Cinta

176 6 0
                                    


Aisyah mendapatkan cinta dengan terluka..

Hari ini Aku putuskan untuk pulang ke kampung halaman, sudah lama sekali Aku bergelut di kota ini dan belum sempat melihat bagaimana keadaan Ibu dan Bapak di rumah. Perjalanan panjang dari arah Tol Lewi Panjang, sambil memakai handset, mendengarkan lagu Maher Zain "Barakallah.."

Berlari sambil menenteng tas baju-baju yang sengaja Aku jahit khusus untuk Ibu, dan membawa sedikit cemilan khas Bandung. Tidak Aku sangka mereka sudah berada di depan pintu untuk menyambut, tak berpikir panjang lagi langsung memeluk mereka. Tiada perubahan pada diri mereka kecuali usia, sangat penuh haru kami seharian bercengkrama melepaskan rindu yang lama terpendam.

"Oh ya.. Kemarin ada undangan pernikahan yang baru sampai.. coba tebak siapa yang akan menikah?" sahut Ibu sambil memberikan undangan itu, segera Aku melihat sampul yang di depannya tertera inisial "S" dan "A". Aku buka secara perlahan sambil meminum segelas air putih yang telah aku sediakan diatas meja.

"Shofiyah dan Ahmad Khodir" Seketika air yang baru aku teguk mengering ditenggorokanku, seketika rumah menjadi begitu sempit, langit terasa akan runtuh dan hati tak kuasa menahan sesaknya dada. Sahabat yang begitu Aku sayangi melebihi diri sendiri akan bersanding dengan laki-laki yang selama ini terpendam rasa cinta untuknya. Aku mencoba menahan air mata dan berpura-pura mendapatkan kebahagiaan.

Aku segera masuk ke bilik kamar dan terduduk dengan hati yang masih sulit untuk menerima kenyataan. Teman yang selalu ada di saat suka maupun duka akan menikah dengan laki-laki yang Aku impikan. Air mata tak sanggup terbendung terus berurai seolah tiada habisnya, teringat kata-katanya yang dahulu pernah singgah dalam hatiku. Oh kiranya Aku telah tertipu oleh seorang pemuda yang Aku kira dapat memegang janjinya. Janji seorang pria kepada seorang wanita, Tuhan aku ingin marah dan melupakan segala kekecewaan ini. Kemanakah janji yang dahulu kau katakan padaku? Kemanakah larinya asamu itu? Kenapa kau pilih sahabat karibku untuk menjadi pendampingmu? Aku terlena dalam cinta, tidak sanggup Aku sembunyikan rasa cinta ini pada makhluk-Mu. Selama ini Aku kejar mimpi, dan sekarang harus kehilangan cinta. Ya Allah cinta ini menyakiti dan menjadikanku bodoh, apakah Aku terlalu naïf yaa Allah? Cinta ini sungguh untuk-Mu, Aku mencoba untuk taat pada-Mu agar Engkau memberikan jawaban yang indah. Aku selami samudera ilmu untuk mendekatkan diri pada-Mu, namun saat ini perih hati tiada sanggup berpura-pura akan perasaan ini.

Kemudian Aku segera menyeka air mata ini, namun mengalir lagi dan lagi. Aku tidak boleh menunjukkan ini dihadapan Shofiyah. Aku harus tegar, dan kuat untuk mengucapkan selamat padanya. Shofiyah sahabatku, mana mungkin Aku tidak berbahagia dengan pernikahanmu. Menikahlah kamu dengan orang yang tepat, dia baik untukmu. Mungkin Allah merencanakan semua ini atas kebaikanmu. Aku harus mencoba ikhlas, ini adalah takdir Allah dimana semua keadaan tidak dapat tertebak.

Pergilah cinta..Aku ikhlas melepaskanmu dari angan-angan ini...

Andai engkau tahu betapa lamanya aku memendam perasaan ini...

Cinta tidak Aku ketahui kemana arahnya, Aku membutuhkan Allah agar terus membuat Aku bertahan dalam segala cobaan. Inilah akhir dari sebuah pengharapan...

Sungguh aku merasa kecewa, tetapi kepada siapa Aku harus mengadu selain kepada-Mu...

Aku berpura-pura ikut merasa bahagia, melihat Shofiyah begitu bahagia memperlihatkan baju pengantinnya dan semua pernak pernik untuk pesta pernikahannya. Apapun yang menjadi kebahagiaanmu itu juga adalah kebahagiaan bagiku. Sahabat yang terus membela dan berjuang bersama-sama kini sudah siap menapaki jejak yang baru. Kau memilih orang yang tepat Shofiyah, semoga engkau bahagia dengannya...

Hari pernikahan Shofiyah tiba, Tanpa banyak alasan Aku langkahkan kaki untuk menghadiri pesta pernikahan mereka. Ahmad Khodir tertegun saat kami bersalaman.

"Rawiyah...sejak kapan kamu telah kembali?"

Aku hanya tersenyum dan segera berlalu, Aku berusaha kuat dihadapan semua orang.

"Rawiyah....jangan pulang dahulu..banyak hal yang ingin Aku ceritakan padamu..kalau kamu pulang semua ini terasa sepi..Aku sangat ingin kamu menjadi saksi kebahagiaanku saat ini..." Sahut Shofiyah..

"Oke Fiyah...Aku akan menunggumu, Aku akan disini sampai pesta pernikahanmu selesai"

Aku berdiri memandangi mereka berdua, pasangan yang begitu serasi. Aku mendo'akan kalian menjadi keluarga yang Sakinnah Mawwadah dan Warrahmah, mempunyai anak yang banyak dan lucu-lucu. Tidak terasa buliran air mata ini jatuh dipelupuk mata, namun bibir ini tersenyum bahagia. Sebuah fatamorgana yang sedang seorang wanita tunjukkan meskipun hatinya tengah dalam penderitaan.

Setelah pernikahan itu, Aku habiskan waktu liburan dirumah dengan membaca Al-Qur'an. Bagaikan Oase ditengah padang pasir yang tandus, mungkin dengan cara mengingat-Mu akan memulihkan hatiku yang terluka. Engkau adalah satu-satunya yang patut dicinta, karena cinta pada makhluk itu sangat mengecewakan sedangkan cinta pada-Mu adalah obat dari segala kekecewaan.

"Shofiyah sudah menikah...bagaimana denganmu Rawiyah? Di Bandung kan cowoknya ganteng-ganteng... mungkin ada yang spesial dihati anak Ibu ini?"Tanya Ibu menjahiliku sambil mencubit pipi ini.

Ibu andaikan engkau tahu apa yang anakmu lakukan di Bandung itu hanya untuk tolabul'ilmi dan bekerja sampingan saja. Mana sempat Aku memikirkan seorang laki-laki, malahan laki-laki yang Aku pikirkan sudah menjadi milik Shofiyah. Aku menghela nafas yang panjang, sekarang fokuslah Rawiyah pada visi dan misimu kedepan.

Ada hal yang membuat Aku ingin menjauh dari dunia percintaan, mungkin Aku takut tersakiti kembali. Melepaskan cinta itu mudah tetapi untuk melupakannya butuh waktu yang lama. Entahlah sampai kapan, toh umurku sekarang 24 Tahun, perjalanan ini masih panjang belum saatnya menyerah pada keadaan.

Rabiah Al-Adawiyah, pasti jika melihat Aku dalam keadaan seperti ini akan mentertawaiku, kemana ilmu yang telah Aku dapatkan mengenai qada dan qadar? Semua itu bagaikan lenyap seketika, ternyata mencintai Allah begitu beratnya bagi insan yang lemah ini. Apa yang membuat Rabiah bisa melupakan cinta dunia? Apakah rasa cinta pada Allah mampu mengalahkan segalanya?

Aku terhenyak seketika, Rabiah adalah sosok yang mampu mematahkan segala angan dan cintanya pada dunia dengan jalan mencitai Allah lebih dari apapun juga. Kini Aku sadar, apa yang Aku lakukan salah, apa yang Aku inginkan itu salah. Aku harus mencintai Allah dari apapun juga, jikalau Shofiyah adalah jodohnya itu berarti Allah yang telah menentukan. Keputusan Allah tidak boleh ditolak, maka sirnalah sudah rasa kecewa. Hati terasa lapang, serasa udara sejuk mengaliri tubuh. Terima kasih Allah, ni'mat-Mu sungguh tiada terkira. Apapun yang menjadi milik-Mu ambilah sekalipun itu adalah yang berharga untukku...

Aku patahkan jiwa ini hanya untuk mencintaiMu....

Aku kubur dalam dalam jiwa yang selalu berontak untuk taat pada-Mu...

Apalah arti cinta makhluk jika engkau tiada meridhoi...

Sungguh Aku patahkan jiwa ini untuk menyelami lautan cinta-Mu....

Di Atas Langit Cinta (Self-Published)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang