Dua Puluh Tujuh A; Hati yang Tersembunyi

2.4K 145 13
                                    

Part 27 kali ini terdiri dari dua bagian karena cukup panjang, part A dan part B. Ini adalah bagian yang cukup sulit bagi saya untuk menyajikannya. Tulis-hapus, tulis-hapus sampai beberapa kali hingga keriting rambut ini dibuatnya. Karena itu hari ini saya hanya bisa menyajikan sampai disini, semoga untuk part B saya bisa menyajikan dengan lebih wah... semoga (haha)

Untuk part 28 akan menceritakan sisi Iskandar serta kejadian sepuluh tahun yang lalu. Untuk menjaga originalitas (walaupun saya tidak se-pd yang terlihat akan di plagiat) saya berencana untuk mem-privat khusus part yang bersangkutan. Saya yakin teman-teman pembaca sudah paham betul bagaimana cara membaca cerita yang di-privat.

Oh ya satu pertanyaan, dan mohon bantu jawab ya. Apa cerita ini perlu saya cantumkan peringatan konten dewasa?

______________________________________________________________________________

-Ku persembahkan salah satu ruang dimensi dunia ku pada kamu sekalian-

Enjoy it!

Tangan panjangnya terulur di atas meja, menopang sebelah pipi yang merapat pada kayu dingin berbau lembab, beralaskan buku tebal. Sebuah buku yang sampulnya bergambarkan bangunan colloseum romawi kuno. Tubuhnya yang langsing terlalu lelah untuk memperhatikan judul buku tersebut. Sejak awal ia hanya berniat menjadikan buku itu bantalan. Ia memejamkan matanya, melepaskan diri dari segenap rentetan peristiwa yang ia alami. Terkadang timbul pertanyaan bodoh dalam dirinya, 'Kenapa aku yang harus menghadapi semua kegilaan ini?'

Hari belum terlalu siang saat Billa kembali kerumah sakit tempat ia dirawat. Billa membuka pintu dan mendapati Kevin yang belum beranjak dari posisinya semula, masih berbaring di atas sofa menghadap pada tempat tidur pasien. Ia merunduk mendekati Kevin, memandang wajah itu. Rahang tegas, hidung yang mancung, bulu mata yang lentik untuk ukuran seorang pria, serta bulu halus diantara kedua alisnya yang tebal memberi stempel kopian gen Reza Iskandar, membuat Billa menyadari satu hal bahwa ia harus bangun dari mimpi indah ini. Ia sudah terlalu lama membiarkan dirinya tertidur. Kenyataan walau sepahit apapun, namun di sanalah ia seharusnya berpijak kembali kepada tujuannya semula menghancurkan Iskandar.

Selamat tinggal...! Kata yang seharusnya sudah ku katakan sejak lama. Billa kembali untuk mengucapkan selamat tinggal pada Kevin. Melepaskan perasaannya untuk lelaki itu.

Billa berdiri, mengangkat ponselnya yang bergetar. "Ya... urusanku sudah selesai. Aku akan segera ke sana." Informasi untuk menjatuhkan Iskandar yang ia kumpulkan sebulan lebih ini sudah memadai untuk menghancurkan pria tersebut. Billa telah mendapatkan bukti-bukti kejahatan Iskandar dengan bantuan Kim dan Joyee. Penyelundupan senjata dan beberapa kasus lain yang dilakukan oleh ketiga petinggi Barlion sebelas tahun yang lalu tidak lepas dari bantuan Iskandar. Begitu pula kekebalan hukum yang didapatkan oleh jaringannya. Sekarang adalah saatnya untuk mengungkapkan segalanya.

"Kau kembali." Kevin membuka matanya. Sorot mata tajam menatap Billa. Billa mencoba mengelak dari tatapan Kevin dengan berpaling menuju lemari.

"Yah...," ucapnya menyadari bahwasanya Kevin mengetahui kepergiannya dari rumah sakit. "Aku tidak ingin berhutang padamu karena menyelesaikan administrasiku dan aku hanya kembali mengambil ini." Billa mengangkat jaketnya dari lemari. Ia butuh alasan itu untuk sekarang ini, kemudian berjalan menuju pintu.

Kevin bangun dari sofa, menggapai lengan Billa saat wanita itu hendak menjangkau engsel pintu.

"Katakan kau dari mana?"

HALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang