cinderella sebelum ayahnya meninggal.
"Belom liat ya dia pakai gaun biru? Gue aja yang cewek iri liatnya!" Angel menimpali dan memukul bahuku dengan keras.
Aku memandangi mereka berdua sedang bercanda dengan asik, karena malas tertawa, aku memilih mengintip ke kursi penonton di balik tirai. Kepalaku menyembul keluar. Ruang kesenian sangat ramai dipenuhi kursi penonton yang sudah terjejer rapih di depan panggung dan di tribun
Ku Sarah dan Rebeca duduk di antara kursi penonton untuk para siswa melambai padaku. Aku tersenyum. Lalu aku beralih pada kursi khusus undangan, mama dan papa sudah duduk manis di sana sambil teratawa bersama, aku tersenyum simpul melihat kebersamaan mereka. Namun lemas rasanya saat melihat kursi di sebelah mama kosong, kursi untuk Taylor.
"Udah gak usah di cariin, gak akan dateng!" Tak lain dan tak bukan, setan remaja berdiri di belakangku dengan tuksedo hitam dan segala aksesoris untuk pangeran. Aku bergeming, tidak mempedulikannya.
"Nih buat lo!" Aku berbalik, melihat Aaron mengeluarkan sekuntum bunga mawar merah.
"Makasih ya, lucu banget bunganya!" Angel mengambil bunga itu dari tangan Aaron dengan senyum (sok) manis. Thanks Angel!
"Tapi sayang, Jane gak perlu bunganya," dengan kejam dia mematahkan batang mawar itu dengan kejam, "karena dia bakal dapet banyak bunga dari orang-orang BA-IK dan bunga dari lo itu GAK PEN-TING."
Dia menekankan nada pada kata "baik" dan "gak penting" lalu dia menarik tanganku menjauh, dengan senang hati aku menyambutnya.
"Thanks ya! Lo selalu ada dan ngelindungin gue dari setan remaja itu!" Aku memeluknya.
"Udah tugas gue." Dia balik memelukku. "Jangan nangis lagi! Entar make-up nya luntur loh!"
Aku tertawa dan melepaskan pelukanku darinya.
Ada suara deheman dari belakang, "Jane, stand by sekarang ya!"
Aku mengangguk pada Belle yang memperingatkanku lalu beralih pada Angel, "bye! Kita ketemu lagi entar ya!"
"Iya saat gue ngehina lo, ngecaci maki lo, jadiin lo babu, dan berkuasa." Dia menyeringai jahat.
Aku mengintil di belakang Belle dan stand by di sebelah panggung, siap untuk masuk ke dalam panggung. Jantungku berdetak kencang. Aku menarik nafas dalam-dalam saat mendengar narator berbicara.
"Pada suatu hari, hidup lah keluarga kecil dengan kehidupan berkecukupan dan bahagia."
Aku menutup mataku, membayangkan orangtuaku tersenyum bangga padaku, dan Taylor--kembali padaku.
Dengan senyum, aku naik ke atas panggung. Cahaya lampu menyinariku, puluhan pasang mata menatapku, namun alu berusaha tenang. Dengan senyum aku berakting bermain bersama dua temanku yang memerankan ayah dan ibu cinderella.
~~~
Tak terasa drama scene demi scene ku mainkan dengan lancar, sekarang sampailah di akhir drama, scene aku berpelukan dengan pangeran a.k.a Aaron.
Kami melepaskan pelukan saat mendengar gemuruh tepuk tangan dari penonton. Setelah itu, aku dan seluruh pemain dari drama ini keluar dan membungkuk hormat.
Mataku menyapu barisan penonton, mulai dari mama dan papa yang meneteskan air mata haru, kedua temanku yang bertepuk tangan dengan heboh lalu penonton lainnya.
Tunggu! Mataku melebar kaget saat menyadari melihat seorang yang aku kenali. Laki-laki berambut dan bermata cokelat. Taylor Hansen.
Setelah aku sadar dan kembali lagi ketempatnya duduk, dia sudah tidak ada. Mataku jelalatan mencarinya. Pintu terbuka dan orang yang aku cari keluar dari ruangan saat tirai sudah setengah tertutup.
Sekilas ia tersenyum, senyuman pedih yang seolah menggambarkan senyuman perpisahan.
Dengan sigap aku keluar dari tirai, turun dari panggung dan mengejar secepat yang aku bisa dengan gaun panjang keparat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choose
Teen Fiction"Disaat aku terpuruk, dia datang untuk menutup luka yang sempat kau buat. Lalu.. dia datang untuk menutup luka yang kau buat, dan membuatku kembali seperti sedia kala. Tapi, kenapa kau kembali datang dan kembali membuka luka lama yang kau buat dulu...