4. HE'S CREEPY WHEN HE'S ANGRY

12.8K 1.3K 177
                                    

"Kak, dipanggil Bu Meike tuh!" seru Dewi begitu bertemu denganku, saat aku sedang memasang infus pada pasien baru di UGD yang positif bakal dirawat inap.

"Sekarang?" Dewi menjawab dengan anggukan. "Oke, bentar. Gue beresin ini dulu."

"Udah, sana! Gue aja yang beresin," sergah Dewi seraya mengambil alih wadah yang berisi botol cairan infus.

"Emang kenapa lagi sih dia nyariin gue? Gue bikin salah apa lagi, coba?" gerutuku.

"Meneketehe! Cepetan! Jangan bikin beliau kelamaan nunggu!"

Meski merutuk di dalam hati –iyalah, aku kan beraninya cuma dalam hati– aku meninggalkan ruang UGD untuk menuju ruangan Sang Medusa. Untuk kedua kalinya dalam seminggu ini, aku harus berhadapan dengan beliau.

"Masuk," terdengar jawaban dari balik pintu.

"Ibu nyari saya?" tanyaku basa-basi, padahal sudah jelas lah.

"Silahkan duduk," perintah beliau, nada angker dalam suaranya bahkan tak perlu repot disembunyikan. Kutarik kursi yang terdapat di depan meja beliau dan komat-kamit dalam hati, mantra pembenteng pembantaian.

Bu Meike menatapku cukup lama sebelum akhirnya bicara, "Cuma tiga hari. Senin kamu sudah harus masuk seperti biasa."

Hah? Maksudnya?

Bu Meike seperti menyadari tampangku yang kebingungan. "Bukannya kamu minta izin cuti?"

"Iya sih, Bu. Tapi kan waktu itu Ibu nggak jadi kasih saya izin cuti," jawabku lirih.

"Saya berubah pikiran. Kamu boleh cuti. Tapi ingat, Senin harus sudah masuk seperti biasa," jelas beliau tak menerima tanggapan lagi. Dengan isyarat tangan, beliau menyuruhku segera beranjak dari ruangannya. Masih dengan ekspresi bingung yang kental, aku undur diri dari sana.

Si Ibu salah makan apa kesambet setan? Ah ... tapi nggak mungkin! Beliau sendiri kan makhluk gaib juga! Hahaha....

***

"Diomelin lagi?" tanya Dewi saat kami bertemu di ruang perawat.

"Enggak, sih. Tapi...,"

Dewi masih menungguku melanjutkan kalimat. "Tapi apa?"

"Gue perlu ketemu Dokter Gilang. Lo liat dia, nggak?"

"Hah? Kenapa tiba-tiba lo nyariin dia?" Dewi pasti bingung kenapa arah pembicaraan berubah drastis, dari soal omelan menjadi Dokter Gilang.

Mengabaikan pertanyaannya, aku keluar dari ruangan untuk mencari Dokter Gilang. Pelan kuberjalan menuju ruang UGD, dan melihat dia sedang ngobrol dengan Dokter Al di dekat pintu.

Kok mereka berdua kelihatan akrab sih?

"Lagi liatin apa, mbak?" aku berjengit kaget mendengar suara seseorang di dekatku.

"Dokter Wicak! Ngagetin aja sih! Untung saya tadi nggak spontan teriak!" omelku.

"Hahaha ... Mbak terlalu serius merhatiin Gilang sih, jadi nggak tau kalo saya dari tadi berdiri di sini," sindirnya sembari terkekeh pelan.

"Ish! Siapa yang lagi merhatiin Dokter Gilang sih? Saya tuh lagi liatin itu tuh ... ibu-ibu yang lewat barusan tuh! Bagus banget tasnya," ngelesku, reaksi Dokter Wicak malah makin ngakak.

"Saya balik kerja aja deh, Dok, kalo gitu. Permisi."

"Woy, Lang! Dicariin nih!"

Hiyaaahhh... kenapa malah dipanggilin orangnya sih?

ENCHANTED [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang