Chapter 20

13.5K 787 52
                                    

Gemericik hujan masih saja terdengar dari balik jendela meski sudah sejak tadi pagi hujan turun tanpa henti. Awan hitampun sepertinya masih saja setia menggantung di langit tanpa memberi tanda akan memudar. Aku merapatkan jaket saat hawa dingin tiba - tiba saja terasa menyentuh kulit, hujan yang tanpa henti memang sedikit banyak berpengaruh pada temperatur udara hari ini, tapi aku menyukainya. Bau khas tanah kering yang terkena air hujan, suara gemericiknya, suasananya, bahkan hawa dinginnya. Semuanya aku suka.
kecuali pada kenangannya, kenangan masa lalu yang selalu saja tiba - tiba masuk tanpa permisi, membuatku harus mengulang kembali setiap memory yang bahkan sudah lama aku kubur dalam - dalam.

"Melamun. Hmm?" Ucap seseorang. Aku menoleh memperhatikan Ali yang entah sejak kapan telah duduk disampingku.
Aku hanya tersenyum tanpa berniat menjawab ucapannya barusan. Lagipula tebakkannya tak seratus persen salah. jadi untuk apa aku menyangkal ?

Sedikit terkejut memang saat melihat sosoknya yang tiba - tiba saja ada disini tanpa aku sadari. Karena setauku sejak tadi pagi ali telah berkutat dengan laptop di ruang kerjanya, sepertinya ada banyak pekerjaan yang harus ia tangani dan aku rasa bersikap tau diri untuk tidak menganggunya adalah pilihan tepat.

"Ngapain disini sendirian ?" Tanyanya menoleh padaku.

"Nggak ngapa - ngapain. cuma lagi liatin hujan." Jawabku mengalihkan pandangan pada titik - titik air yang meluncur bebas dari permukaan kaca jendela besar dihadapanku.

Ali menaikkan satu alisnya tak mengerti. "Hujan diliatin ?"

Aku menoleh, mengangguk dengan senyuman menyungging. "Ngapain liatin hujan ?"

"karena aku suka hujan." Jawabku, semburat senyum tak lupa menghiasi wajahku saat melihat rintik hujan dibalik jendela yang semakin deras.

Ali tergelak. Entah apa yang ia tertawakan sampai - sampai harus memegangi perut. Sungguh aku tidak mengerti, aku rasa tak ada yang lucu dari ucapanku.

"Kau suka hujan ?" Ucapnya lagi saat tawanya mereda. "Yang benar saja."

"Memangnya kenapa ?" aku rasa tak ada yang salah dari itu. Pikirku.

"Tidak pa - pa. Aneh aja ada orang yang menyukai hujan. Saat orang - orang diluar sana banyak yang berharap agar hujan tak turun tapi kamu malah suka hujan ?" Tanyanya tak habis pikir. Seolah - olah tindakanku adalah hal yang konyol dimatanya.

"Kenapa kamu suka hujan ?" Tanyanya lagi.

hening beberapa saat, hanya gemericik hujan yang terdengar semakin deras dari luar jendela. Aku mengalihkan pandanganku, sementara ali masih saja menatapku seolah menunggu jawaban.
"Karena hujan itu tenang." Jawabku kemudian.

"Entah ini alasan yang tepat atau tidak. Tapi bagiku hujan itu sangat menyenangkan, li. bahkan aku bisa menangis sepuasnya tanpa dilihat oleh siapapun disana. Rasa sepi yang selama ini aku rasakanpun juga perlahan hilang."

"Bahkan rasa sakitku.." intonasiku melemah pada kaliamat ini.

"Mungkin benar. Banyak orang diluar sana yang berharap hujan tidak turun sepanjang hari agar aktivitas mereka berjalan lancar. Tapi aku rasa itu terlalu egois. Tuhan telah menciptakan hujan sebagai rezeki bagi umatNya. Sebagai sumber kehidupan umatNya. Jadi untuk apa kita mengeluh ? Harusnya kita bersyukur, bukannya malah mensumpah serapahinya." Ucapku lagi dan memandang ali yang entah hanya diam bergeming menatapku.

"Bahkan aku ingin belajar dari rintik hujan yang jatuh dan menghilang di balik tanah dengan begitu ikhlasnya. Tanpa protes."

Aku menghela nafas yang entah kenapa mulai terasa sesak. "Aku ingin seperti mereka, li." Lanjutku dengan intonasi rendah. Mataku mulai berembun, rasa seperti tertohok saat mengingat betapa sepi telah begitu melekat di dalam diriku, mengingat setiap rasa sakitku selama ini. Semuanya seperti kaset rusak dikepala dan sedetik kemudian aku telah berada dalam dekapannya.

Cinta dan Air Mata (aliando prilly)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang