Delapan

2.4K 151 5
                                    

-Ku persembahkan salah satu ruang dimensi dunia ku pada kamu sekalian-

Enjoy it!

Gelap, kelam dan hitam.

Tidak ada yang terlihat. Menajamkan Pendengaran, satu-satunya indra yang bisa ia gunakan. Bunyi dentingan logam yang beradu terdengar jelas oleh telinga gadis itu. Semakin keras bunyi itu terdengar, dentuman jantung yang memompa darahnya bekerja semakin cepat. Billa merasakan rasa takut yang sangat membuat kakinya melangkah tanpa arah menjauhi sumber suara dalam pekat malam. Uap panas menguar dari tubuhnya menghasilkan bulir-bulir peluh yang membasahi kemeja yang tipis. Sedikitpun dingin embun bekas hujan yang turun tidak terasa oleh kulitnya.

Billa berlari, masih berlari. Semakin jauh ia berlari suara dentingan logam itu seperti semakin mendekat. Billa menghentikan langkahnya dan berbalik mundur menjauhi sumber suara yang masih saja berusaha mendekati.

Bukkk!!!

Benda keras menyandung langkahnya hingga terhuyung jatuh. Suara itu semakin jelas. Dengan cepat mendekati, menyakiti pendengaran.

Mata billa menangkap seberkas cahaya lentera di ujung jalan. Ia berdiri dengan susah payah, menyeret kakinya menuju cahaya tersebut. Suara itu sangat dekat!

Berkas cahaya dari lentera menerbitkan sekelebat bayangan lelaki. Pantulan cahaya lentera membekas pada logam tajam ditangan kanannya, memperjelas tato jangkar yang terlukis disana.

Dia pembunuh itu!!

Gadis itu terjatuh tanpa sebab. Alih-alih berdiri tegap menyerang laki-laki itu, tubuhnya malah bergetar dan lemas tak bertenaga menunjukan betapa takutnya ia pada sang bayangan.

"Luna.... Maafkan papa, Nak." Billa memutar kepalanya mencari pemilik suara.

Disana, di samping lentera, Billa bisa mengenali sosok Herman, ayahnya. Herman memandang Billa penuh penyesalan. "Bagun Nak! Jangan takut!

"Papa!..." Billa berusaha berdiri menggapai bayangan Herman yang berdiri jauh, tetapi ia tidak bisa menggerakkan kakinya.

"Bagunlah! Papa tahu kamu kuat... Tidak ada yang perlu ditakutkan sayang, Papa disini, Papa mencintaimu!"

Disamping itu bayangan lalaki bertato semakin mendekat kearahnya. Gadis itu hampir menyerah mencoba berdiri, tiba-tiba sebuah tangan tersodor didepan matanya. Tangan besar yang menawarkan pertolongan, perlindungan. Billa berkali-kali mengerjabkan mata, menatap sang pemilik tangan tetapi yang terlihat hanyalah wajah malam. Gelap dan kelam. Billa tidak dapat melihat dengan jelas tangan itu milik siapa.

***

Joyee bersedekap menyilang kedua tangannya dan menyandarkan punggung pada pohon mahoni tua yang tidak hanya memberi keteduhan namun juga kesejukan pada manusia yang duduk dibawah naungannya.

Ia mengisi paru-paru dengan udara segar yang dihasilkan dari proses fotosintesis dedaunan hijau, melepaskan sisa karbondioksida perlahan dari rongga kecil yang ia bentuk dimulutnya, lalu menoleh kearah kiri, melirik gadis yang sedang terbaring diatas kursi besi yang beralaskan ransel dibawah kepalanya.

Gadis yang sejak pertama kali bertemu telah menarik perhatiannya. Paras cantik nan pucat yang mengingatkannya pada seseorang. Seorang gadis belia yang selalu ia jahili guna menarik perhatian sang gadis, saat dulu berada dipanti asuhan. Gadis yang tiba-tiba menghilang tanpa perpisahan. Gadis yang membuatnya menanam keyakinan bahwa pertemuan itu akan datang kembali dikota ini. Di kota mereka dipertemukan. Bertahan untuk tidak meninggalkan kota tempat ia berpijak sekarang ini.

HALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang