Ragil Pov
Aku masih duduk di meja belajarku sambil membuka buku-buku latihan PLC. Sesekali kulihat dia terlihat kikuk. Mungkin karena ini kali pertama dia masuk ke kamarku. Dia berdiri melihat-lihat foto yang kutempel di dinding di samping tempat tidurku.
"Gil, ini..foto kamu sama Akbar? Kok?"
Aku cuma tersenyum tipis. Aku memang dulu sahabatan sama Akbar, sahabat dekat sekali sampai satu kejadian dan akhirnya dia menjadi seperti itu, sangat benci sekali padaku. Aku juga belum cerita ke Boby. Dan rasanya untuk saat ini aku belum siap buat cerita ke dia.
"Eh...ditanya teh malah senyum-senyum?"
"Iya. Emang kenapa, gak boleh?"
"Enggak. Aneh we. Bukannya kalian teh musuhan?"
"Kata siapa? Ah perasaan kamu we...dia tuh sebenernya mah da baik."
"Baik dari hongkong?! Orang dia tuh sering pisan gangguin kamu. Terus dia teh kayaknya benci pisan sama aku."
Aku hanya bisa tersenyum. Belum saatnya dia tau. Nanti aku kasih tau kenapa Akbar bisa berubah menjadi seperti sekarang ini.
"Kamu udah mulai praktek Bob?" kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Udah atuh. Ngan palingan ge yang ringan-ringan da."
"Kamu teh gak cape, habis sekolah ke bengkel, terus ke resto..ntar ujianna gimana?"
"Ah nyante we. Kalo pelajaran bengkel mah da sambil bantuin di bengkel ge udah dapet ilmu, teori mah gak jauh beda da, cuma beda bahasa doank. Kalo di resto mah ya mau gimana lagi atuh. Walaupun spp udah ketalang beasiswa, tetep we ada yang dipotokopi. Tapi da resep di resto teh. Kayak dapet keluarga baru."
"Yaudah atuh. Yang penting kamu jangan terlalu capek."
"Eh, kok jadi ngobrol...belajar yang benar, biar pinter. Biar bisa bikin kapal kayak Bapak Habibie."
"Hehe. Dasar." kataku lalu kembali ke bukuku.
Sebenarnya aku gak konsen dari tadi. Untung PLC itu pelajaran favorit, jadi buat besok juga kayaknya gak terlalu berat.
Kulihat dia mulai rebahan. Jujur, aku ingin sekali ikut rebahan di sampingnya. Aku ingin dekat dengan dia dan membaui tubuhnya. Tapi aku belum berani berbuat lebih. Aku lantas menutup bukuku dan segera menuju ke ranjang.Dia menatapku dan terlihat kikuk. Ya, ini adalah kali pertama kami tidur bersisian. Kasurku yang single bed memang muat untuk dua orang meski posisinya harus berdempetan. Dan itu yang membuat jantungku mulai gak karuan.
Aku lalu duduk dan dia menatapku lalu duduk kemudian bergegas turun dari ranjang.
"Kenapa Bob?" tanyaku agak heran
"Aku dibawah aja ya?" jawabnya sedikit gelagapan.
"Kok dibawah? gapapa. Diatas aja." kataku.
Dia terlihat menimang-nimang.
"Kamu takut?" tanyaku lagi.
"Hah? Bu..bukan.."
"Terus?" tanyaku lagi. Jujur aku memang agak kecewa.
"Aku takut kamu malah gak bisa tidur ntar.." kilahnya.
'Mungkin Bob,' kataku dalam hati.
Mungkin aku gak bisa tidur tenang. Tapi lebih mungkinlagi aku akan tidur lebih nyenyak dengan membaui tubuh kamu. Dia lalu mengambilbantal guling dan rebahan di bawah. Lantai kamarku memang dialasi karpet, jaditerasa hangat. Aku menarik nafas dalam-dalam. Dia lalu memejamkan mata.Perasaanku campur aduk. Antara kesal, sedih, marah, malu, takut dan rasa-rasalain.
Cukup lama kami bergelut dalam diam. Aku tak berani lagi mengajaknya bicara.Kulihat jam dindingku sekarang sudah jam setengah dua pagi. Aku lantas turundari ranjangku dan mematikan lampu kamarku. Aku memandangnya dalam keremanganmalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Monkey
Teen Fiction"Aku bakal inget saat ini. Aku dan kamu menanam pohon ini. Aku janji aku bakal rawat pohon cinta ini. Aku bakal datang kesini kalo sempet. Gak bakal aku biarin rumput-rumput mengganggu pohon ini karena pohon cinta ini adalah saksi kalo aku sayang sa...