Setelah selesai shalat maghrib di masjid dekat rumah Fattan, Arga langsung pamit pulang, dia belum bisa bercerita apapun kepada Fattan karna pikirannya yang masih sangat kalut. Sepanjang jalan pulang Arga terus beristigfar dan bershalawat sebanyak-banyaknya, menenangkan hatinya yang gelisah agar tidak mengganggu aktivitas mengendarainya.Setibanya di rumah, Arga melihat mobil orangtuanya terparkir di garasi, dia menarik napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum" Arga mengucap salam dengan lirih.
Tidak ada yang menjawab, padahal di depannya kini ada ibu nya, tapi wanita itu sedang sibuk berbicara lewat telepon dengan rekan bisnisnya, dia hanya memberi isyarat dengan mengangkat tangan sekedar menanggapi salam dari putranya.
Arga hanya tersenyum miris, padahal ibu nya baru pulang ke rumah setelah dua bulan menghabiskan waktu untuk perjalanan bisnisnya ke luar kota, dari dulu hingga sekarang kondisinya tak pernah berubah, orangtua Arga lebih menyanginya pekerjaannya dari pada putranya.
Tak ingin berlama-lama mematung di hadapan ibu nya, Arga memilih untuk menemui sang Papa untuk menuntut penjelasan.
"Assalamualaikum Pa, ini Arga, aku boleh masuk?" izinnya di depan pintu ruang kerja ayahnya.
"Masuk saja, Arga"
Lagi-lagi Arga harus tersenyum miris saat dia melihat ayahnya begitu sibuk dengan laptop dan berkas-berkasnya. Jika kedua orangtuanya ini selalu gila kerja, kapan Arga mempunyai waktu untuk berkumpul sambil berbagi tawa layaknya keluarga yang seutuhnya. Tapi lupakan itu sejenak, memikirkannya saja sudah membuat dada Arga sesak, kini ada hal yang lebih penting daripada itu.
"Pa, ada yang ingin Arga bicarakan" ucapnya sambil duduk berhadapan dengan ayahnya.
"Iya, Papa juga harus bicara sama kamu" jawabnya, namun matanya tak melihat Arga sedikitpun, masih tetap fokus pada laptop miliknya. "Papa yakin kamu sudah menerima pesan dari Papa sore tadi, jadi besok siang kamu akan berangkat sendiri, Om Sigit yang akan menjemput kamu di Bandara nanti. Mungkin sore harinya, Papa dan Mama segera menyusul, ada yang perlu kita selesaikan dulu disini dan sebaiknya sekarang kamu segera berkemas lalu istirahat"
Rahang Arga mengeras mendengar kata per kata yang Ardi-ayahnya- ucapkan. "Aku akan tetap tinggal di Jakarta dan kuliah disini, bukan di London. Jadi, maaf Pa, aku tidak bisa pergi" Arga dengan tegas menolak.
Sontak Ardi langsung menghempaskan berkas ditanganya dengan kasar, pertanda amarahnya telah berhasil dipantik oleh Arga. "Sebagai putra Papa, kamu pasti tau dengan jelas bahwa Papa mu ini sangat tidak suka dibantah"
"Pa, kali ini saja tolong mengerti, impianku ada disini dan aku tidak mungkin meninggalkan impianku" Ya, Arga tidak mungkin meninggalkan Kelvira, itu tidak akan terjadi.
"Arga, asal kamu tau, tujuan Papa menyuruh kamu ke UK karna Papa ingin memberikan yang terbaik untuk kamu, Papa sudah daftarkan kamu ke salah satu Universitas terbaik disana, ini semua untuk masa depan kamu Arga"
Arga memejamkan matanya sejenak, mencoba memandamkan emosi yang seakan hendak membakar sekujur tubuhnya, mengingat apa yang dilakukan orangtuanya semata-mata untuk masa depan Arga.
"Tapi Pa, kenapa harus mendadak seperti ini?"
Ardi merebahkan punggungnya dan menatap lekat sepasang mata Arga. "Karna dua hari lagi perusahaan Papa disana akan mengadakan rapat pemegang saham, dan sebagai pewaris sekaligus pemegang saham terbesar, kamu wajib menghadiri acara itu. Jadi, Papa tidak menerima alasan apapun lagi dan lupakan soal impianmu itu" ucapnya terus terang.
Amarah yang hampir padam seakan disulut kembali, Arga langsung membuang muka, merasa kesal jika akhirnya tetap ada sangkut pautnya dengan bisnis. Betapa sakit hati Arga melihat orangtuanya yang begitu ambisi dengan kehidupan dunia, mereka terlalu mencintai dunia tanpa pernah memikirkan akhirat bahkan sedetik pun, mereka rela mati-matian mencari sesuatu yang bahkan tak mungkin bisa dibawa mati. Dalam hati Arga meminta pada Allah, agar Dia memberi hidayah pada orangtuanya sebagaimana yang Allah berikan pada Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta [Completed]
SpiritualKelvira Anjani Pradipta gadis yang terkenal arogan, kasar dan independen, tumbuh dalam keluarga yang tidak sempurna. Perceraian orangtuanya membuat hidup remaja 17 tahun ini bebas tanpa kendali. Hingga suatu ketika kejadian besar menimpanya, membuat...