Bono datang ke invisible table pada istirahat kedua, Agatha, Rene, dan Andini yang tengah berbincang dibuatnya terpana. Bono meleset duduk di hadapan mereka, ia memberikan senyum menawannya.
"Sorry, ya kalo ganggu," ujarnya merasa bersalah karena menginsterupsi perbicangan seru yang tengah berlangsung.
"Engga, kok. Kita seneng malah," Adinda berkata dengan polosnya. Rene menyikut Andini lalu tersenyum ringan seperti pencuri yang menutupi ulahnya.
Bono menatap langsung ke mata Agatha menegaskan bahwa Agathalah tujuan utamanya, membaca itu semua, Rene dan Andini beranjak dari kursi.
"Kita mau pesen minum dulu, ya. Bono mau nitip?" Rene berkata senormal dan seramah mungkin.
Bono menggeleng, "Enggak, makasih."
"Oke, nanti kita balik lagi, ya." Andini berkata seraya melirik nakal ke Agatha.
Agatha tersadar akan akal bulus dua temannya, ia mulai tampak panik. "Mau kemana lo berdua, ini jus aja belum abis udah mau mesen minum lagi." Agatha menaikkan suaranya. Rene dan Adinda tidak menggubris sama sekali, mereka melenggangg diiringi suara tawa cekikikan.
Bono memperhatikan kepergian mereka kemudian kembali menatap Agatha yang kini melipat tangan di dadanya, ia menarik alis, jengkel. "Lo berhasil ngusir mereka, dan di sisi lain lo juga menarik perhatian cewek-cewek kakak kelas. Mungkin besok gosip tentang kita akan terbit lebih pagi dari matahari." Agatha mencibir kesal.
"Peduli amat ama gosip," jawab Bono enteng.
"Kita ini bukan anak SD yang ngeliat ada cowok cewek deket dikit langsung diteriakin pacaran dan sebagainya, kecuali kalo elo sama kayak mereka, mirip anak SD," kata-kata Bono menusuk Agatha bagai pisau belati yang bersembunyi di balik tatapan Bono yang tenang.
Bono menoleh ke sekitarnya lalu terkekeh, ada hal yang begitu menggelikan baginya.
Agatha berdehem untuk menutupi rasa malunya sendiri, ia menarik tubuhnya agar lebih tegap. "Terus elo ngapain ke sini?"
"Gue cuma mau ngabarin kalo nanti gak ada latihan di lab, hari ini libur."
Jika tidak ada Bono di depannya, mungkin Agatha sudah berjingkrak kegirangan. Ia bisa pulang lebih cepat, tidur sejenak sampai menjelang malam. Mengingat ia kurang tidur semalam akibat memikirkan buku misterius yang ia temui di bawah lantai kamarnya, libur dari latihan English Club adalah surga kecil untuknya.
"Lumayan, gue bisa pulang cepat." Agatha berkata pendek.
Hening menjamur di antara mereka, lama kelamaan tatapan Bono yang tajam melemahkan setiap sendi di tubuhnya, membuat Agatha risih. "Ada lagi yang mau lo kasih tahu?"
Bono tidak menjawab, hanya senyum yang membuat karakter wajah tegasnya mencair jadi bersahabat yang bertahan.
"Mau gue anter pulang lagi?" tanya Bono, salah satu alisnya tertarik ke atas.
"Enggak, makasih." Tukas Agatha.
"Kali ini gak ada kompromi."
Bono tertawa kecil sembari mengangkat kedua tangannya, "Oke kalo gitu, sampai ketemu di latihan besok." Akhirnya Bono beranjak dari kursi meninggalkan Agatha. Jantugnya Agatha yang semenjak tadi memburu perlahan-lahan tenang. Ia memperhatikan langkah Bono yang penuh percaya diri, seakan ia sedang berjalan di taman sepi. Tentunya tidak hanya mata Agatha yang mengikuti langkah Bono, adalah puluhan mata lain yang ikut mengiringinya. Buru-buru Agatha melepaskan pandangannya.
***
Agatha pulang dengan riang gembira, langkah-langkahnya lebar diselingi tarian kecil mirip seorang Balerina. Tariannya hilang ketika di meja makan, di sana Bi Nur sedang berdiri menatapi sesuatu di lantai. Wajahnya nampak cemas, bulir-bulir keringat dingin berkumpul di wajah tuanya. Bi Nur seperti sedang berhadapan dengan setan penunggu pohon beringin di depan komplek yang terkenal seantero komplek karena keangkerannya, dengan langkah kecil yang ragu-ragu Agatha mendekatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Haunted Diary
HorrorSelamat datang di Haunted Diary, dan selamat membaca. Sinopsis: Agatha tidak pernah menyangka bahwa sebuah buku diary yang ia temukan membawanya dan keluarganya ke sebuah kejadian yang mengerikan, dan juga mengancam jiwanya juga orang-orang yang ia...