"Ah tidak! Siapa dia." gumamku lirih.Pemuda itu menjulurkan tangan dan memberikan seputik bunga yang indah kepadaku. Tanganku gemetar dan perlahan mengambilnya kemudian menempelkan bunga itu tepat di bawah hidungku. Benar-benar harum.
Aku merasa bahwa aku sangat mengenal pemuda itu sekarang.
Pemuda itu memelukku seakan kami pernah kenal sebelumnya. Tapi ntah mengapa tangan kaku ku ini mengikuti isyarat dan memeluk erat tubuh kekar itu."Leaa!" Mataku terbelalak seakan aku baru saja berada di ambang kematian.
"Mimpi gila lagi ya?" Kenna menertawakanku.
"Ah sudahlah, aku tak sedang bercanda pagi ini." Kesalku terhadap Kenna yang mengacaukan mimpi-mimpiku setiap pagi.
Rasanya Kenna sudah terlalu dewasa untuk membaca tulisan kertas berukuran sedang yang aku tempel rapi di pintu depan ruanganku.
JANGAN MENGACAUKAN MIMPIKU!
Ya, memang umur kenna enam tahun lebih tua dariku. Dia seperti mamaku yang setiap harinya mengomel.
Aku Linnea Allegra, bocah yang baru saja menginjak usia enam belas tahun. Ntah mengapa aku lebih senang menganggap bahwa diriku Adalah bocah. Aku manusia pemimpi, menyukai mimpi-mimpi indah dan juga kenyataan-kenyataan indah. Terbukti kan ya, dari mimpi-mimpi tadi bahwa aku seorang pemimpi, hmmmmm...
Kakakku, Kenna Allegra yang menjadi pemandu setiap hari, karna bebarapa tahun yang lalu mamaku memilih pergi saat pertama kali aku melihat dunia dan membiarkanku hidup bersama Kenna dan Papaku. Kenna masih muda dan tahun ini akan melakukan skripsi. Aargh, dan aku akan menjadi pembantunya setiap detik. Kenna sangat baik, apa lagi saat ia membutuhkan keringatku.
"Kenn! Aku lapar sekali." Keluhku.
"Kapan kau akan berhenti memerintahku membuatkan makanan untukmu, bocah!" Tanya Kenna sedikit mencibirku.
"Bagaimana jika kau hidup sendiri?" Tambahnya.
"Hei Kenn, ingat kan aku tak bisa memasak? Lagi pula kenapa aku harus hidup sendiri, kan ada kau."
"Aku tak mau tinggal denganmu! bagaimanapun juga aku akan menjadi milik orang lain, le!"
"Kenn, kau masih muda. Lagipula, memang ada ya, yang tertarik denganmu?" Cibirku menjelaskan kepada Kenna.
"Heh, asal ngomong. Kalo emang ntar ada, gak bakal deh aku berfikir tinggal di rumah gede banyak roh halusnya. Dan juga ngaca, emang ada yang mau sama kamu?" Tawa Kenna membalikan kata-kataku.
Rumah besar yang sepi ini bisa berubah menjadi ramai saat ada aku dan Kenna. Kurang lebih seperti barusan, hanya perkara makan urusan jadi panjang. Maklum namanya juga cewek.kami hanya berdua di rumah. Ayah kami pergi keluar kota untuk agar aku dan Kenna dapat bertahan hidup. Ayah adalah orang pekerja keras, dia menginjak rumah hanya saat akhir bulan saja, dan hari ini adalah awal bulan. Kupikir itu tak terlalu buruk.
Biasanya pagi begini aku sudah datang ke Sekolah, tapi beruntung sekali aku mendapat dispensasi untuk meregangkan otak. Selama sampai ajaran baru, dan tentunya aku menjadi murid baru di SMA ternama.
Aku berlari ke ruanganku untuk mengganti pakaian. Satu setel baju menempel erat pada tubuhku. Seperti biasa lengan bandatan terlepas otomatis jatuh menggantung menarik tali lengan bagian lainya. Sebuah benda melingkar di rambutku ke arah belakang hingga membentuk mirip seperti ekor kuda, hitam dan menggantung. Selalu seperti ini setiap hari liburku—Membeli sayuran di supermarket.
Aku mengayuh sepedahku santai dan menikmati suasana pagi hari yang teriringi musik-musik klasik. Untung saja supermarketnya buka 24 jam, jika tidak aku tak akan santai menikmati sorotan cahaya matahari yang menembus awan dan menyilaukan mataku.
"Lah, Supermarketnya udah kelewatan. Sial mungkin aku akan cek mata besok." Batin ku.
Sesampainya aku memarkirkan sepedaku di tengah-tengah parkiran, di belakang mobil merah keren. Wih.
"Tadi beli apa aja ya? Ah ini!"
"Heh itu milik gue!" teriakku.
"Orang gue yang megang duluan!" Bentak seorang cowok asing.
Saat itu aku tak berfikir apa-apa tentang bagaimana harus bersikap sopan terhadap seseorang.
"Heh itu gue duluan yang nemu!" bentakku.
Kami terus berebut minyak goreng diskonan yang hanya ada satu di rak supermarket tersebut.
"Ah bodoamat. Gue juga bisa kalo beli itu minyak goreng yang mahal mahal. Itu diskonan apa paling juga bentar lagi basi." Kesalku menunjuk nunjuk minyak goreng yang besar.
"Yeu lo aja yang basi." Cowok itu melemparkan tatapan yang kufikir ia merendahkan ku. awas saja.
"Ini total semua belanjaan mbak." Petugas supermarket dan menyodorkan nota kecil kepadaku.
Aku mengutik dompet ku dan yang benar saja hanya ada satu lembar seratus ribuan.
"Lama amat!"
"Duh kaget gue!" Ucapku menoleh ke cowok minyak goreng tadi. "Apasih yang sabar dong!" Ketus ku.
"Makanya jangan sok-sok an ambil minyak mahal kalo gak bisa bayar!"
"Dih sok tau lo." Aku kembali mengutik dompetku dan bersyukur ada kartu ATM. Dengan segera aku menyodorkan pada kasir.
"Mohon maaf, ada kartu yang lainnya? Ini saldonya tidak mencukupi." Mas-mas kasirnya bisa nglucu gitu.
"Ya allah mas itu baru kemarin di isi." Ucapku enteng dan tiba-tiba ingat kemarin aku belanja keperluan sekolah sampai kelewat batas.
"Ya ampun perlu gue bayarin?" Duh, ini si minyak goreng ngomong mulu...
"Duh diem dulu dong bentar." Sambil mengutik dompet dan menatap tajam manusia minyak goreng. "Nih ya mas." Aku menaruh kartu ATM lainnya di meja kasir.
"Ini notanya dan ini belanjaannya mba." Aku mengangguk ke pegawai kasir dan meninggalkannya. Duh, kenapa nih perut gue? "Mas maaf numpang kamar mandi dong." Ucapku ke pegawai kasir.
"Oh, iya itu mba pintu putih itu." Ucapnya menunjuk pintu dan tersenyum.
Setelahnya aku langsung pulang. "Lah gila!!" Ucapku naik pitam melihat sepeda pastelku masuk ke dalam tong sampah kuning besar yang ada di pojok supermarket.
"Mas ini siapa yang masukin?" Tanyaku kepada pegawai kasir yang ada di luar.
"Itu masnya yang bawa mobil tadi." si minyak goreng nih pasti nih...
Dengan jengkel aku menurunkan sepedahku dan menaikinya kemudian membawa belanjaan pergi ke rumah.
Aku menyanyi disepanjang jalan memakai earphone. Dengan cepatnya suasana hatiku berganti dengan sangat tenang mencium aroma segar di perjalanan.
CRASSSH!!
Mobil merah menyala itu melintasi genangan air dan mengenai bajuku yang mula berwarna pink pastel bersih dan polos berubah bermotif coklat abstrak.
"Yang bener dong kalo pakek pedah, kaya jalan punya lo sendiri!" Si minyak goreng sambil ketawa dan menjalankan mobilnya melaju kencang.
"Wah! Heh! Sinting!" Aku menunjuk-nunjuk meski ia tak melihatku. Tiba-tiba mood ku hancur lagi. Aku menaiki sepedahku yang lebih buruk dari sebelumnya sambil memasang earphone lagi. Disepanjang jalan aku bergumam sambil mengutuk menyumpah serapahi si minyak goreng. Awas aja lo kalo ketemu gua lagi!

KAMU SEDANG MEMBACA
Already Fair
RandomSeseorang telah datang menghibur dan kemudian meninggalkan tanpa menggubris perasaan Lea. Saat itu juga Lea sedikit berubah sifatnya hingga masuk lagi ke dalam persoalan Cinta dan perasaan. Lihat saja bagaimana kisah Lea, menyudahi lalu berhenti kem...