Satu tahun kemudian
Boby Pov
Aku masih membagikan buku-buku bacaan pada beberapa anak yang sedang duduk di bedeng-bedeng kumuh. Kupandangi wajah-wajah lusuh dan sebagian tampak beringas itu.
"Anyeng, ieu teh dibacana naon?" tanya seorang anak pada temannya. (Anjrit, ini dibacanya apa sih?)
"Piraku sia teu ngarti goblog. Ieu teh Bahasa Inggris. Dibacana teh...ai lap yu. Hahaha..." (Masa lo gatau. Itu tuh bahasa inggris. Dabacanya tuh, ai lap yu. Hahaha)
"Koplok siah." (Dasar lo)
Aku hanya tersenyum memandangnya. Lalu kudekati mereka.
"Kunaon? Mana-mana-mana nu teu ngartos teh?" (Mana sih yang gak ngerti tuh?)
"Ieu kang, dibacana teh naon?"
"Tah, mun aya nu di tengahna teh hurup O dua, dibaca jadi U. Ieu kan ROOM, dibacana RUM." (Mun = lamun = kalau)
"Oh kitu kang. Ah, si dudeng mah belegug nya kang? Piraku maca nu kieu patut teu bisa" (Oh, gitu ya kang. Ah, si dudeng mah dodol. Masa baca yang begini aja gak bisa?)
"Da aing teu gableg buku ai sia!" (Habisnya gua gak punya bukunya sih)
Aku hanya bisa tersenyum. Bahasa kasar memang susah sekali dirubah dari anak-anak jalanan ini. Dan akupun tidak bisa frontal pada mereka. Butuh proses dan waktu untuk merubahnya. Tapi seenggaknya mereka harus terbebas dulu dari buta aksara dan buta bahasa, karena mengharapkan pemerintah turun tangan secara langsung sangatlah naif.
Pemerintah memang menggratiskan biaya pendidikan, tapi nyatanya semakin kesini biaya pendidikan semakin ke langit, tak terjangkau.
Lalu datanglah seorang gadis. Rambutnya di kuncir dan kaosnya tampak sedikit lusuh. Dia berjalan ke arahku sambil tersenyum-senyum. Anak-anak lain menggodanya dan dia hanya mengepalkan tinju ke arah mereka.
"Udah makan?" tanyaku sambil menggerakan tangan ke mulut.
Dia hanya bisa mengangkat jempolnya sambil mengangguk.
"Sama apa makannya?" tanyaku sambil menggerak-gerakan tangan kananku ke mulut dan ke tangan kiriku yang ku maksudkan piring.
Dia lantas menggerakan tangan kanannya seperti menggigit sesuatu sambil menarik ke kanan.
"Ayam?"
Dia mengangguk sambil memainkan matanya.
"Wah...asik..mau beresin asongan dulu?"
Diapun kembali mengangguk. Lalu dia berjalan ke sudut bedeng dan tampak merapikan wadah yang berisi permen, rokok, dan beberapa keperluan kecil lain seperti tissue. Dia tersenyum ke arah anak-anak yang sedang antusias membaca lalu matanya mengernyit kearahku.
"Tadi Aa baru dapet sumbangan buku dari temen-temen Aa." kataku.
Dia lagi-lagi tersenyum. Ya, dia hanya bisa tersenyum tanpa bisa bicara. Tapi senyumnya telah mewakili apa yang ingin dia katakan. Awalnya aku memang susah mengerti maksud gerakan tangannya. Tapi lama-lama aku paham juga. Lalu tiba-tiba hapeku bergetar.
"Halo assalamu'alaikum kang..."
"Wa'alaikumsalam Bob. Gimana kabarnya Bob?"
"Alhamdulillah kang. Akang gimana kuliahnya?"
"Ah, nyakitu tea we baruleud. Eh Bob, denger-denger, katanya kamu teh sekarang udah pacaran ya?"
"Hah, kata siapa kang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Monkey
Teen Fiction"Aku bakal inget saat ini. Aku dan kamu menanam pohon ini. Aku janji aku bakal rawat pohon cinta ini. Aku bakal datang kesini kalo sempet. Gak bakal aku biarin rumput-rumput mengganggu pohon ini karena pohon cinta ini adalah saksi kalo aku sayang sa...