Sebelum melakukan misi, kami akan menulis surat wasiat. Aku selalu berharap kau tak akan pernah membacanya. Tapi, jika kau akhirnya membaca surat ini, berarti aku telah melanggar janjiku. Janji bahwa aku tak akan membuatmu khawatir. Janji untuk tak terluka. Janji untuk tidak mati. Dan janji bahwa aku pasti akan kembali. Aku telah melanggar semuanya. Maafkan aku.
Di mana pun tempat kau berpijak, selalu cerah. Tempat aku bertemu denganmu, dan jatuh cinta padamu. Dan di tempat itu juga, hubungan kita berakhir. Aku sungguh menyesali hal ini. Aku memang kejam, tapi aku harap kau tak akan menangis terlalu lama. Aku ingin kau selalu ceria. Kau harus jalani hidupmu dengan baik. Dan juga ... lupakanlah aku. Aku mohon padamu.
"Huweeeee ... Kapten Yoo! Big Boss! Tega amat sih bikin aku nangis kejer jam segini?" Kugeser kursor ke tanda play, setelah tadi sempat ku-pause sebentar karena aku butuh tisu untuk menghapus airmata yang mengalir begitu saja di pipi, yang bahkan semakin deras sampai drama Descendants Of The Sun yang kutonton ini berakhir. Ampun ... kenapa coba writer-nim drakor yang ini tegaan banget sama pemainnya? Minta dijitak emang si Nenek ini!
Mataku beralih ke jam dinding di sebelah kanan. Sudah lewat tengah malam, dan aku masih setia di depan laptop nangisin Song Joongki. Ah ... apesnya nasib berasa meningkat lima kali lipat kalo nyadar yang ditangisin itu cuma main drama. Mungkin si lelaki yang kutangisi ini malah sekarang sedang bobok nyenyak bareng rekening tabungan yang menggendut seketika. Dan aku? Masih berusaha menyusut air mata yang terus mengalir tanpa bisa dipaksa berhenti.
Kapan gue warasnya coba, kalo kayak gini mulu?
Kututup laptop di pangkuan, lalu mengecek notifikasi ponsel sebelum bersiap tidur. Kuhela napas perlahan saat tak menemukan satu pun pesan dari Dokter Gilang.
Sejak perjalanan pulang dari basecamp tadi dan sampai sekarang, dia nggak ngasih penjelasan apapun padaku. Bahkan setelah tadi dengan seenaknya ngaku jadi pacarku di depan semua orang. Benar-benar nyebelin! Apa dia gak nyadar kelakuannya itu menutup jalur jodoh yang mungkin saja sedang mendekat padaku? Ish! Becanda kok kampret bener sih, Dok! Maunya apa sih sebenernya?
***
Matahari sudah bersinar terik saat aku melangkahkan kaki keluar dari kost. Hari ini memang jadwalku shift siang di AlMedika. Dan berhubung kemarin aku ninggalin Shiro di rumah sakit, jadi terpaksa deh aku naik angkutan umum.
Tapi, baru saja aku keluar pagar, ada sebuah motor yang sudah sangat familiar, menghampiri.
"Ayo, naik!" ujar Dokter Gilang. Tangannya mengulurkan sebuah helm. Tapi, bukannya menerima helm yang dia sodorkan, aku malah menyilangkan tanganku di depan dada. Kali ini aku nggak akan nurutin kemauan dia dengan gampang.
Enak aja! Emang dia siapa nyuruh-nyuruh gue? Udah cukup ya dia bertingkah seenaknya, tanpa penjelasan apapun. Sekarang giliran gue yang bakal ngelakuin apapun mau gue.
"Makasih, Dok. Tapi maaf, saya bisa berangkat sendiri."
Dia menaruh helm itu di kaca spion, dan membuka helm yang sedang dipakainya. Matanya langsung menatapku tajam setelah pelindung kepala itu terlepas. Aku balik menantang tatapannya, dan bertekad untuk tidak kalah dari intimidasinya kali ini. Enak aja, emang nggak tau ya kalo perempuan itu pasti menang kalo lomba melotot. Beh!
Entah sudah berapa lama kami saling tatap seperti itu, saat kurasakan ponselku bergetar. Untung aja nih ponsel ngalihin perhatian, kalo nggak bisa copot bola mata saking perihnya. Kulihat sekilas layar ponsel dan mendapati nama Bang Mario di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENCHANTED [COMPLETED]
General Fiction"Do you ever think about future?" "Of course I do." "Am I in it?" "Cherry, you are it." *Spin-Off dari Beautiful Mining Expert dan Anesthetized In Your Charm, by @verbacrania. *10 in General Fiction (21 Oktober 2016).