1 Tahun berlalu...
Cukup rasanya mengembara di Bandung, bisnis fashion yang telah lama digeluti sudah mulai berkembang dan mendapatkan hasil. Banyak ibu-ibu yang meminta untuk membuatkan baju-baju mereka. Hingga suatu hari seorang Ibu datang ke ponpes dan menanyakan diriku. Aku segera menghadap beliau,
"Assalamu'alaikum.." salam pada Ibu yang memakai baju merah yang cantik, modis dan kacamatanya yang begitu berkelas. Aku tertunduk malu, mana mungkin seorang Ibu yang tampilannya mewah mencariku. Apakah Aku mengenal beliau? Hati ini terus bertanya-tanya..
"Wa'alaikumsalam..." Lembut suaranya dan beliau membuka kacamatanya serta merta terlihatlah kecantikan beliau yang membuat mata terpana.
"Apakah ini dengan Rawiyah?" Tanyanya dengan lembut penuh keibuan.
"Benar, ada apa ya bu?" Aku penasaran apa yang membuat ibu ini mencariku.
"Alhamdulillah, sebenarnya ibu kemari ingin mengajak Rawiyah bekerjasama dalam bisnis menjahit...mari duduk disebelah Ibu, jangan malu dan sungkan.." pintanya padaku. Aku menurutinya dan duduk disebelah beliau.
"Sebelumnya perkenalkan, nama Ibu Azzahra. Ibu sedang merintis usaha Butik Azzahra di bandung ini. Sebenarnya Cabang kedua yang satu berada di Jakarta." Panjang lebar beliau menjelaskan.
"Bekerjasama dengan saya? tetapi saya tidak berkompeten dalam usaha butik. Saya penjahit biasa yang menerima order dari anak-anak ponpes dan juga Ibu-ibu pengajian.."
"Kamu ini rendah hati, sebenarnya salah satu ibu pengajian di ponpes ini adalah Ibu saya, nama beliau Ibu Rahmah...beliau sangat suka dengan jahitannya, sampai beliau bilang "Bikin baju tuh kayak gini toh, ayu ndak aneh seperti baju-baju yang dipakai artis itu wess koyo wong gendeng." Begitu ucapnya..." Beliau tersenyum sendiri.
"Coba Ibu ingin tahu konsep Rawiyah mengenai baju itu yang bagaimana?" Tanya beliau mulai serius.
"Sebenarnya saya tidak begitu mengenal fashion, hanya saya senang dengan baju-baju yang simple tetapi syar'i apabila dipakai."
"Pengalaman kamu itu di dapat darimana?"
"Saya ikut pengajian Ibu-ibu kadang ada seminar, workshop dan hand made lainnya sehingga Alhamdulillah saya bisa menjahit dari sana dan sampai sekarang menerima orderan.."
"Bagus sekali, Ibu suka dengan caramu itu. Ini kartu nama Ibu, apabila Rawiyah mau bekerjasama dengan Ibu silahkan hubungi nomer yang tertera disana. Oh..Ya Ibu tidak dapat berlama-lama karena harus ke Jakarta sekarang." Beliau berdiri seraya memakai kembali kacamatanya, kemudian beliau berpamitan kepada para pengurus ponpes seraya memberikan senyuman kepadaku.
"Masih ada seorang Ibu Metropolitan yang sangat ramah..." Gumam dalam hati. Aku pandangi kartu nama beliau, tertera Butik Azzahra. Sempat terpikir Aku ingin sekali bergabung, mungkin saja itu peluang yang Allah berikan dalam mengembangkan usaha ini. Tetapi Aku kurang begitu percaya diri, Aku takut melangkah dijalan yang salah. Kemudian ustadz Arifin menghampiri dan bertanya,
"Apa hubunganmu dengan Ibu Zahra Rawiyah?"Tanya beliau serius.
"Tidak ada, Cuma beliau mengajak Rawiyah kerjasama dalam bisnis butik beliau.."
"Subhanallah.. Rawiyah itu kesempatan bagus untukmu, apa kamu tahu siapa beliau ini?"
Aku menggelengkan kepala, Ustadz Arifin berdecak kagum membuat semakin penasaran akan sosok Ibu Zahra.
"Beliau adalah donatur tetap dipesantren ini, beliau seorang konglomerat di Jakarta usahanya sudah banyak, bahkan sekarang beliau membuat butik sendiri."
Aku tertegun dan terpukau serta tidak menyangka jikalau orang yang mencariku adalah orang yang penting di Pesantren ini.
"Lalu menurut ustadz bagaimana? Sepertinya Rawiyah berniat pulang ke kampung halaman Rawiyah. Sudah tiga tahun Rawiyah belajar dan mengadu nasib di Bandung."
"Menurut ustadz kamu harus menentukan pilihan dari sekarang, kamu masih muda dan ada jalan terbuka untukmu menjadi manusia yang jauh lebih baik dari segi agama maupun dunia...kamu membutuhkan itu untuk masa depanmu..." Nasehat Ustadz Arifin membuat pikiran ini semakin bingung.
"Ustadz tidak akan berkata seperti ini jikalau kamu tiada bakat, coba kamu lihat Ibu Zahra saja sampai mencarimu itu berarti ada sesuatu dalam dirimu..kembangkan potensimu Rawiyah" Tukas beliau.
Melihat diriku yang terdiam bisu, Ustadz Arifin segera beranjak namun beliau sisipkan ucapan yang membuat hati semakin tidak ingin membuang kesempatan baik ini.
"Perjuanganmu sudah ustadz ketahui dari awal kamu mondok kesini, semua itu karena usaha jerih payahmu. Nah, pikirkan dengan baik kesempatan ini. Jangan sampai selama kamu hidup mengembara disini sia-sia, jangan sampai tenaga dan air mata yang kamu keluarkan tidak membuahkan hasil apa-apa...mencari kebahagiaan akhirat itu wajib malahan harus tetapi jangan kesampingkan kebahagiaan duniamu...karena kita hamba Allah yang ingin bahagia di dunia maupun akhirat..Insya Allah." Ucap beliau seraya beranjak pergi.
Aku tidak dapat memejamkan mata sedikitpun, padahal waktu sudah menunjukkan jam 01.00 pagi. Hati ini begitu gelisah, Aku habiskan malam dengan Sholat Qiyamul Lail dan Sholat Istikhoroh.
"Yaa Allah, jikalah ini jalan yang hendak Engkau pilihkan untukku, maka sungguh bersyukur hambamu ini, ridhoi hamba apabila memang ini jalannya. Jangan Engkau membuat terlena sesaat seperti kejadian kemarin, jangan Engkau memberikan ni'mat yang membawa mudharat. Yaa Rabbi...terima kasih atas cinta yang telah Engkau berikan pada hambamu ini..."
Aku putuskan menyelesaikan belajar di ponpes ini, Aku setorkan semua talaran yang banyak terbengkalai akibat kesibukan sebagai penjahit orderan. Karena jika tanpa itu tidak mungkin Aku bisa berlama-lama di ponpes ini. Semua ustadz dan ustadzah yang selalu membimbing menyatakan perpisahan yang sangat dalam. Mereka adalah saksi bagaimana kehidupan ini begitu keras. Seketika Aku teringat dengan Aisyah, orang yang pertama-tama menyambut dengan penuh senyuman. Sebenarnya dalam lubuk hati yang paling dalam, Aku ingin tahu bagaimana keadaannya bahkan nomer hp-nya sudah tidak aktif apabila dihubungi. Apakah dia menjalani semua itu dengan penuh penderitaan? Atau apakah dia sanggup seperti Asyiah yang menikahi Fir'aun? Aku do'akan semoga Allah terus membimbingmu dalam suka maupun duka di kehidupanmu.
Kaki ini melangkah perlahan meninggalkan ponpes yang sangat aku banggakan ini, memang ini bukan ponpes yang terkenal, tetapi ilmu bukan hanya milik mereka yang besar. Dimanapun ada ilmu disanalah kami akan terus mencari sekalipun dilubang semut yang kecil.
Perjalanan pulang yang sendu, Kota Bandung yang indah dan kisah yang istimewa belum berakhir. Pergilah duka, pergilah derita. Tuhan menginginkan Aku terus berjalan dalam koridor-Nya meskipun sempat Aku berpikir bahwa banyak ketidak adilan yang Aku dapatkan. Namun semua itu membuat mental menjadi jauh lebih kuat, Aku akan terus mencari hakikat hidup sebenarnya.
Rabb, tiada jalan yang seindah jalan-Mu..
Tiada derita yang sia-sia dengan-Mu...
Mencintai-Mu lebih dari apapun juga membuatku tiada pernah putus harapan..
Aku semakin kuat dan aku semakin tiada perduli dengan sekitarku yang penat...
Biarkan genderang dunia bertabuh di sampingku..
Biarkan mereka yang mencemoohkanku menjadi hamba sahaya-Mu...
Aku tiada lagi mengenal batas waktu, aku sudah merasa cukup dengan hadir-Mu dikehidupanku..
Jangan berikan aku yang lain selain apa yang ada dari-Mu...
Terima kasih Tuhanku....
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Langit Cinta (Self-Published)
SpiritualPerjalanan seorang wanita untuk mencari hakikat cinta yang sebenarnya. Cinta yang dia cari adalah cinta yang berdasarkan cinta kepada-Nya, akan tetapi bagaimana apabila cinta kepada Tuhan merubahnya menjadi wanita yang tidak dapat mencintai siapapun...