Di Sekolah.
Hari ini aku berbunga-bunga sekali. Kejadian kemarin cukup memberi warna hari ini. Kelas sangat riuh. Biasa lah, guru-guru lebih memilih memberi tugas daripada ceramah berbusa-busa di depan kelas, lagipula cuacanya lumayan panas. Aku masih saja membayangkan hari kemarin. Dan sekarang mungkin saja dia sedang memeluk bonekanya.
Apakah aku harus menelponnya? Jam segini dia pasti sedang belajar di kelas dan aku tentu saja tak mau berada dalam masalah bila ketahuan sedang menggunakan pirantinya.
Apa aku perlu menemui Ragil dan menanyakan apa yang terjadi setelah aku meninggalkan rumahnya? Apakah Bayu bercerita bahwa dia seperti melayang di angkasa, hatinya berbunga atau tersenyum sepanjang malam tak tak bisa tidur? Atau dia bersikap biasa?
'Ah..aku harus menyakan pada Ragil.' pikirku.
Lalu aku melangkahkan kakiku menuju kelas Ragil. Tapi ketika melewati lapangan basket, aku melihat orang yang sepertinya itu adalah Ragil. Tapi ada apa dengan dia? Kulihat dia sedang dikelilingi oleh beberapa siswa kelas tiga. lalu aku berjalan mendekat dan memanggilnya untuk memastikan bahwa itu adalah benar-benar Ragil.
"Kak Ragil?" kataku.
Tiba-tiba siswa yang mengelilingi Ragil dan Ragil sendiri menoleh ke arahku. Ragil kelihatan sedang memeluk sesuatu dan dengan raut muka cemas ketakutan.
"Boby?" katanya pelan seperti memohon pertolongan. Lalu salah seorang siswa yang cukup tambun dengan baju tak berkancing melihatku dengan mata memicing dengan salah satu ujung mulut ditarik ke atas.
"Oh... jadi kamu pacar baru homo ini?" Katanya sinis.
Aku kaget. Apa maksudnya ini. Lalu dia berjalan menghampiriku. Waduh, kacau.
"Apa maksudnya?" kataku tak kalah sengit.
Merasa diremehkan dia langsung menarik kerah bajuku. Aku tersinggung dan langsung memegang tangannya berusaha melepas tanganya dari kerahku. Tangannya terlepas. Dia menatapku tajam.
"Woy, bocah. Berani lo sama gua?" katanya sambil menjentikkan jarinya memberi isyarat agar semua temannya menghampirinya.
Mataku ku edarkan ke semua temannya. Tentu saja aku kalah jumlah dan posturnya pun aku kalah jauh. Walaupun ini masih dilingkungan sekolah, aku merasa agak ngeri juga, karena ketika ego seseorang disinggung, dia akan lupa tanah yang dipijak.
Memang untuk anak seumuran kami masih belum bisa menggunakan logika. Kapanpun dimanapun, hajar, masalah belakangan. Aku mulai mencari celah untuk melarikan diri. Kulihat Ragil terlihat semakin cemas. Dan oh Tuhan, ternyata dia sedang memeluk boneka monyet. Tapi aku sepertinya tahu. Jangan-jangan itu adalah boneka monyet yang aku hadiahkan untuk Bayu kemarin?
"Denger bocah, gua cuman minta boneka itu dari si homo itu. " katanya sambil melirik Ragil.
Dan Ragil semakin erat memeluk boneka itu. Aku menatapnya tajam. Kalau itu memang boneka yang aku hadiahkan, aku akan mempertahankanya sampai titik keringat penghabisan.
"Boneka itu? Jadi kakak masih suka maen boneka?" kataku mengejek.
Dia terlihat gusar sekali dan langsung meninjuku. Secara spontan aku mengelak dan langsung menerobos ke celah antara dua temannya langsung menarik lengan Ragil dan kami langsung berlari. Aku terus saja memegang pergelangan tangannya ketika berlari menghindari kejaran mereka.
Aku sesekali melihat ke belakang, takut mereka masih mengejar dan aku melihat Ragil yang kelelahan tapi dengan wajah yang sumringah. Dan ketika kami berlari di koridor aku melihat Pak Unsur yang berdiri di seberang koridor dengan raut muka yang sulit kuartikan. Apakah itu roman marah, kaget, senang atau apa. Dan dia hanya memandangi kami yang terus berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Monkey
Teen Fiction"Aku bakal inget saat ini. Aku dan kamu menanam pohon ini. Aku janji aku bakal rawat pohon cinta ini. Aku bakal datang kesini kalo sempet. Gak bakal aku biarin rumput-rumput mengganggu pohon ini karena pohon cinta ini adalah saksi kalo aku sayang sa...