Chapter 26

2.1K 127 39
                                    

Aku tidak tau kenapa aku sangat jengkel melihatnya meninggalkanku begitu saja, terlebih untuk mantan kekasihnya.
Ada rasa tidak terima dengan perlakuannya. Maksudku, aku ini istrinya, tidak bisakah dia bertanya padaku ? Menanyakan pendapatku sebelum mengambil keputusan dan pergi begitu saja.
Aku tidak bermaksud egois, terlebih untuk seseorang yang sakit. Tapi melihat Angel yang menatapku seolah-olah dia pemenang membuatku jengkel.

Suara gerbang yang dibuka dan deru mesin mobil terdengar memasuki pekarangan rumah, dan aku yakin itu adalah Ali.
Dan tak lama kemudian pintu depan terbuka dengan cukup kasar. Ali menatapku dengan sorot tegas, nafasnya saling memburu. "Kamu bisa nggak jangan buat aku khawatir ?"

Aku menatap laki-laki itu takut-takut. Aku tidak menyangka dia akan semarah ini. "Maaf.." ucapku pelan

Ali menghembuskan nafasnya sesaat, lalu berjalan menghampiriku dan memelukku erat. "Kamu khawatir ?" Tanyaku. Namun tak ada respon, dia hanya diam. Nafasnya masih belum teratur. Dari dekat aku bisa melihat beberapa tetes keringat meluncur dari dahinya. "Papanya Angel baik-baik aja ?"

"Dia pingsan. Tapi bukan masalah yang serius." Jawabnya tanpa melepaskan pelukan kami. "Maaf aku ninggalin kamu gitu aja, pril."

Aku tersenyum, entahlah rasa jengkel lenyap begitu saja. "Kamu bisa lepasin pelukannya nggak ? Aku sesek." Ucapku terbata.

Ali terkekeh, "maaf.." dia sering sekali mengatakan satu kata itu akhir-akhir ini.

Pelukannya terlepas, menyisakan jarak beberapa senti di antara kami. "Kamu tadi abis ngapain sih ? Kok keringetan?" Penampilannya benar-benar kacau. Lengan kemejanya tergulung sampai siku, dasi, jasnya entah pergi kemana.  "Kamu kayak abis maraton" ucapku lagi sambil terkekeh.

Ia mengelap keringat didahinya, "aku nyariin kamu. Aku kira kamu hilang."

"Lain kali, jangan ngilang kayak gitu bisa kan ? Atau seenggaknya hubungin aku dulu. Jangan main pergi aja, terus kamu tadi pulangnya gimana ?" Cecar Ali sembari menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu.

"Aku tadi nebeng temen." Jawabku singkat.

"Temen ?" Ali mengangkat wajahnya sembari menatapku dengan sebelah alisnya terangkat. "Who?"

"Mau aku siapin air anget buat mandi ?" Tanyaku mencoba mencari topik yang lain.

"Sama siapa, Pril ?"

"Halik?" Tebaknya tepat sasaran.

Aku mengangguk pelan, yang langsung di balas kernyitan tak senang. "Oh." Balasnya setelah beberapa saat.

****************

"Kamu laper ? Mau aku buatin makanan?"

sosok laki-laki yang baru saja keluar dari kamarnya itu hanya menggeleng sambil melenggang pergi menuju ruang TV. kali ini dia telah mengangganti jasnya dengan kaos polo dan celana longgar sebatas lutut. 

"beneran?" aku mencoba meyakinkan. Biasanya Ali sering makan kalau malam hari, biar nggak ngantuk katanya.

sekali lagi, laki-laki itu hanya mengangguk tanpa menatap ku sama sekali. tangannya terus sibuk mengusap rambutnya yang basah dengan handuk.

aku berjalan menghampirinya di ruang TV, aroma segar menguar dari tubuh laki-laki ini saat aku duduk disebelahnya. "baru mandi?" tanyaku basa-basi. 

Ali hanya menjawabku dengan deheman kecil, mata elangnya tetap fokus pada layar televisi dihadapannya. seolah tak terganggu dengan kehadiran diriku disebelahnya.

"mau dibuatin kopi?", tanyaku sekali lagi.

lagi, dia hanya menggeleng. 

aku berdehem cukup keras sebelum akhirnya aku bangkit dan melangkah pergi meninggalkannya. sedikit sebal karena sikap cueknya yang tiba-tiba saja datang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta dan Air Mata (aliando prilly)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang