13- Maybe Change

117 45 5
                                        

Hari ini juga aku pulang tidak dengan Farrell. Bukannya dia menelantarkanku begitu saja, memang aku menolaknya dengan alasan dijemput papa-dan itu jelas tidak benar.

Aku berjalan pasrah di trotoar sekolah. Hingga turun di jalanan tanda cukup jauh dari gedung sekolahan.

"Farrell mana?" Tanya Ellard dengan menaiki motornya pelan.

"Kepo." Singkat ku.

"Ciee putus ya? Tadi nangis-nangis. Sekarang pulang jalan sendiri." Ellard curiga.

"Salah tebakan." Elak ku. Memang benar aku belum putus dengan Farrell, bukan?

"Siapa yang nebak? Cuma ngira-ngira kok," ucap Ellard tidak mau salah.

"Oh,"

"Yaudah naik! Gue anterin pulang!" Ellard menepuk jok motor bagian belakang.

"Nggak, aku bisa pulang sendiri." Tegasku yang sudah semakin melembek karena kelelahan.

Ellard menurunkanku tepat di depan pekarangan rumahku. Kalau saja tadi aku tidak di kejar orang gila yang kutemui di emperan toko, mana mungkin aku mau diantarkannya.

Sekarang Ellard terkagum melihat suasana rumahku yang menyejukkan.

"Kenapa?"

"Nggak, rumah lo adem banget." Jawab Ellard enteng.

"Oh." Aku mengangguk faham. "Yaudah pulang sana!"

"Emm. Ini juga mau pulang." Ucap Ellard sambil menggigit bibirnya. Bisa gak sih lo gak usah kayak gitu, imut banget.

Tak berlama-lama aku langsung masuk ke dalam kamarku lalu bersandar di kepala ranjang sambil memeluk lututku.

Ah, kenapa Farrell lagi yang ada di fikiranku. Andai saja kak Cara nggak pernah ada di cerita kita, pasti aku gak bakal kayak gini.

Farrell sayang: sayang...
Farrell sayang: please, jangan gini. Aku gak maksud nyakitin kamu
Farrell sayang: lea

Linnea: iya gak papa (not send)
Linnea: aku gak sakit kok (not send)

Farrell sayang: kok di read doang.
Farrell sayang: aku ke rumah kamu aja ya, tungguin.

Linnea: lagi gak di rumah (not send)

Aduhh kenapa gak ke kirim semua sih.

Aku celingukan bingung. Drama apa yang harus aku peragakan sekarang?

Apa lari aja kerumah Jolie ya? Kufikir iya.

Aku berlari menuruni tangga dengan tergopoh-gopoh. Bingung. Sesak nafas. Kritis. Mulai gila. Tenang, hanya ilusi ku.

Aku menarik pintu cepat yang sedikit licin karna telapak tangan ku basah. Sepertinya keringat dingin.

Mata ku terbelalak dan menggigit kedua bibirku rapat. Aku hanya mengenakan celana jeans selutut dan kaos oblong putih bergambar ilustrasi macan, tertulis 'pakai selalu kaos istri cap macan'. Bukan baju mama ku dan Kenna. Dulu saat di Jogja, aku dan papa kehujanan. Saat itu juga, akhirnya papa menemukan tempat untuk berteduh yakni toko baju. Melihat ku menggigil, papa membelikanku kaos macan itu, dan begitulah kisah baju ini hingga sekarang menempel di badanku.

Aish! Bukan saatnya berbagi pengalaman!

"Beb? Kenapa?" Tanya Farrell sambil mengibaskan tangan kanannya ke depan wajahku.

Already FairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang