"Agatha," suara Bono menghentikan langkah Agatha di lorong sekolah yang ramai. Bono berlari dari belakang, ia berhenti tepat di hadapan Agatha.
"Jadi gini balasan yang gue terima setelah gue kasih kompensasi gak ikut English Club tempo hari?" Bono geram, tatapannya menantang.
Agatha membalasnya dengan tatapan lesu seperti orang yang sudah tidak punya harapan hidup, "Maaf, gue gak bermaksud kurang ajar tapi sekarang ini gue sama sekali enggak tertarik sama English Club."
Agatha menerobos Bono, darah Bono mendidih diperlakukan seperti itu. ia menyusul Agatha dan berdiri tepat di hadapannya, kuda-kudanya begitu kuat hingga tak mungkin Agatha dapat menerobosnya dengan mudah.
"Gue gak tahu ternyata lo gak seperti yang gue kira, lo gak ada bedanya ama orang lain yang suka lepas tanggung jawab begitu aja." Suara Bono meninggi.
"Terus elo mau apa?" Agatha malah menantang balik.
Rahang Bono mengencang, "Lo harus bertanggung jawab sama apa yang udah elo mulai, kompetisi debat tinggal tiga hari lagi dan lo tiba-tiba aneh. Awalnya gue pikir lo cukup dewasa untuk memisahkan urusan pribadi sama urusan English Club, ternyata gue salah. Kita ini gak lagi main-main, nama sekolah ada di tangan kita."
Bono diam, hanya deru napasnya yang terdengar berat. Sorot matanya tajam, Bono seperti buldoser yang siap menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya.
"Gue udah cukup sabar selama ini, tapi sikap lo yang menghilang begitu aja udah keterlaluan. Lo bukan satu-satunya orang yang punya masalah di sini, gue juga punya masalah dan sekarang lo justru membebankan masalah baru buat gue dengan ulah lo yang menghilang gitu aja. Hati-hati Agatha, gak cuma gue yang lo kecewakan. Bu Sudji bakal kecewa berat sama sikap lo ini kalo sampe kita batal ikut kompetisi."
"Gue berhenti," tukas Agatha.
"Apa?"
"Gue berhenti," Agatha mengulangi dengan suara lantang, "terserah lo mau bilang apa tentang gue, gue menarik diri dari eskul dan lo bisa cari orang lain yang lebih baik dari gue. Mudah-mudahan ini bikin lo puas, dan tolong jangan ganggu gue lagi." Seru Agatha, tidak ada raut main-main di wajahnya. Agatha meninggalkan Bono yang diam mematung dengan rasa bersalah membekas di wajahnya.
Bono kembali mengejar Agatha, namun Agatha tidak mau berhenti hingga akhirnya Bono harus menarik bahunya agar ia berhenti.
"Ada apa lagi?"
Agatha menyeka airmatanya, menangis di hadapan Bono adalah hal paling bodoh yang dapat ia lakukan. Terutama di tengah kerumunan puluhan murid sekolahnya.
"Sorry, gue gak bermaksud memojokan elo. Sebenernya gue hanya perlu penjelasan kenapa lo menghilang gitu aja," Bono melunak.
"Apa peduli lo? Yang lo peduliin kan cuma kompetisi debat, jangan sok manis di depan gue." Sahut Agatha ketus.
"Gue peduli sama elo, makanya gue marah tadi."
Bono menggeret Agatha ke kantin seperti seorang anak bermasalah, ia tidak menghiraukan mata yang terus memperhatikan mereka semenjak tadi.
"Coba jelasin apa yang terjadi sama elo?" Bono mulai menginterogasi.
Antara terkejut dan terkesima dengan aksi Bono, Agatha menjawab. "Percuma, gue jelasin juga lo gak bakal percaya."
"Jangan buru-buru menarik kesimpulan," senyum saru tersemat di wajah Bono.
Agatha merasa serba salah, tidaklah bijak untuknya memceritakan prihal keluarganya apa lagi dibumbui dengan hal bersifat supernatural. Tidak banyak orang yang percaya dengan hal semacam itu, malah ia akan jadi bahan tertawaan. Mungkin saja itu akan terjadi pada Agatha sebentar lagi, Bono akan menertawainya keras-keras.
Namun, tatapan yang sedang menunggu itu terlalu kuat untuk ia tipu. Keraguan di dalam diri Agatha perlahan surut, tidak ada jarak antara dirinya dan Bono. Perasaan aneh bahwa Bono seperti sahabat lama baginya meringankan lidah Agatha untuk bergerak.
"Rumah yang gue tempati berhantu, dan sekarang entah apa yang bergentayangan di rumah gue ingin mencelakakan gue dan orangtua gue." Agatha berbicara secepat mungkin untuk mempercepat siksaan dari sorot mata Bono yang begitu ingin tahu.
Agatha berharap Bono segera melepaskannya, lebih lama berada bersamanya membuat Agatha merasa seperti hewan buruan yang akan disantap hidup-hidup.
Bono diam, wajahnya lurus. Agatha kesulitan membaca reaksi Bono selanjutnya.
"Kalo lo mau ketawa silakan, tapi tolong biarkan gue pergi dari sini dulu." Ujar Agatha.
Lima detik berlalu, tidak ada tanda-tanda tawa Bono akan meledak. Ia masih terlihat serius mendengarkan.
"Lo udah coba cari tahu sejarah rumah lo?"
Agatha tercengang, rahangnya hampir saja jatuh ke lantai. Tidak ada gelak tawa di wajah Bono, ia sungguh percaya ucapan Agatha.
"Lo percaya sama cerita gue?"
"Gue pribadi sih belum pernah melihat setan atau mengalami fenomena supernatural, tapi banyak orang-orang deket gue yang mengalami. Gue juga cukup terbuka untuk hal-hal semacam itu, gue bukan tipe orang yang sok tahu. Apa yang enggak bisa gue lihat belum tentu enggak ada." Bono menjawab dengan santai.
Agatha tersenyum kecil.
"Terima kasih, sudah menghargai gue."
"Sama-sama, jadi bisa kita lewatkan basa-basi ini dan lanjut ke masalah tadi?" potong Bono tak sabar.
Agatha menarik bangku, "gue udah cari tahu, sejarah di rumah gue pernah ada ayah membunuh anak dan istrinya lalu bunuh diri. Dari catatan milik si anak yang gue temukan secara gak sengaja, ayahnya kerasukan sebelum melakukan perbuatan itu."
Bono memicingkan mata, "selain itu?"
Agatha mendengus, "gak ada, gue masih cari tahu sejarah penghuni sebelum keluarga itu dan siapa sebenarnya sosok yang menghantui rumah itu."
"Lo harus cari tahu, karena mungkin dari situ elo bisa menghentikan semua itu." Bono menyahut.
"Inilah alas an gue menghilang," Agatha memanfaatkan celah yang dibuat Bono dengan baik.
"Baiklah, gue paham sekarang."
"Gue akan coba membicarakan tentang pergantian peserta debat sana Bu Sudji dan mencari kandidat baru untuk menggantikan elo," Bono berbicara sambil merogoh kantung celananya.
Ia mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pulpen, kemudian ia menuliskan sesuatu di atas kertas itu.
'Kayaknya gue kenal anak kelas satu yang punya prestasi Bahasa Inggris yang hampir sama kayak elo, dan gue bisa mengajukan dia. Gue harap lo gak nyesel atas pengunduran diri elo," Bono tersenyum.
"Kalo ada apa-apa jangan sungkan buat hubungi gue, apa lagi yang menyangkut keselamatan elo." Bono menyerahkan kertas itu kepada Agatha.
Agatha menyambarnya, lalu melihat tulisan yang tertera di atas kertas.
Bono bangkit dari tempat duduknya, "masuk gih, sebentar lagi bel masuk bunyi."
Bono memberikan senyuman terakhir dan terbaiknya sebelum pergi meninggalkan Agatha, gelagat Bono mengingatkan Agatha pada sosok figue agen rahasia, James Bond. Enggak salah lo dipanggil Bono, Agatha tertawa.
Agatha menatap kertas yang diberikan Bono, di atas kertas itu tertera nomor ponsel Bono dan sebuah cacatan kecil yang ditulis dalam keadaan tergesa-gesa.
Hubungi gue kalo ada apa-apa, awas kalo elo tiba-tiba ngilang lagi.
Agatha mengangkat kepalanya mencari sosok Bono, tetapi ia sudah menghilang di kerumunan siswa. Agatha teringat cerita Rene yang pernah ia ceritakan ketika mereka berbincang di invisible table, Rene mengatakan bahwa Bono paling anti memberikan nomor ponselnya kepada siswi di sekolah mereka tidak peduli secantik apapun mereka.
Bel masuk berbunyi,Agatha memasukan kertas itu ke kantung seragamnya lalu pergi meninggalkankantin.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Haunted Diary
TerrorSelamat datang di Haunted Diary, dan selamat membaca. Sinopsis: Agatha tidak pernah menyangka bahwa sebuah buku diary yang ia temukan membawanya dan keluarganya ke sebuah kejadian yang mengerikan, dan juga mengancam jiwanya juga orang-orang yang ia...