Derasnya Hujan

23.9K 1.9K 29
                                    

Beberapa hari dari razia yang menyeret Cantika ke ruang ketua yayasan. Membawa banyak dampak seperti Cantika semakin dekat dengan Samuel yang membuat Arga dan beberapa cowok Tunas Bangsa patah hati. Hubungan Lisa dan Dirga semakin terbuka membuat luka tersendiri di hati Bella. Dan yang paling mengejutkan Angkasa berubah haluan dari mengejar Cantika jadi, mengejar Billa. Yah, Billa sudah beberapa hari ini mereka pulang pergi bersama.

Walaupun berita Cantika yang tertangkap membawa barang haram tersebut tidak menurunkan pamornya sama sekali malah menurut mereka hanya orang yang sirik saja dengan Cantika.

Ana dan Abid mereka masih senang dalam kesendirian dan menyimpan sakit sendiri. Diam-diam ternyata Abid menyukai Cantika yang entah sejak kapan dia tidak sadari. Ana masih sibuk menunggu Arga.

Pagi ini mereka tidak berangkat bersama dan kesempatan ini digunakan oleh Angkasa untuk menjemput Billa di rumahnya.

Angkasa langsung mengetikkan sesuatu.

To: Billa
Gue udah sampe depan rumah lo nih :)

Yah, Angkasa memang tidak membawa mobil. Dia hanya mengendarakan motor besarnya.

Tidak sampai lima menit Billa sudah keluar dengan rambut panjangnya yang diurai begitu saja.

"Hay," sapa Billa. Mendengar suaranya yang lembut saja membuat Angkasa terpesona.

"Hay, ayok cepetan udah mendung banget." Dengan hati-hati Billa menaiki motor Angkasa.

Angkasa menoleh ke belakang, "udah?" Billa hanya menganggukan kepala.

Jarak rumah Billa bisa di bilang yang paling jauh di banding teman-temannya. Jadi, kalo dari rumah Billa bisa memakan waktu 45 menit untuk sampai ke sekolah.

Motor Angkasa sudah keluar dari komplek perumahan Billa. Keduanya masih bungkam, rasanya lebih aneh dari pada di chat. Saat di chat mereka berdua bisa membahas apa saja tanpa canggung.

Angkasa melirik kearah spion, "pagi ini lo cantik Bil."

Billa yang mendengar itu pipinya memanas dia yakin pipinya merah sekarang. Tapi, Billa menabok lengan Angkasa. "Gombal lo receh."

Angkasa terkekeh, "receh tapi pipinya merah tuh." Ledek Angkasa.

Billa langsung melirik Angkasa dari spion. "Gak usah liat-liat."

Tiba-tiba belum setengah jalan rintik hujan telah jatuh ke bumi. "Sa, hujan neduh dulu." Angkasa setuju dengan usul Billa sambil melihat kanan kiri dan di depan ada taman yang menyediakan tempat seperti pos.

Dengan cepat Angkasa mengarahkan motornya ke pos tersebut sebelum hujan makin deras.

Pas sekali hujan deras mereka sudah sampai pos tersebut. "Lo sih punya rumah kejauhan," ucap Angkasa.

"Lo niat kaga sih jemput gue-nya." Sewot Billa.

"Niat lah sayang." Angkasa mengedipkan sebelah matanya.

Billa yang mendengar ucapan Angkasa tidak menggubrisnya sama sekali. Hujan sudah turun hampir sepuluh menit tapi, tidak ada tanda-tanda akan berhenti. Billa yang tidak membawa jaket pun mulai mengigil.

Angkasa yang melihat itu langsung menggenggam kedua tangan Billa dan dia dekatkan ke mulutnya.

Billa tersentak dengan perlakuan Angkasa dan saat itu juga jantungnya berdegub kencang tanpa bisa dirinya kontrol.

Angkasa meniupkan ke arah tangan Billa. "Gimana masih dingin?" tanya Angkasa.

Jujur saja Billa masih sangat kedinginan, dia hanya menganggukan kepala. Tanpa aba-aba Angkasa langsung mendekap tubuh mungil Billa.

Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang