Chapter 21

12.3K 781 71
                                    

Aku melihat jam beberapa kali dengan gelisah, menunggu bukanlah hal yang aku sukai apalagi dalam waktu yang lama seperti ini. Kakiku sudah terasa pegal berdiri sejak satu setengah jam yang lalu. Ali, laki - laki itu mengatakan bahwa dia akan menjemputku dan berjanji tepat waktu. Tapi sekarang ?? entah kemana laki - laki itu aku sendiri tidak tau.

sesuai dengan ucapannya tadi pagi, usai mata kuliah terakhir selesai aku langsung menelfonnya dan dia bilang dia akan segera menjemput. Tapi sampai detik ini batang hidungnya saja tidak kelihatan. Aku menekuk wajah saat menatap ponselku yang sudah tidak lagi bernyawa. Baterainya habis gara - gara semalam aku lupa tidak mengecasnya. Ditambah lagi suasana yang mulai gelap meskipun jam masih menunjuk pukul dua siang. Kepalaku mendongak menatap awan hitam yang mulai berbaris rapi. sepertinya hujan akan turun.

Aku menghela nafas. Seharusnya tadi aku menerima tawaran gritte untuk menumpang, bukannya malah menunggu tidak jelas seperti ini. Tadi saat kuliah usai gritte memang sempat menawariku tumpangan tapi aku menolaknya secara halus dengan alasan akan dijemput ali. Tapi kalau tau akan begini mending aku pulang sama gritte tadi.

Bicara soal gritte. Sahabatku yang sedikit tomboy satu itu mencibirku saat aku mengatakan bagaimana sikap ali belakangan ini yang mulai berubah padaku. Dia tidak percaya begitu saja dengan sikap ataupun kata - kata ali saat aku bercerita padanya. Gritte sedikit banyak memang mengetahui bagaimana seluk beluk rumitnya hubunganku dengan ali selama ini, termasuk bagaimana sikap ali padaku dahulu. Tapi sebagai sahabat dia selalu mendukung apapun yang terbaik, dia hanya memberiku nasihat dan semuanya kembali dia serahkan padaku.

Sebuah mobil HRV berwarna hitam mengkilap tiba - tiba saja berhenti tak jauh dari tempatku berdiri. Dari mobilnya bisa aku pastikan bahwa itu bukanlah mobil milik ali, dan itu membuatku medesah kecewa. Sosok laki - laki paruh baya keluar dari mobil itu dengan pakaian formal yang berwarna senada dengan warna mobilnya. Aku mengalihkan pandangan saat merasa tidak terlalu berkepentingan mengetahui siapa pemilik mobil itu. Yang aku harapkan sekarang adalah ali bukan si pemilik mobil yg tidak ku kenal itu.

Suara langkah kaki terdengar. Pria paruh baya yang tadi aku lihat keluar dari mobil itu mendekat kearahku dengan tergesa - gesa, membuatku menatapnya bingung.
"Maaf. Permisi nona. Apa anda nona prilly ?" Tanyanya sedikit terengah. raut wajahnya menunjukkan kegelisahan, seperti takut dimarahi seseorang karena kecerobohannya.

Aku mengangguk meski sedikit ragu. Antara ragu dan bingung sebenarnya, dari mana dia tau namaku ?
"Iya saya prilly. Maaf, tapi bapak siapa ya ?" Tanyaku sesopan mungkin.

Pria paruh baya itu tersenyum, wajahnya memperlihatkan kelegaan. "Perkenalkan saya Heru, salah satu kariawan dari perusahaan milik keluarga colins." Pria itu membungkuk memberi hormat. jujur saja aku sedikit tidak nyaman dengan sikapnya. Mau bagaimanapun beliau lebih tua usianya dariku, tidak pantas rasanya diperlakukan seperti itu.

Tapi tunggu. Keluarga colins ?? Bukankah itu nama belakang ali ? Aku mengerutkan dahi tak mengerti, lalu untuk apa kariawan ali ada disini menemui ku ?

"Mr. Ali meminta saya untuk mengantar nona. Beliau ada rapat mendadak dengan client penting perusahaan jadi tidak bisa menjemput." Ucapnya seperti mengerti kebingunganku. "Saya bisa menjamin keselamatan nona. Jadi nona tidak perlu khawatir."

Aku mengangguk meski masih ragu. Pasalnya ali tidak membicarakan rapat apapun tadi ditelefon selain mengatakan akan menjemput. "Apa sekarang ali masih rapat pak ?" Tanyaku berjalan di samping laki - laki paruh baya ini menuju mobil.

pak heru memamerkan senyumnya, membuat kerutan di sekitar matanya semakin bertambah jelas. "Iya non. Mr. Ali masih rapat sejak satu jam yang lalu. Beliau tadi juga meminta maaf karena tidak bisa menjemput nona tepat waktu."

Cinta dan Air Mata (aliando prilly)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang