Senja Di Kota Kembang

153 5 0
                                    


Ketenangan menyeruak dalam diri ini, kemarin adalah masa dimana fase kehidupan, step by step akan mengalami kenaikan maupun penurunan. Kini diperjalanan menuju Pondok Pesantren Nurul Huda Bandung, Soreang-Jawa Barat hatiku akan terus bertasbih melihat indahnya pemandangan di jalan tol Cipularang.

"Rawiyah, udaranya sejuk ya...padahal ini belum nyampe bandung loh..." Senyum Shofiyah membuat perjalanan ini semakin ceria.

Sengaja kami menyewa mobil kol buntung milik paman Shofiyah, sungguh beruntung Aku mempunyai sahabat seperti dia. Tetapi sepertinya kali ini adalah pertemuan kami yang terakhir, karena setelah disana Ibu, Bapak dan Shofiyah akan segera kembali. Mereka hanya akan mengantarkan sampai disana.

"O...ya disana kamu tenang saja, Insya Allah disana ada teman dulu di pesantren namanya Aisyah. Jadi Aku tidak khawatir akan keadaanmu disana meskipun tanpaku..."

"Syukron Fiyah...bagaimana Aku harus membalas jasamu ini? Jika Aku sudah sukses Aku akan menemuimu..."

"Terus, Aisyah nanti akan mengatur semua urusanmu...ehmm..." Shofiyah melihat kanan-kiri, "Lewat sms ya?" Lanjutnya sambil memelankan suaranya supaya Bapak dan Ibu tidak dapat mendengarnya.

Tak lama sms diterima, dan kemudian Aku buka,

"Rawiyah sahabatku yang cantik...Aisyah akan mengatur urusanmu mengenai pekerjaan. Insya Allah kamu harus belajar mandiri dari sekarang ya..."

Aku tersenyum kemudian Aku tatap lekat-lekat wajah Shofiyah, air mata terjatuh tak tertahankan. Segera Aku usap agar tidak ada yang mengetahui betapa bangganya mempunyai sahabat seperti Shofiyah.

Dia begitu rela bersusah payah mengeluarkan Aku dari konflik kemarin, memberikan solusi dan membantu sekuat tenaganya. Sampailah di tempat Aku akan bertolabul'ilmi. Beberapa pengurus Ponpes berdatangan untuk menyambut.

"Aisyah ! Aisyah..disini..." Panggil Shofiyah dengan penuh antusias.

Seorang wanita muda, putih, cantik menghampiri dengan penuh senyum yang manis.

" Assalamu'alaikum?"

Kami menjawab, "Wa'alaikumsalam..." dengan serentak.

"Sepertinya Ibu dan Bapak sedang mengurus semua prosedur, ayo kita masuk ke majelis sambil berkenalan.." Tatapnya manis seraya tersenyum. Subhanallah, ramah sekali santriwati ini.

Kami segera menuju sebuah majelis, indah sekali kaligrafi yang terpampang disini. Aku terus menatap kaiigrafi itu, sampai Aku tidak tersadar jika Shofiyah dan Aisyah tengah memperhatikan.

"Wah...sepertinya Rawiyah senang melihat kaligrafi ini ya?" Tanya Aisyah tanpa malu dan penuh basa-basi.

Aku tersenyum, "Bagus sekali...." Aku kembali memperhatikan dengan penuh bahagia.

"Ini semua buatan santri loh..." Shofiyah tersenyum.

"Masa?" Aku sedikit tersentak.

"Benar, ini semua karya santri disini...hehe daripada tidak ada kerjaan...." Aisyah menambahkan, "Ayo duduk, maaf ya tidak ada sambutan khusus apapun..."

"Seperti mau kedatangan presiden saja mesti ada acara sambutan-sambutan...hehe" Gurau Shofiyah. "Oh ya Aisyah, ini Rawiyah yang Aku ceritakan...dia cantik kan?"

"Fiyah !.." Aku tertunduk tersipu malu.

"Iya cantik, Alhamdulillah akhirnya semua rencananya lancar dan selamat hingga kita bisa bertemu. Namaku Aisyah, senang sekali mendapat teman baru...pokoknya anggaplah kita seperti saudara ya?"

"Insya Allah, Alhamdulillah jika saya diterima dengan baik disini..."

"Terus bagaimana masalah Rawiyah bekerja?" Tanya Shofiyah langsung.

"Begini, kalau di pabrik sepertinya tidak mungkin karena akan menghambat proses belajar Rawiyah di ponpes ini meskipun ponpes ini dikenal ponpes modern tetapi jika mengenai belajar sangat ketat...." Tukasnya secara gamblang.

"Pokoknya tolong usahakan ya Aisyah...soalnya Rawiyah akan membayar biayanya semua disini sendirian..." Terlihat dari raut wajahnya Shofiyah benar-benar mengkhawatirkanku.
"Tenang, Alhamdulillah Aku cari kemana-mana terus Aku dikasih tahu sama anak santriwati lainnya kalau ada sekolah TPA yang membutuhkan guru, nah kebetulan bukan? Rawiyah pernah mengajar setidaknya..." Aisyah tersenyum kepada kami.

"Afwan, tapi saya tidak kuliah mbak Aisyah...atau teh Aisyah? Bagaimana saya memanggilnya..?." Aku sedikit bingung, memanggil Aisyah takut tidak sopan.

"Panggil Aisyah saja ya, karena umur kita tidak jauh beda kok, Yah...pokoknya disana yang penting punya skill Rawiyah, nanti masalah kuliah semoga saja mendapatkan jalan ya...atau nanti sambil cari-cari tempat kerja lain. Kita jalani saja dulu yang ada ya?" Pinta Aisyah.

"Bagaimana Rawiyah? Untuk sementara saja ya?" sambung Shofiyah.

"Ya sudah, Insya Allah..." Sahutku, kemudian kami mengobrol layaknya saudara yang tengah berkumpul setelah berpisah.

Tiba perpisahan dengan Bapak, Ibu dan sahabat terbaikku ini. Aku meminta maaf kepada mereka semua tidak terkecuali paman Shofiyah. Ibu terasa berat melepaskan putrid semata wayangnya ini, semua pesan sudah Ibu lontarkan dengan terperinci. Aku hanya mengangguk-angguk saja, Bapak yang tadinya sedikit cuek sekarang berbeda. Terlihar rautan sedih di wajahnya, tetapi mencoba bertahan agar Aku tidak sedih. Aku memeluk Shofiyah dengan erat, kemudian Aku dan Aisyah mengantar kepergian mereka sampai di pintu gerbang ponpes.

"Kamu pasti sedih, ayo kita masuk ke dalam pasti yang lain sudah menunggu kedatangan santri baru..pasti mereka pada seneng..." Antusias Aisyah segera mengajak ke Pondok Putri.

Senja di upuk barat yang Indah, di balik gunung sang matahari terlihat malu-malu untuk menyambut malam. Senja yang berwarna kuning ke-emas-emasan mengantarkan kerinduan kepada semua orang yang ada di kampung. Apakah mereka merasakan hal yang sama? Bahwa disini Aku akan mulai merubah semua mimpi menjadi nyata, meskipun banyak cobaan dan rintangan semoga dapat istiqomah menjalaninya.

"Amin"

Senja di kota kembang, pemandangan yang indah.

Di Atas Langit Cinta (Self-Published)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang