"Kang!!" teriak seseorang yang berkumis tebal.
Aku menoleh dan langsung menghampirinya.
"Kenapa Pak?" tanya ku dengan senyum 3 jari.
"Saya nambah ayam bakarnya tiga, yang paha ya. Terus gurame bakar satu, sama cumi asam manis satu ya. Dibungkus. Jangan pake lama ya.." katanya sambil melap mulutnya dengan tisu.
"Baik pak, saya ulangi, tiga paha ayam bakar, satu gurame bakar sama satu porsi cumi asam manis. Oke ditunggu pak." kataku lalu balik kanan.
Aku langsung menuju ke dapur. Ku tulis nomer meja itu lalu kusobek nota tiga warna itu dan kuserahkan ke masing-masing kotak kecil. Nota putih ke kasir, tandasan (apa tindasan ya?) warna merah ke kotak minuman dan yang warna kuning ke kotak makanan.
"Nomer 15 dibungkus." kataku lalu menuju ke rak tempat penyimpanan nampan. Nampan yang sudah bersih dan belum kering harus dikeringkan dulu dengan waslap lalu disusun rapi.
Tak berselang lama, terdengar sesorang berteriak.
"Pesanan meja 15 siap dikirim.." katanya lantang.
Aku yang lagi menyusun nampan bergegas ke meja saji, meja tempat pesanan siap antar. Aku langsung menenteng bungkusan isi pesanan tersebut dan berkelit diantara meja-meja dan pengunjung berbadan gemuk sampai ke meja 15.
"Ini pesanannya, ada yang bisa dibantu lagi?" tanyaku ramah.
"Cukup, billnya?" tanyanya.
"Dibayar di kasir aja Pak." kataku lagi.
"Disini aja." katanya datar.
Fyuh, ngomong dari tadi atuh pak...tau gitu mah langsung dibawa bill-nya. Aku lantas ke kasir dan mengambil bill-nya lalu kutaruh di nampan kecil kira-kira ukurannya 15 x 30 cm. Aku kembali lagi ke meja 15 dan masih dengan senyum pepsodent, menyimpan nampan kecil itu diatas meja dengan takzim. Bapak berkumis baplang itu pun mengambil bill-nya dan..
"Hmm..seratus tujuh belas ribu ya?" katanya lalu mengambil dompet. Widih, gocapan semua cu. Dia lalu mengambil dua lembar gocap dan duit duapuluh ribu. Lalu menaruhnya di bill.
"Kembaliannya?" katanya datar.
Hah? Aku kembali lagi ke kasir. Ternyata di kasir juga stok duit serebuan habis. Aku langsung kembali lagi ke meja 15 untuk yang sekian kalinya.
"Maaf pak, kebetulan stok uang ribuannya habis.." kataku dengan susah payah tersenyum, masih pepsodent.
Dia menarik nafas panjang. Nah...kayaknya tiga rebu perak buat tip nih. Hihihi, lumayan..aku senyum-senyum sendiri.
"Bu, ada recehan ga?" tanya si bapa kumis baplang itu ke ibunya.
Huaa....Senyum pepsodentku langsung luntur. Setelah mengubek-ngubek tasnya, saku baju dan celana, terkumpul lah selembar uang sepuluh ribu lusuh, dua lembar duit yang bergambar Pattimura berpedang yang sudah hampir sobek sama uang keping lima ratus lima biji serta sisanya uang receh seratus perak untuk melengkapi dua lembar gocapnya. Horee, aku disawer...T_T
Lalu tanpa ucapan terima kasih mereka melengos.
'Huh...dasar kumis baplang gendut tidak berprikemanusiaan...' rutukku dalam hati.
Ya, aku sekarang sedang di salah satu rumah makan yang cukup terkenal di pengkolan Garut. Menu spesial disini adalah ayam goreng dan juga ayam bakarnya. Selain itu disini juga ada seafood, juga masakan sunda seperti sayur asem, sop kaki serta sop buntut.
Rumah makannya cukup besar, ada sekitar 20 meja utuk 4 orang, dan untuk acara selebrasi seperti ulang tahun bisa dikondsikan. Selain itu dibelakang meja kasir juga ada beberapa saung yang muat untuk 7-8 orang serta saung kecil untuk 2-4 orang. Jadi ruang depan untuk umum, sedang saung-saung dibelakang untuk yang menginginkan privasi misalnya para pejabat, atau pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Monkey
Teen Fiction"Aku bakal inget saat ini. Aku dan kamu menanam pohon ini. Aku janji aku bakal rawat pohon cinta ini. Aku bakal datang kesini kalo sempet. Gak bakal aku biarin rumput-rumput mengganggu pohon ini karena pohon cinta ini adalah saksi kalo aku sayang sa...