Dalam sebuah pencarian, Aku bagaikan oranglain. Aku tidak mengenal apa keinginan hati yang sebenarnya. Aku merasa ilmu ini belumlah cukup, Aku harus menggalinya lebih detail tidak hanya sekedar terpacu karena dorongan keinginan untuk berteori.
Aku ingin sebuah amal yang nyata, cinta pada Tuhan, cinta pada para Utusan dan cinta pada Islam akankah berakhir hanya sebatas fatamorgana?
"Ibu, Rawiyah ingin pesantren....ingin mencari ilmu, tidak apa-apa Rawiyah tidak melanjutkan studi yang penting Rawiyah ingin seperti muridnya Ustadz Abdul yang semua muridnya lulusan ponpes....." Pinta pada Ibu secara langsung.
"Memangnya kamu mau pesantren dimana? Bagaimana dengan murid-muridmu? Tega kamu tinggalkan mereka?" Tanya Ibu dengan lirikan yang tajam.
"Sungguh Ibu, Aku tidak pernah ingin meninggalkan mereka, meninggalkan sekolah Madrasah Hidayatul Ikhwan yang telah membesarkan namaku. Bukan hanya itu saja, Aku akan bersalah kepada Ustadz Manaf yang telah mempercayaiku...tapi Rawiyah merasa hampa...Rawiyah ingin mengejar sesuatu yang ingin Rawiyah ketahui...Rawiyah ingin seperti mereka-mereka yang telah menemukan apa arti hidup ini..." Ujar dengan penuh perasaan dengan harapan Ibu mau mengerti.
"Iya, terus niat kamu pesantren dimana?" Ketus Ibu.
"Gontor Bu..." Kataku singkat, Aku takut Ibu tidak mengizinkan.
"Jauh sekali yang di Jawa Timur itu? Bukankah di daerah sini saja masih banyak pesantren-pesantren. Ini jauh-jauh ke Jawa Timur, Ibu tidak bisa mengizinkanmu." Ibu menghentikan pembicaraan dan beranjak pergi.
Aku sudah dapat mengira itulah jawaban yang akan diberikan Ibu. Aku heran kenapa begitu tertarik kepada Ponpes Gontor yang terkenal itu, Aku harap bukanlah rasa penasaran ini untuk mondok disana. Aku harap disana memang ada satu jalan yang bisa membimbing diri ini kepada Ilmu mengenali Allah.
Rabiah Al Adawiyah, sosok wanita inspirasi yang membukakan mata hati untuk mempelajari semua Ilmu. Khususnya Ilmu yang menyelamatkan di dunia dan akhirat, meskipun semuanya masih dalam batas pengetahuan Allah. Wallahu a'lam..
Hujan turun seolah membalaskan dendam atas kemarau yang panjang, mata ini menatap keluar jendela kelas. Aku mendesah, dan tidak sempat memperhatikan murid-murid yang sedang mengerjakan tugasnya. Sikapku belakangan ini menjadi sedikit pendiam, ada asa yang tidak terutarakan dalam lubuk hati yang terdalam.
Aku bukanlah tipe yang selalu mengandalkan uang orangtua juga, kali ini pikiran melayang entah kemana antara cita-cita dan keluarga. Asa seolah menari di ujung penantian, penantian akan sebuah kebenaran, meniti jalan yang lurus yang dapat hendak Aku gapai melalui metode kebenaran Risalah Rasulullah.
Zaman sekarang, percampuran haq dan bathil sudah menipis. Kebenaran sudah mulai kabur oleh kebathilan. Jika aku berada pada Zaman Rasulullah mungkin diri ini tidak akan begitu sulit untuk mencari sebuah kebenaran, karena dengan leluasa bisa bertanya langsung kepada beliau. Agama adalah konflik manusia yang penuh warna, banyak yang telah menemukan kebenaran dalam agama dan banyak pula terjerumus di dalam kesesatan. Jika tanpa Al-Qur'an dan Hadits maka umat Islam mungkin sudah tidak karu-karuan keberadaanya. "Ya Allah, tunjukilah kami jalan Lurus-Mu..Aamiin" Pinta dalam hati seraya melihat gemerincik air hujan yang turun membasahi bumi.
"Rawiyah, Ustadz bisa bicara?" Ustadz Manaf memanggil, Aku ikuti langkah Ustadz Manaf menuju ruangannya yang tidak jauh dari meja-meja guru lainnya.
"Akhir-akhir ini sepertinya kamu mempunyai masalah. Kamu jadi tidak fokus terhadap mengajar, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya ustadz, membuat hati merasa menjadi sedih. Apakah harus berkata jujur? Tetapi tidak mungkin Aku menceritakan semua ini kepada Ustadz karena tidak ada hubunganya sama sekali dengan Ustadz Manaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Langit Cinta (Self-Published)
SpiritualPerjalanan seorang wanita untuk mencari hakikat cinta yang sebenarnya. Cinta yang dia cari adalah cinta yang berdasarkan cinta kepada-Nya, akan tetapi bagaimana apabila cinta kepada Tuhan merubahnya menjadi wanita yang tidak dapat mencintai siapapun...