Sebuah Pesan Singkat

206 6 0
                                    


Cuaca begitu terik sekitar bulan April, hari ini libur sekolah. Dibilik kamar Aku melihat laptop dan membuka sebuah email,

Muhammad Susilo said, "Assalamualaikum, ukhti.."

Aku melihat siapakah yang memberikan pesan chat, "Wa'alaikumussalaam." Aku jawab singkat dan padat. Kemudian dia bertanya, "Laki-laki seperti apa yang menjadi kriteria dirimu?"

Aku sangat jarang sekali bertegur sapa dengan laki-laki, Aku berperasaan jika banyak berinteraksi dengan kaum Adam selalu saja menjadi bahan fitnahan orang,

"Satu agama, dua agama, tiga agama, empat materi." Singkat dengan asal-asalan Aku ketik semua itu, yang penting jawab saja. Kemudian tidak ada balasan dari dirinya kecuali,

"Muhammad Susilo, Surabaya."

Maksudnya? Aku tidak mau menanggapi hal-hal yang berbau dunia maya, apapun bentuknya yang sekarang sedang digandrungi remaja. Facebook atau twitter contohnya. Silahkan pilih yang penting menjadi ladang dakwah saja. Rasa antusias terhadap agama sebagai bukti bahwa Aku ingin Allah memandang sedikit saja dari keikhlasanku. Seperti halnya Rabiah yang mendapatkan tempat yang istimewa.

Itulah pandangan yang dipupuk semenjak kelas tiga Madrasah Tsanawiyah, apakah salah jika Aku tidak memikirkan cinta untuk makhluk-Mu? Aku tahu kodrat sebagai seorang wanita tetapi untuk kali ini jangan dahulu karena Aku percaya, "Engkau akan memberikan seorang yang terbaik dan Engkau adalah pemilik rahasia yang tidak diketahui oleh siapapun."

Tiba-tiba ada yang membuka pintu secara langsung, Aku sudah hafal kebiasaan siapa ini.

"Rawiyah, sekarang apakah jadi mengaji kitab jurumiyah?" Tanya Shofiyah. Dia adalah sahabat dari kecil yang selalu ada dalam suka maupun duka.

"Iya, tentu. Ayo kita berangkat ke rumah Ustadz." Ajak dengan penuh semangat.

Aku mengambil kitab di meja, Shofiyah sahabat yang sangat pengertian. Ketika sakit yang mengantarkan berobat pastilah Shofiyah, dia yang pertama-tama memberikan bantuannya.

"Rawiyah, sebenarnya Aku heran mengapa salah satu ikhwan di antara murid Ustadz Abdul selalu memperhatikanmu, sepertinya dia menyimpan rasa untukmu?" Sindir Shofiyah.

Aku tidak menanggapi perkatan Shofiyah karena bukan keahlianku menebak hati orang lain.

"Ceritakanlah hal yang lain kecuali tentang perasan laki-laki, oke my friend??." Pintaku pada shofiyah seraya tersenyum agar dia tidak sakit hati.

"O...siap!." Jawabnya.

Kami berjalan kaki menuju tempat pengajian Ustadz Abdul, rumah Ustadz Abdul tidak jauh cuma berbeda RT saja. Aku merasa sangat iri dengan teman-teman yang menjadi santri lulusan PONPES terkenal di Jawa Barat, mereka pintar-pintar dalam membaca kitab. Aku tidak mempunyai dasar mondok karena orangtua tidak pernah mendukung dalam masalah agama, takut menjadi teroris katanya.

Aku heran, orang-orang yang mengaji disebut teroris sedangkan orang-orang yang mabok-mabokan sampai malam di tempat-tempat hiburan tidak pernah dijadikan sasaran agen polisi. Manakah yang lebih meresahkan? Ini hanya politik, politik kekuasaan dan tidak ada politik yang bersih, semuanya kotor. Aku tidak berniat terjun dalam dunia politik seperti apa yang Bapak cita-citakan. Maaf Bapak! Pilihan putrimu ini adalah jalan Agama. Aku mengenal sebuah teori, "Tidak ada kebenaran mutlak menurut pandangan manusia, semua itu tergantung paradigma pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing individu." Dari sebuah artikel di internet.

"Assalaamualaikum..." Shofiyah mengawali memberi salam, namun belum ada sahutan dari dalam rumah. Kemudian Aku ketuk pintu satu kali, "Assalaamualaikum..."

Pintu terbuka, dan ternyata istri ustadz yang menyahut salam kami, "Wa'alaikumsalaam.. mangga masuk neng.." Suruh Ummi kepada kami.

"Ustadznya ada Ummi?" Tanyaku kepada Ummi.

"Tentu ada, sebentar sok duduk dulu..." Ramah sekali pribadi istri ustadz ini, suasana rumah benar-benar sangat tentram dan hangat, berbeda dengan rumahku.

"Kenapa kalau masuk rumah ustadz hati selalu tentram?" Aku bertanya pada Shofiyah.

Shofiyah menjawab, "Iya, kirain hanya aku saja yang merasakan..."

Aku yakin pasti pesona agama yang kental telah merubah rumah ini seperti pribahasa "Rumahku Surgaku". Bagaimana tidak, sepasang dua makhluk Allah yang tinggal dirumah ini adalah orang yang sama-sama mengerti agama. Sakinnah Mawwadah dan Warrohmah, itulah yang dirasakan dua insan yang meniti jalan atas keridhoan Allah.

Ustadz Abdul adalah guru ngaji selain itu beliau berjualan kerupuk keliling. Biasanya rutinitas yang beliau lakukan ketika pagi yaitu berkeliling jualan kerupuk hingga siang hari, sorenya menjadi guru ngaji anak-anak kecil dan ba'da isya menjadi guru ngaji kaum remaja.

"Katanya semua sudah menunggu di majelis, mangga neng segera ke majelis sudah banyak kok yang kumpul..." Ummi langsung saja berbicara sambil sibuk melihat hpnya.

"Wah, Istri ustadz saja gaul mempunyai hp, sedangkan Aku? Hmmmm...Memang kita harus mengikuti perkembangan zaman kok, tetapi sesuai dengan kemampuan tentunya.Hehe." Ungkap hati ini.

Kami berdua segera mengikuti kajian di majelis, Ustadz Abdul sudah berceramah. Maklum kami memang selalu telat hadir. Aku melihat akhwat-akhwat sudah banyak yang berkumpul dan begitu pula ikhwan-ikhwannya. Aku melihat sekilas seseorang, jantung tiba-tiba berdegup kencang. Ada hal yang tidak dapat Aku utarakan. Apakah ini perasaan cinta? Apa yang Shofiyah katakan selalu teringat dalam hati.

"Apakah benar dia mempunyai perasan kepadaku?....Ah tidak mungkin..." Aku menepis pikiran jahil itu.

pikiran manusiawi yang harus bisa diatasi. Rabiah tidak akan pernah menggadaikan cinta Allah hanya untuk manusia yang diberi nama laki-laki. Apakah Aku akan kalah dengan perasaan yang sesaat ini? "Sudah fokuskan dirimu Rawiyah!" Batin ini berteriak.

"Sekarang bukan zamannya mencari pacar, sekarang menuntut ilmu dan buktikan cintamu pada Allah." Pergolakan batin yang sangat dahsyat.

Aku padamkan api yang bergejolak di hati ini dan tidak boleh gampang tergoda dengan prasangka-prasangka yang bodoh. Aku serahkan semuanya hanya kepada Allah, laki-laki yang Aku harapkan keberadaanya adalah dia. Itulah sebagian rahasia dalam dinding hati terdalam yang tidak diketahui oleh siapapun.

Biarkan semua tertutup rapat hingga Allah yang memberikan jawaban atas segala hasrat yang terpendam ini. Aku belum siap untuk mengenal rasa cinta pada manusia.


Di Atas Langit Cinta (Self-Published)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang