Tiga Belas

2.2K 148 9
                                    

-Ku persembahkan salah satu ruang dimensi dunia ku pada kamu sekalian-

Enjoy it!

Satu Minggu sebelum telepon dari Kim

Billa mengambil alih beberapa pekerjaan Ratna. Sejak Kevin secara aklamasi menunjuknya menjadi asisten pribadi, tanggung jawab Billa menjadi bertambah. Disatu sisi harus mengikuti Kevin, disisi lain harus menjaga mood Ratna agar tidak memburuk karena harus mengurusi rumah tiga lantai itu seorang diri. Dia harus mengingatkan Kevin untuk secara resmi menentukan status kepekerjaannya atau meminta gaji berlipat karena memegang dua jabatan sekaligus.

Ratna mulai mengumpat dan mengomel sendiri yang segalanya ditujukan pada Billa. Sudah barang tentu Billa akan mendapatkan 'sarapan' pagi dari Ratna. Untung saja Joyee sudah benar-benar memberinya sarapan tadi, sebelum mengantarnya ke kediaman Iskandar—setelah mendapatkan Billa amburadul menangis dalam dekapan Joyee. Jika tidak, ia akan semakin lapar menikmati 'sarapan' dari Ratna. Namun, setidaknya Ratna masih bersedia menjawab segala pertanyaan Billa walaupun disertai omelan. Seperti saat Billa menanyakan ranselnya pada Ratna yang tidak lagi ia temukan di dalam loker.

"Mbak lihat tas aku?"

"Mana ku tahu!" jawab wanita itu ketus.

Billa membuka ikatan rambut yang sudah longgar. Anak rambut yang terjuntai, basah karena keringat. Billa menyanggul seluruh rambutnya lalu mengikatnya kembali dengan karet gelang sambil berpikir dimana ia menyimpan tas ranselnya itu. Billa berpikir, yakin ia meninggalkan tasnya di dalam loker sebelum berangkat bersama Kevin ke kantor. Saat itu Ratna kembali, menampakkan kepalanya dari balik pintu.

"Ekhem...." Ratna berusaha merebut fokus Billa. "Berterimakasihlah pada Mas Kevin, dia sudah mengambil tas itu dari ku. Jika tidak mungkin aku sudah membuangnya."

"Terimakasih Mbak." ucap Billa pada punggung Ratna. Ia tahu sebenarnya Ratna itu adalah wanita yang baik, hanya cara dia berkomunikasi saja yang unik.

Billa naik ke lantai dua menuju kamar Kevin. Tasnya memang benar ada disana, tergeletak di salah satu sofa. Billa duduk menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Seketika rasa lelah menuntutnya untuk beristirahat. Bahkan ia tidak tidur semalaman karena harus ke Bali menemui Kim. Berhubung tidak ada Kevin dan ia terbebas sejenak dari Ratna, tidak ada salahnya mencuri waktu untuk tidur. Setengah jam cukup untuk memberikan hak terlelap pada kedua matanya.

***

"Kevin, kalau aku tidak salah, kau ikut merekam acara ulang tahun perusahaan bersama anak-anak panti asuhan tahun lalu bukan?"

"Ya Farat, aku sempat merekamnya dari handycam ku."

"Syukurlah, aku membutuhkannya."

"Apa perusahaan tidak mendokumentasikan acara itu?" Kevin mengangguk pada Delvi, menyatakan dia bisa melanjutkan sendiri ke kamarnya.

"Penanggung jawab dokumentasi tidak menyimpan back up video itu. Sedangkan aku memerlukannya untuk presentasi lusa di depan investor. Untungnya masih ada padamu."

"Aku rasa masih di sana, aku belum sempat memindahkan ke komputer." Kevin membuka pintu kamar. Mata Kevin menangkap sosok yang ia tunggu sejak pagi tadi terlelap diatas sofa. Kevin heran, Bisa-bisanya gadis itu tertidur dengan nyenyak di sana. Apa punggungnya tidak sakit tidur dengan posisi seperti itu?

"Bisa kah kau periksakan untukku? Aku akan meminta sekretarisku menjemputnya."

"Baiklah kalau begitu." Kevin mematikan ponselnya lalu ia mengayuh kursi roda ke arah ranjang perlahan, mengurangi suara sebisanya, menjaga agar gadis itu tidak terbangun. Jarang-jarang ia bisa menikmati pemandangan seperti ini. Biasanya Billa tampak seperti gunung berapi yang siap meletus. Ia menjangkau selimut di salah satu nakas, kembali kepada Billa dan membentangnya di atas tubuh Billa.

HALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang