Bab 17 a

46.7K 3K 34
                                    


Saat jam istirahat, biasanya Arga selalu nongkrong di kantin bersama sahabatnya, tapi kali ini dia memilih menyendiri di kelasnya. Sedari tadi keningnya terus berkerut seperti ada hal yang mengganggu pikirannya dan semua yang Arga pikirkan selalu ada kaitannya dengan Kelvira, namun kali ini bukan gadis itu yang sedang dipikirkannya, melainkan ibu dari gadis itu.

Arga mendesah frustasi mengingat betapa sulitnya dia membujuk Widya untuk menemui Kelvira, sebetulnya Widya bukan tidak ingin tapi terlampau malu untuk bertemu putrinya, hati ibu mana yang tidak merindukan putrinya setelah belasan tahun tak bertemu, begitupun Widya. Tapi dia merasa tidak layak berdiri dihadapan Kelvira.

Karna itu, kemarin Arga berusaba meyakinkan Widya bahwa Kelvira sangat ingin bertemu dengannya, Arga juga menceritakan segala hal yang terjadi pada kehidupan Kelvira, termasuk kejadian pahit beberapa waktu lalu. Lamunan Arga seketika buyar saat ponselnya bergetar, dengan malas dia membuka sebuah pesan masuk.

Saya Widya. Tolong kirimkan alamat rumah putri saya. Terimakasih sebelumnya, Arga.

Rasa lega, haru dan bahagia memenuhi hati Arga, perjuangannya kemarin ternyata membuahkan hasil. Dengan semangat Arga pun mengirimkan alamat yang diminta. Beberapa detik setelahnya, Kelvira dan Inaya yang baru saja dari perpustakaan terlihat memasuki kelas, Arga langsung menyambut kedatangan Kelvira dengan senyum bahagia.

Kel, lo tau? Gue sekarang lagi bahagia banget karna beberapa jam lagi lo pasti merasakan kebahagiaan yang lo impikan, batin Arga sambil menatap lembut gadisnya.
Namun sayangnya, Kelvira sama sekali tidak menggubris senyuman atau tatapan itu, dia malah melipat tangannya di atas meja dan membenamkan wajahnya disana. Senyum Arga perlahan memudar, dan berganti dengan raut wajah khawatir. Dari tadi pagi Kelvira memang tak ceria seperti biasanya, dia cenderung diam dan tak bersemangat.

"Kel?" Inaya datang menghampiri dengan ekspresi yang serupa dengan Arga. "Kita ke uks aja, ya?"

"Nggak usah, Nay, habis ini kan ada ulangan Matematika"

Saat Kelvira mendongak, kekhawatiran Arga bertambah ketika melihat wajah Kelvira yang sedikit pucat, karna memikirkan Widya, Arga sampai tidak menyadari dengan keadaan Kelvira.

"Tapi Kel, kamu nggak akan fokus dengan ulangannya, lagian kamu bisa ulangan susulan nanti. Liat deh muka kamu pucet gitu, kamu butuh obat dan istirahat Kel, mau yah ke uks?"

Akhirnya Kelvira mengangguk dan mengikuti saran Inaya, Arga yang melihat itu langsung mengalihkan pandangannya, terpaksa dia kembali memainkan ponselnya pura-pura bersikap acuh tak acuh pada kondisi Kelvira. Arga begitu karna dia teringat ucapan Kelvira tentang batasan yang tidak boleh dia lampaui.

**

"Kamu udah kayak perawat aja, Nay" lirih Kelvira karna melihat Inaya yang cekatan mengurusinya.

Inaya hanya tersenyum menanggapinya lalu menyerahkan beberapa butir obat dan segelas air putih. "Semoga obat ini menjadi perantara Allah menyembuhkan kamu, Kel"

"Aamiin..semoga" dengan ragu Kelvira segera makan obat itu, biasanya dia paling anti terhadap obat-obatan, tapi kali ini mau tidak mau dia harus bersahabat dengan pil-pil pahit ini.

"Kel, kamu sakit dari semalem? Perasaan kemaren baik-baik aja" Inaya kembali membaringkan tubuh ramping Kelvira.

"Kayaknya gara-gara kecapekan ditambah ujan-ujanan, jadi gini deh. Mmm sebenernya kemaren udah kerasa nggak enak badan, tapi tumbangnya baru sekarang"

"Ujian Nasional tinggal beberapa bulan lagi, kamu harus pandai jaga kesehatan"

Kelvira malah terkekeh melihat kekhawatiran sahabatnya. "Iya, suster cerewet" desisnya geli.

Hijrah Cinta [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang