Dua Puluh; Paradigma

1.9K 134 17
                                    

-Ku persembahkan salah satu ruang dimensi dunia ku pada kamu sekalian-

Enjoy it!

Ia memastikan tidak ada orang di sana kemudian mengunci pintu toilet tak terpakai di samping gudang. Setelah membuka topi yang menutupi rambutnya, Billa menempelkan Bluetooth handsfree ke lubang telinga, mendengarkan celoteh pria di balik alat komunikasi tersebut sambil mengganti kaus yang ia kenakan.

"Kau sudah menerima barangnya?" suara kriuk, keripik kentang yang digigit menjadi backsound suara Kim. "Ah shit!!" sambungnya dengan suara latar berganti menjadi detak-detak keras. Bocah itu sedang memecah konsentrasinya degan game yang ia mainkan.

Billa membuka kotak berukuran 25 x 10 cm yang ia keluarkan dari dalam ransel. Kotak alumunium berisikan sebuah Jam tangan Rolex berwarna silver dan kaca mata berlensa agak lebar. Jam tangan tersebut tampak seperti jam kebanyakan, akan tetapi ketika Billa memutar bagian lingkaran kaca, mili kamera yang tersamar dari manik permata di antara dua belas angka menangkap gambar di hadapannya. Kemudian Billa beralih pada sebuah benda kecil sebesar kantong permen kopiko yang dijual ecer. "Kau lihat kaca mata dan benda kecil disana?" Kim seolah-olah dapat melihat Billa yang sedang membuka kotak tersebut. "Benda kecil itu adalah penangkap gelombang." Ha... Penangkap gelombang. Billa tahu itu, gunanya untuk mengetahui keberadaan orang-orang di sekitar. Penangkap gelombang biasanya mengeluarkan pancaran gelombang ke udara. Ketika sesuatu melewati benda tersebut, gelombang yang dipancarkan akan terhambat yang mengakibatkan alarm berbunyi dan mengaktifkan kamera pada benda kecil itu. "Dan alarm pada jam akan aktif jika seseorang melewatinya. Kau bisa memantau dari kaca mata pengintai yang ku kirim." Sambung Kim panjang lebar.

"Yap. Seperti apa yang diharapkan, thanks." Setelah memastikan alat-alat bekerja dengan baik, Billa menutup kotak alumunium tersebut dan memasukan kembali ke dalam ransel yang ia sandang. "Bagaimana kau bisa mengetahui tempat itu? dan bagaimana kau bisa mengenal Pria itu, Kim?"

"Apa ia menggangumu? Aku sudah memperingati pria itu padahal." Suara kriuk kembali terdengar.

"Aku hanya tak tahan pada bau busuknya. Pembuluh darah di hidungku bisa pecah." Billa mengendus bau tubuhnya membayangkan tempat yang sempat ia kunjungi.

"Jika kau ingin bermain tenang, tempat itu bisa diandalkan. Aku mendapatkannya dari seorang kenalan di komunitas. Tak ku sangka Indonesia memiliki pasar seperti itu juga. Max seorang kurir pengantar ganja dari China menuju Indonesia, kenalan ku merekomendasikannya sebagai pengantar black box, karena itu aku mengandalkannya." Jika black box normalnya digunakan dalam dunia penerbangan untuk menyimpan berbagai data percakapan pilot pesawat terbang, lain lagi black box yang dimaksud Billa dan Kim, itu merupakan kode untuk barang selundupan di dunia hitam.

Luar biasanya, bagaimana mungkin Kim lebih mengetahui tempat-tempat kasat mata di Negara ini yang bahkan warga negaranya sendiri tidak mengetahuinya. "Kau mengerikan..."

"Aku anggap itu pujian."

"Kim..." timbang Billa sebelum memutuskan melanjutkan kalimatnya. "Menurutmu, apa yang dilakukan seorang petugas polisi ditempat seperti itu?"

Mengingat Max, laki-laki berperawakan tinggi tegap dengan mata sipit, khas peranakan cina- Indonesia yang ia temui pagi ini, membuat memori saat itu kembali melintas. Saat itu Billa menjemput barang kiriman Kim ke alamat yang ia emailkan, sebuah kompleks kumuh di dekat pelabuhan Tanjung Periuk.

Setelah berhasil mengelabui pak Man, supir Kevin yang selalu melaporkan kegiatannya pada Kevin, Billa menyetop sebuah taksi dan meminta di antarkan ke daerah pelabuhan. Ia membayar argo taksi, berjalan hingga ratusan meter dari kantor cabang Bank BCA menuju sebuah pertokoan kumuh dengan kondisi memprihatinkan. Begitu masuk ke kompleks pertokoan tersebut langsung tercium bau tak sedap yang menyengat.

HALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang