SMA xx, 12.30
Aku masih menikmati milk shake rasa stoberi yang tiap jam sekolah nongkrong di depan SMA-nya Bayu. Ya sebenernya sambil ngecengin cewek-cewek sini. Tapi kebanyakan cewek disini tuh cewek-cewek yang wahid pisan. Karena selain otaknya encer, tingkah lakunya terjaga. Kalopun gak pake kerudung, minimal bisa baca surat fatihah.
"Mang, udah lama mangkal disini?" tanyaku sama bartender jalanan ini.
"Mangkal mah bukan disini atuh jang?" jawabnya tanpa melihat ke arahku.
"Hah, mang mangkalna dimana?" penasaran.
"Nya mangkal mah atuh di kerkhoff." jawabnya lempeng, alias watados. Alias tiis wae alias gak pake ekspresi. *Kerkof = wahana olahraga di Tarogong Kidul, tapi kalau malam jadi tempat mangkal para bencong.
"Hahaha..si mamang bisa wae lah.."
Setelah membayar, aku dan Didit langsung menuju ke kostannya. Melewati sebuah taman segitiga, tepat di depan SMA Bayu. Aku pandangi sekeliling taman.
'Apanya yang taman, nyeremin gini.' pikirku.
Pohonnya tinggi-tinggi dan lumayan besar. Di sekelilingnya bertebaran batu-batu. Pikiranku langsung teringat sama nisan kuburan. Apalagi kata orang-orang, taman segitiga ini dulunya tempat menguburkan orang-orang yang di begal di Ciawitali. Ih...maaf, permisi..yang nunggu disini harap jangan ganggu.
Aku sudah berdiri di depan sebuah kost-kostan berlantai dua. Di bawah untuk rumah si empunya yang sekalian buka warung mie ayam. Lumayan lah, kalo lapar tinggal turun tangga, dan di ataslah kamar kostnya.
Aku dan Didit langsung naik ke atas lewat tangga sempit di pinggir warungnya. Tiba di lantai dua, ada lorong cukup panjang yang dikanan kirinya kamar-kamar dengan jendela berukuran cukup besar sehingga apa yang ada di dalam terlihat semua, meski kacanya item. Dan kamar Didit letaknya dua terakhir, kamar no.5.
Kami berdua melangkah kesana dan ternyata kamarnya diapit oleh dua kamar kosong di kanan-kirinya. Pintu terbuka, kami langsung masuk. Ruangannya cukup lega, dua petak. Ukurannya masing-masing sekitar 4x3 meter, kamar mandi diluar. Satu kamar mandi untuk enam kamar yang masing-masing ada dua sampai tiga penghuni. Alamat mesti mandi nyubuh nih.
Aku lalu menyampirkan tas ransel berisi buku dan baju salinku. Ku edarkan mataku, Di samping kasur ada lemari yang ada mejanya dan kursi plastik. Kulihat ada jendela kecil diatas.Tapi karena ini lantai dua, orang dari luar gabisa nngintip.
"Oke Bob, lo sekarang masukin aja baju sama bukunya ke lemari ya. Gua mandi dulu." kata Didit.
Aku lalu merapikan bajuku dan juga bukuku. Kulhat disudut ada dus. Ku buka dan, hmmm..tabloid exotica (dulu sempat musim di kalangan pelajar mesum), dan beberapa keping kaset cabul.
"Dasar." kataku.
Ketika sedang asik-asiknya membuka tabloid mesum itu, Didit masuk dan menjitak kepalaku.
"Heh, siang-siang udah baca begituan. Awas lo kalo coli disini." katanya.
"Hahah, sial. " kataku sambil menutup depan celanaku dengan jaket.
"Huh!"
"Dit.." kataku setengah berbisik.
"Apa?"
"Kamar mandi kosong gak?" kataku malu-malu.
"Hahaha. Dasar maneh ih. Cig kaditu ah. Kade bisi ucrat acret." (Hahaha. Dasar lo. Sono, awas jangan nyampe belepotan)
"Urang hayang modol bel. Sok suujon wae aiten teh." (Gua pengen boker tau. Suujon mulu nih)
"Hahaha. Tuh nu maneh ges ngjendol kitu. Syuh syuh.."katanya mengibas-ngibaskan tangannya. (Hahah. Tuh punya lo udah ngejendol gitu. Syuh syuh)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Monkey
Teen Fiction"Aku bakal inget saat ini. Aku dan kamu menanam pohon ini. Aku janji aku bakal rawat pohon cinta ini. Aku bakal datang kesini kalo sempet. Gak bakal aku biarin rumput-rumput mengganggu pohon ini karena pohon cinta ini adalah saksi kalo aku sayang sa...