26

13.7K 591 5
                                    

Cessa sudah berada di rumah Benji sejak pagi. Rencananya untuk mengejutkan Benji dan Nina gagal karena ternyata Nayla sudah memberitahu Benji lebih dulu. Namun itu bukan maslaah bagi Cessa, yang penting ia bisa merasakan pelukan Benji yang selalu bisa menenangkan pikirannya itu.

"Nggak kerja?" tanya Benji.

"Nggak, aku masih mau membersihkan pikiranku sebelum kembali bekerja," Kata Cessa yang masih tiduran diatas sofa di hadapan Benji.

"Sudah, maafkan saja ketiga temanmu itu."

Perkataan Benji sukses membuat Cessa berhenti memainkan permainan yang ada di ponselnya. Cessa membeku, bagaimana Benji bisa tahu masalah ini? Apa Nayla memberitahunya? Atau malah Ken, Kenzo, dan Hujan yang berbicara langsung dengan Benji? Semua pertanyaan itu terus mengelilingi kepala Cessa. Benji tidak mungkin mengetahuinya begitu saja tanpa ada orang lain yang memengaruhinya.

"Udah selesai berdialog dengan diri sendirinya?" tanya Benji yang mengembalikan kesadaran Cessa. "Jangan terlalu lama bermusuhan, nggak baik tau."

"Tapi mereka melakukan kesalahan yang nggak bisa dimaafkan, kak," Kata Cessa tanpa peduli darimana Benji mengetahui hal tersebut.

"Kamu udah coba bicara dengan mereka?"

"Belum."

"Semua kesalahan pasti bisa dimaafkan, Cess. Aku juga pria, sama seperti mereka. Aku mengerti kenapa mereka melakukan hal itu. Nggak ada sedikitpun niatan mereka menyakitimu, membohongimu. Mereka menutupi semua itu karena nggak mau buat kamu benci sama mereka, nggak mau buat kamu kecewa, nggak mau buat kamu akhirnya pergi dari mereka hanya karena mereka seorang social media star," Kata Benji. "Aku kakakmu, aku juga pria. Aku tau apa maksud mereka melakukan hal itu. Asal kamu tau, kebanyakan lelaki nggak akan berpikir sebelum bertindak untuk menutupi suatu hal yang tidak disukai teman perempuannya. Itulah yang akhirnya membuat lelaki berbohong, tapi menurutku, itu untuk kebaikan. Ayolah, maafkan mereka."

"Kalau memang itu alasannya, kenapa Kenzo nggak mau menutupi semuanya? Itu artinya dia tau dong kalau aku nggak akan marah dan menjauh."

"Itu karena Kenzo nggak memiliki perasaan yang lebih sama kamu."

"Nggak mungkin lah, kak. Mereka semua sama aja, menganggapku sebagai sahabat terdekat, nggak lebih."

"Tidak, mereka mencintaimu."

"Apa?"

"Jangan pura-pura nggak dengar, deh. Nanti nggak bisa dengar beneran loh," Kata Benji lalu berlalu menuju ruang keluarga untuk menonton televisi.

Sepeninggalan Benji, Cessa terus memikirkan omongan kakaknya tadi. Sesungguhnya Cessa juga sudah tidak mau ada jarak diantara dirinya dengan ketiga sahabatnya itu. Namun masalah baru muncul, setiap ia melihat Ken, Kenzo, dan Hujan, ia selalu tidak bisa meredam amarahnya. Ia rindu, namun benci juga disaat yang bersamaan. Gengsi yang besar membuat Cessa terus bersembunyi dibelakangnya sampai gengsi itu sendiri yang mengecil lalu menghilang.

Biar waktu saja yang menjawab semuanya.. batin Cessa sambil kembali berbaring di sofa.

***

"She's in town."

Suara Nayla di ujung telepon membuat mata Hujan terbuka sebesar-besarnya. Perbedaan waktu yang cukup jauh membuat Hujan harus rela bangun saat di telepon Nayla di tengah malam untuk mendengarkan informasi apa yang akan diberikan olehnya. Dan malam ini, Hujan tidak menggerutu saat ada yang menelepon di waktu istirahatnya. Semua itu karena informasi yang diberikan Nayla mampu membuat hatinya sedikit tenang.

"Lo nggak bohong 'kan?" tanya Hujan.

"Untuk apa gue berbohong, Hujan. Cessa udah ada di Jakarta selama lima hari. Dari kemarin gue hubungi lo ke nomor yang lo kasih tapi nggak bisa. Baru hari ini bisa tersambung."

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang