14

14.5K 659 2
                                    

Hari itu Cessa memutuskan untuk kembali ke apartmentnya dan istirahat seharian penuh. Tubuhnya mulai terasa tidak enak, dan ia juga merasa tidak enak dengan Andi yang terpaksa harus menjadi temannya mengobrol sepanjang malam. Pernah sekali Kenzo datang ke kantornya, menemani Cessa semalaman penuh mengerjakan semua pekerjaan tanpa berbicara kecuali memang Cessa mengajaknya bicara.

Baru saja Cessa menutup pintu unit apartment nya, pintunya sudah kembali diketuk dari luar. Awalnya ia khawatir, yang berada dibelakang pintu itu adalah Ken, atau Hujan. Namun apabila orang yang ada dibelakang pintu itu bukan Ken dan Hujan, maka ia akan merasa sangat tidak enak karena membuat orang itu menunggu diluar. Dengan seluruh keberaniannya, Cessa kembali melangkah ke arah pintu dan membukanya.

"Mba Cessa," sapa seorang petugas apartment yang tadi mengetuk pintu. "Ini surat dan paket selama satu minggu ini. Kebanyakan pengirim dari Kendeka Allen dan Arnold Hujan Baskara."

"Oh, terima kasih pak," Kata Cessa seraya mengambil setumpukan surat dan paketnya.

"Sebenarnya ada beberapa ikat bunga, mba. Namun sudah tidak indah lagi oleh karenanya tidak saya bawa kesini. Namun kalau mba mau bisa saya ambilkan."

"Oh, nggak usah pak. Dibuang saja."

"Baiklah. Saya permisi, mba," kata petugas itu lalu berlalu pergi.

Setelah Cessa menutup pintu, ia meletakkan semua surat dan paket itu di atas meja yang berada di ruang tamu. Kemudian ia duduk, dan memperhatikan apa yang ada dihadapannya. Ada dua kejadian yang ia pikirkan dalam kepalanya. Pertama, ia membaca semua surat dan membuka semua paket yang ada dihadapannya. Kedua, tanpa membuka semua itu ia langsung membakarnya di tempat sampah.

Kenzo bernah bilang, kalau Cessa butuh teman bicara atau butuh teman untuk mengerjakan semua pekerjaannya, tinggal hubungi dia saja. Selama ini Cessa memendam semua sendiri, dengan alasan tidak mau menyusahkan Kenzo. Walaupun sebenarnya ia sangat membutuhkan teman.

Dering ponsel Cessa membuatnya berlari kecil ke arah kamar untuk mengambil ponselnya. Terlihat nama Kenzo Allen di layar ponselnya. Segera saja Cessa terima dan wajah Kenzo muncul di layar ponselnya.

"Cess, di apartment atau kantor?" tanya Kenzo.

"Di apartment. Ada apa, Kenzo?" kata Cessa sambil berjalan ke arah sofa.

"Yasudah. Gue kesana, ya. ada titipan yang buat elo."

"Dari?"

"Dari mana aja boleh. See ya, Cess," Kata Kenzo lalu memutus hubungan teleponnya.

Tidak lama kemudian Kenzo datang dengan dua buah bouquet mawar merah yang masih segar ditangannya. Cessa sempat melarangnya untuk tidak ditata dalam vas bunga yang ada disana, karena Cessa tahu darimana bunga itu berasal. Namun Kenzo tetap melakukannya, dan Cessa tidak bisa melarang Kenzo. Dulu ia juga sama sekali tidak bisa melarang Ken, ya, mereka kembar. Pasti ada hal yang sama pada diri mereka walaupun hanya satu.

"Bunga itu bukan dari Ken ataupun Hujan," kata Kenzo seperti mengerti mengapa Cessa melarang meletakkan bunga-bunga itu di dalam vas nya. "Itu dari Madi."

"Dari Madi?!" bola mata Cessa membesar mendengar nama yang diucapkan Kenzo barusan. "Gue lebih nggak rela menaruh bunga dari Madi."

Cessa bangkit dan mengambil semua bunga yang ada dalam vas miliknya. Ia langsung menaruh semua bunga itu di kotak sampah yang ada di dapur. Ia kembali ke depan meja tempat beberapa paket yang ia letakkan tadi. Ia mengambilnya dan kemudian meletakkannya juga di kotak sampah yang sama. Cessa kembali sambil menyeka dahinya. Ia seperti habis membuang berkilo-kilo sampah dari apartmentnya.

"What's wrong, Cess? Madi 'kan—"

"Madison Dubois itu tunangannya Hujan. Dan dia punya attitude yang buruk," Kata Cessa menyela omongan Kenzo.

"A- apa? Model profesional itu tunangan Hujan?" kata Kenzo yang terkejut mendengarnya. Kenzo memang tahu kalau Hujan sudah bertunangan. Namun ia baru tahu sekarang kalau ternyata Hujan bertunangan dengan Madi.

"Iya, model profesional itu tunangannya Hujan. Dia sudah berhasil membuat gue jatuh cinta dengan segala perlakuannya ke gue, dengan semua cara dia membuat gue kembali menyukai hujan, dengan segala energi positifnya yang ia berikan ke gue, dan dengan sekejap dia membuat gue kembali membenci semua yang menyangkut hujan," Kata Cessa yang tanpa disengaja membuka cerita yang selama ini ia simpan sendirian.

Kenzo tidak merespon apapun. Ia diam, dan berusaha menjadi pendengar yang baik agar Cessa merasa nyaman dan tidak sungkan lagi. Semenjak kejadian malam itu, Cessa menjadi sedikit canggung dan tertutup dengan Kenzo. Mungkin karena seorang Kenzo adalah kembaran dan sahabat dari orang-orang yang sedang ia jauhi.

Cessa mulai menceritakan semuanya secara detail kepada Kenzo. Bahkan sampai poin terkecil yang bahkan Ken pun tidak mengetahuinya. Cessa sempat mengeluarkan sedikit air mata saat ia mengatakan bagaimana ia sangat kecewa dengan kedua orang yang sudah sangat ia percaya, satu orang yang ia sayangi, dan satu orang lainnya yang ia cintai.

***

Langit kota Jakarta berubah kelam, dan mulai mengeluarkan rintik-rintik hujan yang mulai membasahi jalanan. Dan hujan itupun mengakhiri cerita Cessa. Tangisnya pecah dalam diam di pelukan Kenzo. Saat Kenzo ingin melepaskan pelukannya, Cessa malah memeluknya makin erat. Kenzo pun hanya bisa menenangkannya dengan mengusap punggung Cessa agar tangisnya mereda. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan Cessa sekarang.

"Sshh.. udah, jangan menangis lagi," Kata Kenzo sambil tetap mengusap punggung Cessa. "Apa yang bisa gue lakukan supaya lo nggak nangis lagi?"

"B- beliin gue es krim," Kata Cessa yang masih susah bicara karena masih sesegukan di pelukan Kenzo.

Kenzo terpaksa menahan tawanya mendengar permintaan Cessa karena tidak ingin merusak suasana. Kemudian dirinya memeluk Cessa erat sejenak lalu melepaskannya. Kenzo kemudian memegang kedua bahu Cessa dan menatapnya. "Baiklah tuan puteri, saya akan melaksanakan perintah anda."

Cessa tersenyum lalu mengusap air matanya. Wajah Cessa terlihat seperti anak kecil yang baru selesai menangis dengan pipi tembamnya. "Geli, ah. Jangan panggil gue tuan puteri."

"Lo 'kan memang tuan puteri-nya gue dan Ken. Biasanya juga lo nggak geli kalau Ken yang berkata begitu," Kata Kenzo. "Lo tunggu disini, jangan kembali ke kantor dulu. Biar gue belikan es krim untuk lo. Vanilla, chocolate, strawberry, and green tea. Right, princess?"

"Right," Kata Cessa sambil tersenyum menahan tawa.

"Yasudah, gue pergi dulu ya. jangan menangis lagi. Bye, Cess," Kata Kenzo lalu meninggalkan Cessa di apartmentnya.

Kenzo berjalan menuju minimarket yang berada tidak jauh dari apartment Cessa. Kenzo langsung mengambil masing-masing dua es krim dari empat jenis rasa yang Cessa suka. Kenzo juga membelikan Cessa beberapa batang cokelat yang bisa tersedia di dalam lemari es milik Cessa.

"Kenzo?"

"Hujan," kata Kenzo saat melihat Hujan yang ada di sebelahnya. "Beli es krim juga?"

Hujan mengangguk. "Tadinya gue mau membelinya untuk Cessa. Tapi sepertinya lo membelikan es krim sebanyak itu untuknya. Jadi, biarin gue yang membayar semua itu, dan berikan kepadanya. Hanya itu satu-satunya cara agar Cessa nggak menolak pemberian dari gue."

"Sorry, gue masih belum bisa membuat kalian berdamai. Bahkan, baru hari ini Cessa mau bicara panjang lebar dengan gue."

"Nggak apa-apa. Oh iya, jangan lupa besok meeting di Sudirman sama di Bintaro. Jangan nggak datang. Untuk jadwal tur tambahan yang mulai jalan dua bulan lagi," Kata Hujan sambil menyerahkan beberapa lembar uang ke petugas kasir. "Gue duluan, ya."

Kenzo mengangguk dan Hujan pun keluar lebih dulu dari minimarket tersebut yang kemudian disusul oleh Kenzo yang tidak lama juga keluar. Kenzo dengan segera kembali ke apartment Cessa. Setelahnya dibukakan pintu, Kenzo memberikan satu plastik berisi es krim yang tadi dibelinya—dibelikan oleh Hujan.

"Banyak banget, Kenzo! Terimakasih," Kata Cessa sambil membuka salah satu es krim rasa cokelat itu.

"Makanlah, semuanya punya lo." Kata Kenzo.

Semoga es krim itu bisa membuat elo memaafkan mereka, Cess. Batinnya.

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang