7

21.7K 894 2
                                    

Cessa sedikit merasa bersalah atas apa yang ia lakukan kemarin kepada Hujan. Tidak seharusnya ia marah dengan orang yang berusaha membuat dirinya kembali seperti dulu. Meskipun Cessa tetap tidak suka dengan perlakuan Hujan, ia tetap berniat untuk datang ke apartment Hujan untuk meminta maaf.

Sebelum sampai di apartment Hujan, Cessa sempat mampir di toko kue yang tidak jauh dari kantornya untuk membeli beberapa kue sebagai permintaan maafnya ke Hujan. Atau bisa dibilang sogokan agar memaafkannya.

"Sebentar," terdengar suara dari dalam setelah Cessa mengetuk pintu apartment nya. "Cessa?"

"Hi, Hujan," Kata Cessa dengan senyum kaku yang dipaksakan.

"Masuk," Cessa melangkahkan kakinya masuk ke dalam unit apartment milik Hujan. "Elo tunggu di kamar gue dulu ya. gue ada urusan sebentar sama manajer gue."

Cessa melihat seorang lelaki dengan pakaian formal dengan berbagai kertas dihadapannya sedang duduk di sofa. Ia menyadari kehadiran Cessa disana, ia mengalihkan pandangannya ke Cessa dan tersenyum.

Oh, ini manajernya Hujan yang namanya Budi. Batinnya sambil membalas senyum Budi.

"Itu kamar gue," Kata Hujan sambil menunjuk ruangan yang pintunya setengah terbuka.

"Baiklah. Ini, gue tadi sempet beli kue saat jalan kemari."

"Thank you," Kata Hujan yang dibalas senyuman Cessa.

Cessa masuk ke dalam kamar Hujan, lalu menutup pintunya. Kamar ini sangat rapi untuk ukuran laki-laki yang sangat sibuk dengan pekerjaannya. Mungkin Hujan memang tipikal orang yang sangat mencintai kebersihan dan kerapian. Good.

Cessa mulai menjelajahi kamar Hujan dari sebuah lemari yang hampir penuh terisi oleh bermacam buku. Ada buku-buku semasa kuliahnya, bku pengetahuan umum, sampai ke novel dan komik pun ada. Lucunya, semua buku itu tidak disusun berdasarkan judul atau jenis, melainkan berdasarkan warna. Lemari buku itu jadi terlihat cerah dengan gradasi warna yang indah.

Salah satu dinding kamar Hujan dipenuhi oleh bingkai foto dan beberapa karya kaligrafi dan gambar yang—mungkin—diberikan oleh penggemarnya. Banyak sekali kaligrafi bertuliskan WARM dan HKK. HKK?

Jemari Cessa terus menyusuri setiap bingkai dan hasil karya itu. Ada foto dengan keluarganya, kawan, foto saat dia sedang ada di catwalk, dan foto diri Hujan dengan kedua temannya dengan menggunakan kaos yang dipunggungnya tertulis HKK, namun hanya Hujan yang melihat ke kamera sehingga Cessa tidak bisa mengetahui siapa dua orang lainnya.

"There's something wrong with my wall?"

Cessa menoleh dan mendapati Hujan sudah berdiri sambil bersandar di kusen pintu dengan tangan yang terlipat di depan dadanya. Kaos basket tanpa lengan yang dikenakannya membuat seluruh otot tangannya terlihat sempurna.

"Nggak ada," kata Cessa sambil menjauh dari dinding itu dan duduk di atas tempat tidur Hujan. "Manajer lo udah pulang?"

"Udah, barusan aja," kata Hujan yang ikut duduk di sebelah Cessa.

"Gue mau nanya deh, boleh?"

"Apa?"

"HKK itu apa? Lalu, dua orang itu siapa? Cuma mereka berdua yang wajahnya nggak kelihatan di foto."

"HKK itu...," Hujan sangat berhati-hati dengan ucapannya. "Itu singkatan dari nama kita bertiga; Hujan, Ken dan Ken. WARM beranggotakan kita bertiga. Wah masa seorang reporter nggak tau."

"Bukan begitu, masalahnya baru kali ini gue wawancarai lo, dan gue baru tahu kalau lo ada group tour bernama WARM."

"Iya Cess, iya," Kata Hujan sambil mengacak lembut rambut Cessa.

Cessa menoleh ke arah Hujan, dan tanpa disengaja pandangan mereka bertemu. Jarak wajah mereka hanya sejauh lima jari. Mereka saling bertatapan satu dengan yang lain. Cukup lama mereka saling bertatapan, sampai tanpa disadari bibir mereka sudah bertemu.

***

Setelah mobil yang dikendarai Hujan berlalu dan hilang dari pandangannya, Cessa terus memikirkan kejadian yang terjadi diluar rencana itu. Hujan mencium Cessa, cukup lama. Entah apa maksud dari kejadian itu. Namun yang jelas, hal itu berhasil mengacaukan pikiran Cessa. Sepanjang perjalanan pun tadi mereka tak banyak saling bicara. Hanya hal-hal penting saja yang dibicarakan. Sisanya, mereka berdua hanya menikmati alunan musik yang terputar di radio.

"Cessa? Lo darimana? Baru aja gue mau balik karena lo nggak ada."

Cessa terkejut saat ia hendak membuka pintu, Ken malah muncul dari dalam apartment nya.

"Aduh! Ngapain lo berhenti depan pintu sih Ken!" Dan ada Kenzo juga.

Cessa tertawa. "Gue habis dari apartment Hujan, ayo masuk lagi."

Cessa masuk kekamarnya untuk menaruh tas nya dan kembali lagi ke ruang tamu agar bisa mengobrol dengan saudara kembar itu.

"Ternyata nama Ken banyak ya di dunia ini," Kata Cessa.

"M- maksudnya?" tanya Ken.

"Iya. Ada Kendeka, Kenzo, dan dua Ken lainnya. Temannya Hujan. Lucu kali kalau kalian berempat buat grup band."

"Ng.. gue ke toilet dulu ya," kata Ken yang langsung berlalu masuk ke toilet.

Cessa yang melihat Ken hingga masuk ke toilet selanjutnya beradu pandang dengan Kenzo yang melakukan hal yang sama dengan Cessa. "Dia kenapa?"

"Mungkin pencernaannya lagi bermasalah," Kata Kenzo lalu kembali memainkan game di ponselnya.

Sudah dupuluh menit berlalu dan Ken masih belum keluar juga dari toilet. Cessa dan Kenzo yang sedari tadi sibuk dengan kegiatannya masing-masing mulai mengobrol hal-hal yang tidak penting.

"Cess, gue mau kasih tau elo sesuatu," Kata Kenzo tiba-tiba.

"Apaan, Kenzo?"

Kenzo menatap Cessa dalam-dalam. Sesungguhnya ia takut akan apa yang akan terjadi nanti saat Cessa tau semuanya. Namun ia tidak bisa merahasiakannya lebih lama lagi. "Sebenarnya gue dan Ken—"

"Lagi ngomongin gue ya?" suara Ken sontak membuat Kenzo terkejut dan terpaksa kembali membuatnya bungkam.

Cessa tidak memperdulikan Ken disana, ia kembali menatap Kenzo yang langsung kembali asik dalam dunianya. "Kenzo, lo belum selesai ngomong tadi. Elo dan Ken.. kenapa?"

"Oh, ini, gue dan Ken dalam waktu dekat ini mau pergi ke California. Ken minta gue untuk menemani dia disana," Kata Kenzo berbohong.

"Ken?"

"Iya, Kenzo benar. Kurang lebih kami disana selama satu minggu."

"Belakangan ini kalian sering pergi ya. nggak ada yang bisa nemenin gue buat artikel sampe nggak tidur lagi," Kata Cessa.

"Nggak lama kok Cess, I promise."

"Janji untuk cari buku aja belum dilaksanakan, ini udah janji lagi."

"Gue bakal tepati semua janji gue sesaat setelah gue kembali dari California. Kalau nggak, lo boleh kasih gue hukuman apapun yang elo mau."

"Janji?" tanya Cessa yang dijawab dengan anggukan yakin dari Ken. "Deal!"

Cessa langsung memeluk Ken dengan erat, seperti tidak mau Ken jauh darinya. Namun lain halnya dengan Ken, ia memeluk Cessa namun pandangannya bertemu dengan Kenzo seakan tatapannya berbicara bahwa ia sudah memutuskan satu hal yang dapat merubah hidupnya dalam sekejap.

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang