Bagi ada yang tidak dimengerti bisa inline comment di sini bebas, karena gue tahu rasanya gak dimengerti kayak apa #eh.
JANE P.O.V
Aku menanggalkan sepatu high heels yang kupakai dan mengangkat gaunku setinggi lutut.
Aku tak peduli dengan puluhan pasang mata yang menatapku bingung atau kamera-kamera sialan yang kepo merekamku.
Saat aku membuka pintu dan keluar dari ruangan tempat drama berlangsung. Aku menggigit bibir menahan air mata saat melihat dia sudah tidak ada di lorong, bahkan dia tidak mau mengucapkan selamat tinggal. Jadi untuk apa aku susah-susah mengejarnya?
"Tidak, aku tidak boleh menyerah." Bisikku lirih, sangat lirih.
Aku kembali mengejar Taylor ke lapangan parkir. Di sepanjang koridor banyak orang yang menatapku seperti orang aneh. Bayangkan, wanita remaja yang memakai gaun, nyeker, dan make up acak-acakan lari-larian? Aneh. Namun persetanan dengan mereka.
Tepat saat aku berada di lapangan parkir, Taylor hendak menggendarai mobil meninggalkan lapangan parkir sekolah. Melihatku mengejarnya, dia berhenti. Aku berdiri di sebelah mobilnya yang terparkir, menggodor kaca mobilnya.
"Tay! Please keluar atau biarin aku masuk! Aku mau ngomong!" Teriakku.
Aku bisa melihat wajahnya dari kaca, dia menatapku, mata kami bertemu. Wajahnya terlihat pedih, putus asa, dan tertekan, terlihat seperti dia mendapatkan ribuan masalah akhir-akhir ini, dan aku merasa bersalah karena tidak ada di sisinya saat dia membutuhkanku namun sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi datar dan tanpa emosi. Dia membuang muka, mungkin menghindari melihat air mataku.
Dia menjalankan mobilnya dan meninggalkanku. Aku ingin mengejar mobil Taylor dan hendak memohon supaya dia ingin mendengarkan penjelasanku. Namun baru beberapa langkah, kakiku tersandung batu dan lututku mencium aspal dingin, batu sialan!
Aku duduk di aspal, dan mengelus lututku yang berdarah. Mobil Taylor berhenti, aku sempat berharap dia akan keluar dari mobilnya untuk mengobatiku, menjadi dokterku lagi seperti dulu (chapter 1), seperti saat kami kecil.
Namun kandas sudah harapanku ketika melihat mobil Taylor meninggalkanku. Mungkin meninggalkan aku untuk selamanya.
Aku merasakan tangan hangat memelukku dari belakang, namun aku tidak peduli.
Aku tidak menangis namun tidak juga tersenyum. Yang aku rasakan hanya satu, hampa. Seakan hatiku sudah mati rasa.
"Jane! Kamu gak apa-apa sayang? Telapak kaki dan lutut kamu luka!" Mama mendekati kakiku yang terselonjor di aspal.
Orang yang memelukku dari belakang berbisik lirih, "gak apa-apa kalau dia ninggalin lo, kita selalu ada buat lo!"
Ternyata yang memelukku adalah salah satu sahabatku, tak tahu siapa.
Takdir. Hal yang begituku benci, dulu takdirlah yang mempertemukan aku dengannya dan membuatku menjadi wanita paling bahagia karena memilikinya, sekarang takdir juga yang memisahkan aku darinya. Membuatku merasa hampa.
"Gue capek." Bisikku.
Ya aku capek, sangat capek. Capek raga dan batin. Sedetik kemudian, semuanya gelap.
~~~
Note:
Semoga gak garing-garing amat.
Makasih Yuyus yang udah edit cerita ini! Aku sayang yuyus! yusrinaina
Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
Choose
Teen Fiction"Disaat aku terpuruk, dia datang untuk menutup luka yang sempat kau buat. Lalu.. dia datang untuk menutup luka yang kau buat, dan membuatku kembali seperti sedia kala. Tapi, kenapa kau kembali datang dan kembali membuka luka lama yang kau buat dulu...