Sembilan

2.2K 144 1
                                    

-Ku persembahkan salah satu ruang dimensi dunia ku pada kamu sekalian-

Enjoy it!

Billa dapat memprediksi seberapa dekat jarak Kevin sekarang. Akan lebih mudah jika ia melompat saja ke lantai dasar. Dari sini jaraknya tidak terlalu jauh, hanya berkisar empat meter. Lagi pula dahan pohon seri rimbun yang sedang berbuah ranum menjulang tinggi dapat membantunya bersembunyi dari kamera pengawas.

Sial!

Hal itu tidak mungkin ia lakukan. Bukankah ia mengunci pintu kamar Kevin saat masuk tadi? Kevin bisa curiga saat menyadari pintu kamarnya terkunci dari dalam dan itu akan menghancurkan segalanya. Tapi jika ia berada di depan Kevin saat laki-laki itu membuka pintu, tidak kah menimbulkan pertanyaan?

Tidak ada waktu lagi untuk berfikir!!

Billa menarik tergesa jepit rambut yang bersarang dirambutnya, membuat helaian rambut yang terikat menjuntai di wajahnya. Kemudian melemparkan jepit rambut itu ke lantai. Semoga saja Kevin tadi tidak sempat memperhatikan rambutnya, jika tidak matilah ia! Entah alasan apa lagi yang bisa ia berikan kepada Kevin.

Dia melangkah dengan cepat, bersamaan dengan knop pintu yang mulai bergerak berlawanan searah jarum jam.

Tlak...!

Pintu terbuka tepat disaat Billa selesai melepaskan kuncinya, menampilkan sosok Kevin yang heran mendapati Billa ada tepat didepannya.

"Haluna....?" Kevin memandang Billa dari ujung rambut hingga kaki. "apa yang sedang kau lakukan dikamar ku?" sebelum Kevin curiga, dengan luwes gadis itu sudah menata ekspresi wajah yang akan diperlihatkannya pada Kevin.

"Sepertinya saya telah menghilangkan jepit rambut saya Tuan, saya pikir mungkin terjatuh saat saya disini tadi." Gadis itu bersikap sopan.

Kevin memandang wajah hingga rambutnya dengan dahi berkerut.

Matilah...!! Apa dia tahu aku berbohong?

Jantung Billa berdetak kencang mendapati mata Kevin yang menatap matanya lalu beralih ke rambutnya. Billa merapikan anak rambutnya yang menyembul.

Kevin mendorong kursi rodanya kedepan, melewati tubuh Billa. Gadis itu hanya bingung memperhatikan gerakan Kevin yang berhenti dan membungkuk dari kursi rodanya menjangkau lantai kesusahan. "Ini yang kau cari?" Kevin menyodorkan jepit rambut itu pada Billa.

Billa megambil jepit rambut hitamnya dari tangan Kevin. Kulit mereka saling bersentuhan, membuat Kevin sedikit tersentak. Kulit gadis itu begitu lembut membelai tangannya. Segera ia menghilangkan pikiran-pikiran streptis dikepalanya mengenai gadis itu.

Kevin membuang muka. "Cepat ganti bajumu!"

"Ha??" sekarang Billa benar-benar bingung. Apa hubungannya semua ini dengan mengganti baju?

"Ganti baju! Apa kau bodoh? Buka baju itu dan ganti dengan baju yang lain." Kevin menunjuk seragamnya.

Kalau itu aku juga mengerti, bodoh!

"Untuk apa? tidak ada yang salah dengan baju ini!" Billa memandangi tubuhnya yang terbalut seragam coklat yang biasa dipakainya. Kevin, lelaki itu, suka sekali menyulut emosinya. Tetapi ia berusaha untuk tidak terpancing.

"Bukankah sudah kita sepakati, bahwa terhitung sejak kemaren kau adalah asisten pribadiku?"

Billa memandang Kevin bingung. Sekarang, apa hubungannya mengganti baju dengan asisten pribadi?

"Kau masih belum mengerti juga? Bo..." Kevin meremehkan.

"Berhenti mengatai ku bodoh! Jelaskan tanpa bertele-tele!" Habis juga kesabaran Billa meladeni tingkah Kevin yang absurd.

HALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang