Tujuh

2.5K 156 9
                                    

-Ku persembahkan salah satu ruang dimensi dunia ku pada kamu sekalian-

Enjoy it!


"Dad, kenapa kau bisa berada disini?" Billa menarik nafas lalu menelisik situasi memastikan tidak ada wartawan ataupun paparazzi di sekitar mereka, kemudian menarik tangan Mario ke celah ruangan. Hanya seorang pria berbaju hitam yang setia menemani ayahnya bahkan sebelum Billa bertemu dengan Mario dipanti asuhan. Wajahnya sangat keras dan dingin, bahkan tanpa segan menunjukkan ketidaksukaannya kepada Billa. Karena itu seringkali pula ia ditegur Mario terkait sikapnya yang bisa dikatakan agak kasar kepada Billa seakan-akan cemburu karena Mario lebih memilih Billa dari pada dirinya.

"Apa salahnya seorang ayah yang ingin mengunjungi anaknya?" Mario baru saja memberikan kuliah umum di fakultas ilmu sosial dan politik, lalu mengunjungi Billa hendak menyapa putri angkatnya itu. Di balik celah ruangan, Dedit, begitu lah bodyguard itu biasa dipanggil, mengawasi keadaan.

"Tentu tidak ada yang salah Dad, tapi..." BiIIa memberi jeda untuk menarik nafas sekali lagi. Gadis itu tanpa sadar berhenti mengisi paru-parunya saat tertangkap oleh Mario berbicara di telepon. "Tidak kah kau membaca artikel yang beredar tentang dirimu? Para wartawan itu membuat gosip murahan tentang anak tak sah mu, beberapa ada yang memfitnahmu berselingkuh."

"Tidak perlu dipedulikan, bukankah baru saja kau sendiri yang mengatakan bahwa itu hanyalah gosip?"

Bagaimana aku tidak peduli jika kehadiranku membuat hubungan mu dan Nyonya Hadiningrat bermasalah. Barangkali Dedit membenciku karena itu. Billa melirik Dedit dari sudut matanya.

"Ayolah Dad, bukankah kita sudah berjanji tidak akan membuat masalah? kau tahu benar bahwa Nyonya tidak menyukaiku. Aku tidak ingin membuatnya marah karena muncul gosip yang lain tentang dirimu karena ku."

Mario menyisir rambutnya yang tidak lagi hitam sepenuhnya ke belakang dengan jari-jarinya. "Baiklah, aku tak ingin membuat anakku dimarahi oleh istriku. Aku akan mengunjungi mu di rumah!"

***

Billa menuang teh melati kedalam cangkir porselen putih bermotif teratai yang sudah terlebih dahulu ia telungkup diatas meja kecil dalam flat. Wangi khas teh perpadu bunga melati menyeruak di balik gumpalan uap dari bibir ceret porselen putih yang ia beli lengkap dengan beberapa cangkirnya sewaktu liburan ke Cina setahun yang lalu.

Mario menyeruput tehnya lambat ketika Billa menuang teh untuk dirinya sendiri. Billa duduk di samping Mario memandang wajah ayahnya yang tampak semakin menua, gurat-gurat usia terukir di wajahnya yang cukup tampan. Mario menarik nafasnya teratur tampak sehat. Billa bersyukur untuk itu. Tuhan masih sudi untuk mendengarkan doanya atas kesehatan orang-orang yang ia sayang. Ayahnya angkatnya, Mario Hadiningrat dan bibi Margareth yang sekarang berada jauh darinya. Ia sangat merindukan kalkun panggang madu buatan bibi Mar.

"Jadi ceritakan padaku siapa yang berhubungan dengan polisi?" Mario meletakkan kembali cangkirnya di atas meja, memandang Billa penuh selidik. Hal itu membuat Billa sedikit tersedak, Billa menyangka ayahnya itu sudah lupa dengan pembicaraan mereka saat bertemu di kampus tadi. Bibir Billa mulai kelu, bertanya-tanya sampai sejauh mana Mario mendengarkan percakapannya dengan Kim.

"Apa pacarmu seorang polisi?"

Ohh... Syukurlah

Billa mengurut dadanya lega tanpa kentara. Bisa gawat jika ayahnya curiga. Ia tidak ingin ayahnya terlibat dengan masalalunya yang kelam. Biarlah ayahnya hanya tahu bahwa Billa adalah anak baik yang penurut.

"Aku tidak memiliki pacar Dad, apalagi seorang polisi. Kami hanya sedang membicarakan berita kriminal di telepon. Kau tahu benar aku menaruh perhatian akan isu seperti itu."

HALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang