Dua Puluh Enam; Jejak Dokumen

1.9K 142 7
                                    

-Ku persembahkan salah satu ruang dimensi dunia ku pada kamu sekalian-

Enjoy it!

Berkas cahaya yang menembus kulit pada pelupuk mata terasa kian nyata, berwarna putih kemerahan. Billa sadar, sekarang posisinya sedang menantang sang sumber cahaya. Ia menggerakkan perlahan ujung jemarinya. Melepaskan lem lengket yang membuat kelopak mata sulit sekali terbuka. Pasti! Ia dapat melihat jelas sumber cahaya. Sebuah lampu neon dua puluh watt yang membuat tempatnya berada sekarang ini terang benderang.

Menyadari keberadaannya saat ini, dengan posisi yang masih terlentang, mengumpulkan tenaga Billa meneliti apa yang bisa ia lihat. Sadar betul bahwa ini bukanlah flatnya, begitu pula kamar Kevin, kamar yang ia tinggali lebih dari sebulan ini. Billa baru menyadari ia berada di rumah sakit saat merasakan tangan kirinya yang terasa berat karena jarum infus yang menempel, menusuk pembuluh darah.

Billa mencoba mengingat apa yang terjadi hingga ia bisa sampai berada di tempat ini. Badannya terasa lemas saat ia pulang dari rumah Bagaskara untuk mencari informasi mengenai Gunawan Antara. Ia juga sempat memasang penyadap di bawah meja kerja Bagaskara. Lalu yang bisa ia ingat selanjutnya hanyalah ia bermimpi melihat bayangan Kevin di hadapannya.

Kevin...

Billa memejamkan mata, kemudian membukanya kembali saat mendengar gerakan pada pintu.

"Kau sudah sadar? Aku harap aku tidak membangunkanmu." Delvi menutup kembali pintu ruangan rawat inap di belakang punggungnya.

Billa hanya mengangguk menanggapi.

"Aku hanya mampir melihat keadaanmu dan Kevin dulu sebelum pergi." Billa menoleh ke kanan mengikuti pandangan Delvi yang merujuk pada sofa di samping ranjang Billa. Memandangi Kevin yang tertidur dengan posisi badan mengarah pada ranjangnya.

Delvi mendekat, kemudian kembali berujar, "Dia baru saja tertidur setelah kau tenang. Semalaman tidak melepas tanganmu saat kau demam tinggi dan mulai mengingau tentang ayahmu." Delvi menyentuh dahi Billa. "Demammu tampaknya sudah turun. Apa kau merasa lebih baik?"

Billa masih menanggapinya dengan mengangguk.

"Syukurlah... kau membuat kami semua cemas. Bapak juga tengah malam menemani Kevin menjagamu di sini. Sekarang dia sudah kembali karena harus berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Tampaknya aku juga harus pergi, mempersiapkan beberapa hal. Kau akan baik-baik saja jika aku tinggal bukan?"

"Ya... terimakasih, Bu," balas Billa tersenyum.

"Ya, aku yakin kau akan baik-baik saja," ucap Delvi tersenyum menggoda menatap Kevin kemudian berbalik ke Billa. "Kau tahu, baru kali ini aku melihat Kevin sebegitu khawatirnya pada seseorang selain..." Delvi menatap Billa seakan-akan sudah salah bicara. "Yah... pokoknya begitu. Berbahagialah kalian berdua dan lekas kembuh. Oke?"Billa mengangguk dan tersenyum mengantar punggung Delvi berbalik dan meninggalkan ruangan.

Berbahagia? Batin Billa tersenyum sedih.

.

Dia mengangkat punggungnya mencari kedua ponsel miliknya dan berhasil ia temukan di dalam laci lemari di samping ranjang rumah sakit. Beberapa panggilan tidak terjawab dari Kim. Billa memadang Kevin yang masih terlelap dengan nafas yang teratur. Kemudian ia mendekatkan ponsel itu ketelinga, menunggu nada panggilan yang menghubungkannya dengan Kim. Tak berselang lama suara serak terdengar dari balik ponsel.

"Kau sedang tidur?"

"Aku baru saja akan tidur jika kau tidak meneleponku," sanggah Kim. "Kemana saja kau? Sudah berkali-kali aku menghubungimu, tetapi ponselmu tidak aktif. Apa sesuatu yang buruk sedang terjadi?"

HALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang