"Jadi kamu sudah mulai punya teman di sini?" tanya Ayah Agatha saat sarapan.
"Iya, Yah. Namanya Rachel, Lailani, dan Eavan." Jawab Agatha, ia tersenyum sedikit lalu kembali mengunyah makanannya."
"Iya, tapi dia jadi suka pulang malam." Sindir Ibunya. Wajah Agatha langsung masam, "Aku sekolah sampai sore, Ma. Belum lagi aku ada kegiatan setelah sekolah, cuma malam aku punya waktu buat bergaul. Lagian Mama mau punya anak yang kuper?" Agatha balik menyindir.
"Ah, kamu mah emang hobinya jawabin orang tua aja." Dengus ibunya.
"Kamu boleh aja bergaul ssama teman barumu itu, tapi Ayah minta jam sembilan malam teng kamu udah ada di rumah?"
"Siap, Ayah." Jawab Agatha seraya menempelkan tangannya di kening.
"Terus kapan Agatha belajar?" tukas Ibunya penuh nafsu.
"Itu tanggung jawab Agatha, dia kan sudah dewasa. Kamu bisa kan menyelaraskan waktu untuk belajar dan main?" tatapan Ayahnya mendadak serius.
Agatha tidak siap, ia yang sudah sombong karena dibela Ayahnya mendadak tercekat. Ternyata diam-diam Ayahnya menyerangnya telak. Ibunya tersenyum penuh kemenangan. "Bisa kok, Yah." Jawab Agatha, suaranya gemetaran. Kini ia bagai telur di ujung tanduk, sedikit saja nilai sekolahnya tergelincir maka tamatlah sudah.
"Baiklah, Ayah gak mau liat nilai kamu turun." Ayahnya menegaskan.
Nah, kan betul.
Tatapan Ayah terhadap Agatha baru putus ketika Bi Nur datang membawakan kopi, mata Ayahnya kembali ke deretan huruf di lembar surat kabar. Tidak lama kemudian Bruno datang sembari menggoyangkan ekornya, rupanya ia ingin mengucapkan selamat tinggal. Bruno sudah mulai hafal jadwal sekolah Agatha, ia langsung memeluk anjingnya.
"Aku pergi dulu ya, Bruno. Baik-baik di rumah," kata Agatha kepada Bruno.
Bi Nur mundur sedikit, ia nampak tidak nyaman dengan kehadiran Bruno. "Enggak apa-apa kok, Bi. Bruno anjing baik," ujar Agatha seraya melirik Bi Nur.
"Enggak ngegigit, Non?"
Tawa Agatha meledak, "Enggaklaj, Bi. Masa ngegigit, emang Bruno anjing liar di jalanan sana. dia itu anjing yang manis," jawab Agatha seraya membelai-beli leher Bruno.
"Bibi takut, Non. Anjingnya gede udah gitu mirip Srigala." Tutur Bi Nur polos.
"Ini ras Siberian Husky, Bi. Emang mirip Srigala. Pegang aja, baik, kok." Agatha mundur seakan mempersilakan Bi Nur memegang kepala Bruno.
Bi Nur ragu, rasa takut membekas di sorot matanya namun akhirnya ia menjulurkan tangan ke arah Bruno. Ketika tangan Bi Nur sampai di kepala Bruno, anjing itu membalasnya dengan goyangan ekor yang bersahabat. Senyum langsung mengembang di wajah Bi Nur, "iya, ya. Anjingnya baik, Non. Lucu lagi." Bi Nur berkata, wajahnya nampak sumringah.
"Yuk berangkat, Mama bisa kena macet nih kalo enggak buru-buru jalan." Ibunda Agatha bangkit lalu menyambar tasnya.
"Aku sekolah dulu ya, Bruno. Kita ketemu lagi nanti malam." Bisik Agatha.
Agatha berlari kecil menyusul ibunya ke luar rumah, selang semenit kemudian mobil mereka pergi meninggalkan rumah.
***
Saat istirahat pertama, Andini dan Rene dibuat termangu oleh ulah Agatha. Di invisible table buku paket ekonomi terbuka lebar dan Agatha sedang sibuk mencatat, sesekali ia menyuap bubur yang ia pesan beberapa menit yang lalu.
"Elo kok ngerjain PR ekonomi sekarang? Lagian PR-nya juga baru dikasih tadi." Rene mengerutkan dahi.
"Takut nanti gak ada waktu, gue kan mesti ke lab sampe sore. Mending dikerjain sekarang, mumpung ada waktu luang." Agatha berkata tapi matanya tidak lepas dari buku tulisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Haunted Diary
TerrorSelamat datang di Haunted Diary, dan selamat membaca. Sinopsis: Agatha tidak pernah menyangka bahwa sebuah buku diary yang ia temukan membawanya dan keluarganya ke sebuah kejadian yang mengerikan, dan juga mengancam jiwanya juga orang-orang yang ia...