16

14.9K 640 2
                                    

Hujan baru saja menyelesaikan tugasnya menjadi model di acara fashion show merek pakaian ternama di Singapur. Kantung matanya sudah mulai terlihat karena beberapa hari ini ia benar-benar kurang istirahat. Jam tidurnya berkurang drastis karena ia harus melakukan live video call yang disesuaikan oleh waktu di berbagai belahan dunia. Semakin hari jadwal Hujan semakin padat seiring popularitasnya yang semakin menanjak. Namun Hujan tidak memikirkan ketenarannya itu, ia hanya menjalankannya, enjoying his life.

"Tidur aja, Hujan, istirahat. Biar gue urus sisa payment elo, baru kita langsung balik ke Indonesia," Kata Budi.

Hujan hanya mengangguk, ia kemudian membuat dirinya sendiri senyaman mungkin di kursi yang ada di ruang rias itu. Hujan menutup separuh wajahnya dengan topi yang dipakainya. Dalam hitungan detik ia sudah terbang ke alam mimpinya sendiri.

Tidak lama kemudian, Hujan kembali terbangun saat ia merasa ada bibir lain yang menyentuh bibirnya singkat. Ia meyingkirkan topi yang menutupi sebagian wajahnya tadi dan melihat ada Madi yang tersenyum di hadapannya sekarang. "Madi? Apa-apaan kamu tiba-tiba menciumku?"

"Apa seorang perempuan tidak boleh mencium tunangannya sendiri? I miss you, love," Kata Madi lalu menaruh kepalanya di bahu kanan Hujan.

"Bukannya kamu di Indonesia?"

"Harusnya aku kembali ke Perancis hari ini, namun aku sengaja menghampirimu dulu di Singapur untuk mengucapkan selamat tinggal. Sebelum kita kembali menjalani hubungan jarak jauh."

Thank God.. batin Hujan.

"Thank you, kamu udah mau menghampiriku disini. But let me rest now. I'm so tired after all this stuff."

Madi mengangkat kepalanya dari bahu Hujan lalu menatap tajam ke matanya. "If Cessa doing this to you, I'm sure kamu tidak akan menolaknya dan membiarkan Cessa bersandar di bahumu."

"Kenapa kamu jadi bawa-bawa Cessa?"

"Karena selama aku disini, kamu tidak tau. Saat pesta malam itu, kamu seperti tidak mempedulikan aku dan tetap mengejar Cessa yang telah kau bohongi, dan setelahnya bahkan kamu tidak mengunjungiku di hotel ataupun di tempat kerja. Kamu hanya mempedulikan Cessa, tidak ada sedikitpun rasa pedulimu untukku," Kata Madi sambil menunjuk-nunjuk dada Hujan.

Hujan tertawa tipis. "Kamu cemburu sama Cessa?"

"Sure! Seakan-akan dihatimu hanya ada Cessa, si reporter itu. Bukan aku."

"Madi, listen, aku menjalankan pertunangan ini terpaksa. Orang tuamu terus mendesak aku untuk melamarmu karena mereka takut kamu akan terlalu tua untuk menikah. Fine, aku lakukan permintaan orang tuamu itu. Kita memang sudah bertunangan, tapi hal ini tidak sah karena orang tuaku tidak ada disana saat itu. Dirimu juga berubah, lebih mengekangku setelah kita resmi bertunangan. Bahkan sampai saat ini aku hanya menganggap kita berpacaran. Look," Hujan menunjukkan jemari tangan kirinya yang tidak ada cincin yang menghiasinya." Bahkan aku tidak memakai cincin itu. Seiring berjalannya waktu aku nggak bisa melanjutkan pertunangan ini. Aku udah nggak tinggal di Paris, tugasku sudah selesai disana. Sekarang aku hanya bulak-balik Indonesia-Amerika untuk bekerja. Bahkan saat ini, tidak ada ruang untuk cinta di kepalaku."

"But there's always a space for Cessa in your head."

"Nggak ada. Cessa hanya teman masa kecil yang kembali kutemui."

"Jangan bohong, Arnold. Aku tau kamu. Kamu sayang sama Cessa 'kan?"

"Jangan mengada-ada. Udah, ah. Aku mau istirahat. Terima kasih kamu sudah mau mengunjungiku disini. I appreciate that."

Madi tersenyum. "Sebelum kamu istirahat, bisa kita tuntaskan hal ini sebentar?"

Hujan kembali membuka matanya, yang kemudian menatap Madi di sebelahnya. Hujan tau benar kalau suara Madi sudah melembut, berarti memang ada yang harus dibicarakan saat itu juga. Madi menghembuskan nafas panjang, dan kemudian ia melepaskan cincin pertunangan yang ada di jari manisnya dan menyerahkannya kepada Hujan. "Pegang cincin ini. Pasangkan kembali di jariku saat kita bertemu, itupun kalau memang kamu sudah siap menjadi tunanganku. Benar-benar seorang tunanganku. Namun kalau tidak, kembalikan padaku saat kita bertemu kembali. Entah kapanpun itu."

"Jujur aja, aku menyadari sejak awal kita bertunangan. Sikapmu tidak seperti saat status kita masih berpacaran, kamu seperti terbeban dengan statusmu yang baru. Tapi karena aku sangat keras kepala, aku tetap mengikatmu tanpa peduli bagaimana terkekangnya dirimu. Ikatanku sedikit longgar saat tugasmu di Paris telah selesai, dan kamu pergi ke Indonesia. Aku jarang menerima kabar darimu, namun aku biarkan itu," Tambah Madi. "Dalam hal cinta sekalipun, aku tetap profesional. Makanya, aku melakukan hal ini."

Hujan menerimanya lalu menggenggamnya, kemudian ia menatap Madi sambil tersenyum. "Terima kasih."

Hujan pun langsung memeluk Madi tanpa basa basi lagi, ia seperti baru saja keluar dari sangkar emas yang selama ini mengurungnya. Ia tidak menyangka Madi akan mengambil langkah ini. Karena setaunya, Madi adalah orang yang teguh pendiriannya.

"Can we spent the time together before you leave to Indonesia and I back to Paris?" tanya Madi yang masih dalam pelukan Hujan.

"Why not."

Rasa kantuk yang dirasa Hujan sebelumnya lenyap begitu saja. Hujan segera bangkit dan mengajak Madi keluar dari ruangan itu setelah sebelumnya menyimpan cincin milik Madi di dalam tas nya. Mereka menghabiskan waktu dengan cara yang sederhana, hanya mengelilingi venue tempat dimana Hujan menjalani pekerjaannya tadi dan masuk ke dapurnya untuk mendapatkan makanan ringan untuk dinikmati bersama. Hujan dapat merasakan bahwa Madi, pacarnya saat di Paris dulu sedang ada di hadapannya.

Akhirnya Hujan dan Madi duduk di kursi penonton di dalam venue tersebut. Mereka berdua bersantai disana sambil memakan beberapa potong sushi yang diberikan oleh chef yang ada di dapur yang mereka kunjungi tadi. Mereka tertawa bersama, sambil mengenang betapa lucunya mereka dulu saat masih berpacaran.

"So, bagaimana hubunganmu dengan Cessa sekarang? After that night, aku tidak pernah melihatmu menghabiskan waktu bersama Cessa lagi," Kata Madi yang berbicara masih bercampur antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

"Masih tidak ada komunikasi," Kata Hujan sambil meletakkan sumpitnya. "Aku pernah mencoba menghubunginya, but shes ignore my call. So, aku nggak pernah mencoba menghubunginya lagi. Lain dengan Ken, dia terus berusaha menarik perhatian Cessa. Aku cuma mau kasih dia waktu untuk sendiri, mungkin dengan berjalannya waktu dia mau memaafkanku dan Ken."

"Kalau kamu hanya diam, tidak akan ada hasilnya, dan Cessa akan tetap membencimu."

"Apa yang bisa aku lakukan? Sekarang, semua yang aku lakukan untuknya akan tetap salah dimatanya."

"Arnold, look at me. Theres a thousand way to get back Cessa's attention. Tapi kalau kamu hanya diam, kamu tidak akan pernah mendapatkan perhatian Cessa lagi sampai kapanpun."

Hujan tersenyum pahit sambil menatap lurus kedepan. "Sudahlah, Madi. Aku rela kalau harus kehilangan Cessa, karena memang ini kesalahanku. Salah aku tidak terbuka dengannya kalau aku sudah bertunangan denganmu. Aku nggak memikirkan bagaimana kecewanya Cessa yang sudah sangat terbuka denganku namun aku tidak memberitahukan apapun tentang kehidupanku padanya."

"Kamu sadar atau tidak, sih? Cessa marah denganmu karena kamu tidak memberitahunya kalau kamu sudah bertunangan, itu artinya dia mencintaimu, Arnold," Kata Madi yang sangat bersemangat.

"No way, Madi. Kamu kok bisa berpikiran seperti itu."

"Arnold, aku sama Cessa sama-sama perempuan. Aku cemburu saat tahu kamu lebih mementingkan Cessa dibanding aku yang sebenarnya adalah tunanganmu, aku cemburu karena aku mencintaimu. Tidak ada alasan lain bagi semua perempuan untuk cemburu selain perempuan itu mencintai pasangannya, dan itu juga berlaku bagi Cessa," Kata Madi. Kemudian ia menatap Hujan tepat di matanya yang teduh. "Aku rela stay di Indonesia for a while untuk membantumu mendapatkan perhatian Cessa kembali. Tapi, itupun kalau kamu mengizinkannya."

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang